"Cerah banget pagi ini. Padahal matahari aja masih ngumpet kedinginan," ujar Haydar yang pagi itu sudah bersiap sarapan di Waroeng Nusa Indah. Aku hanya membalas dengan senyuman.
"Hari ini kita kemana? Aku harus atur jadwal buat nemenin Teteh, soalnya siang ini ada janji sama Professor Murat, dosen pembimbingku. Susah buat bikin janji ketemu dengannya." katanya seraya mengambil piring dan menyendok nasi.
"Nggak kemana-mana. Besok kan jadwal liburku. Ibo ngajakin kita ke Bosphorus Cruise," jawabku. Mendengar nama Ibo, Haydar terbelalak.
"Ibo? Kapan ia kemari? Kok nggak kasih kabar sama aku?" tanyanya dengan nada kecewa. Mungkinkah ia cemburu?
"Semalam ia kirim pesan. Mungkin ia nggak mau ganggu kegiatan belajarmu." Aku mencari alasan untuk meredam kecemburuannya. "Tapi besok kamu bisa, kan?"
"Iya, iya. Bisa kok, bisa!"
Aku pun segera ke dapur menyibukkan diri untuk menghindar dari Haydar. Aku takut jika ia mengulang pertanyaan kemarin, karena sejatinya aku belum mempersiapkan jawaban. Sebenarnya juga aku tak mau menjawabnya.
Jam istirahat setelah salat Zuhur, aku berlari naik tangga menuju atap rumah makan. Tempat ini biasanya digunakan pegawai laki-laki sebagai tempat merokok. Hanya ada tiang jemuran dan beberapa pot tanaman yang hampir kering di sana. Namun terasa nyaman menikmati semilir angin serta pemandangan jauh ke laut lepas. Pantas saja mereka betah sembunyi di tempat ini. Ada kebebasan yang terlepas walau terbatas.
Kutelepon Ibu dan Dinda untuk melepas kangen. Dinda senang sekali mendengar suaraku meski dengan ucapan yang terbata-bata. Ah Dindaku, ia sudah mulai lancar berucap. Beberapa pertanyaanku bahkan dijawab dengan sempurna. Air mata haru tak terasa menggenang di pelupuk mataku. Ya Tuhan, aku sangat berterimakasih kepada-Mu juga kedua orangtuaku. Engkau telah menjaga mereka dengan baik di saat aku jauh.
Setelah itu aku mencoba menghubungi Kinanti namun tak ada respon. Mungkinkah ia sibuk atau jangan-jangan ia tak mau dihubungi. Ia pasti masih marah karena aku tak berpamitan dulu saat berangkat ke negeri ini. Namun tak lama kemudian ponselku menyala. Ternyata Kinan yang menghubungiku.
"Vanna! Ini betulan lo, kan? Sorry tadi gue masih di jalan. Baru pulang kerja!"
Suara Kinan yang tak asing membuatku sangat bahagia. Oh, aku lupa, waktu di Indonesia kan menjelang sore saat aku meneleponnya. Tak terasa kami mengobrol lama di telepon hingga waktu istirahatku habis. Sebetulnya masih banyak yang ingin kuceritakan kepadanya. Termasuk tentang Haydar dan Ibo. Aku pun berjanji akan menghubunginya lagi nanti malam atau subuh waktu Indonesia.
***
Pagi-pagi Haydar sudah menungguku di halte bis. Tetapi bukan untuk naik bis. Kami janjian dengan Ibo yang akan mengangkut kami dengan kendaraannya di tempat ini. Tak sampai menunggu terlalu lama, Ibo pun muncul.