Hari memangsa hari, bulan menerkam bulan. Waktu pun begitu cepat berlalu dan berganti saat ini. Enam bulan di negeri impian ini kuhabiskan dengan berkutat di dapur, sisanya kulalui dengan kebersamaan beserta kedua lelaki yang setia menemaniku.
Walaupun Haydar sudah mendapatkan jawabanku untuk tetap menjadi teman, bukan kekasih, ia masih dekat denganku. Jujur saja kami merasa lebih nyaman menjalin pertemanan. Kami cocok satu sama lain dalam berbagai hal. Namun begitu, Haydar tetap menyimpan perasaan cintanya hanya untukku, seperti yang selalu ia katakan. Ia sangat menghargai apapun keputusanku.
Sedangkan Ibo, selama ini ia mempelajari hubunganku dengan Haydar. Ia seolah meyakinkan bahwa tidak ada hubungan khusus antara aku dan Haydar. Saat ini, di sebuah taman area Taksim Square, ia memberanikan diri mengutarakan perasaannya kepadaku.
"Aku bukan orang baik, bukan orang suci, juga bukan laki-laki sempurna. Hidupku gelap, penuh liku-liku yang mungkin tak seperti kamu pikirkan. Tapi tak perlu dipikirkan. Aku hanya mau kamu mengerti perasaanku. Tak perlu dijawab pula bila kamu tak ingin."
Kalimat yang terucap dari mulutnya itu membuatku bingung. Jangankan untuk mengerti perasaannya, memahami perkataannya saja aku masih bingung.
"Maksudmu?" Kuberanikan diri untuk meminta penjelasan.
"Seni seviyorum," ucapnya perlahan seraya menatapku dalam-dalam.
"Seni çok seviyorum!" ulangnya seakan menegaskan.
Aku terhenyak. Walaupun aku sudah lama merasakan perhatiannya yang berlebih, namun ternyata aku tak siap di saat menerima curahan hatinya. Aku gugup. Ia mengatakan cintanya dalam bahasa Turki.
"Aku tahu kamu nggak mungkin menerima Haydar sebagai kekasih," lanjutnya. Sok tahu sekali dia.