“Gua benci semester ini.”
Leo seketika melepaskan tawanya sesaat setelah mendengar rutukan Irene mengenai semester yang sedang mereka jalani. Paham karena dirinya sendiri pun juga membenci semester tiganya ini.
“Gua juga sama kayak lo kok, Ren. Benci banget-banget-banget sama semester ini,” timpal Leo sambil tertawa. Saat ini, Leo, Ubay, Irene, dan Silvia sedang berada di perpustakaan kampusnya. Belajar sejenak sebelum kelas Biokimia 1 pada pukul tiga sore. Takut jika Ibu Nita melakukan sesuatu hal yang aneh lagi di pertemuan hari ini. Tentu saja ini seperti pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati.
“Hari ini tuh harusnya gua bersantai ria karena cuma ada kelas satu doang di jam tiga sore. Tapi sekarang jam dua belas malah gua udah terdampar di perpustakaan demi biokimia doang,” cerocos Irene melampiaskan uneg-unegnya.
“Gua sih udah kapok ya dikasih kuis dadakan. Mending belajar duluan kalo gitu. Lagian Ibu Nita kan random orangnya. Kuis pertama di kelas pertama aja dimaklumin sama doi,” balas Ubay sedikit kapok. Tidak menyangka jika kelas pertama biokimia-nya akan diisi oleh kuis. Walaupun ia bisa mengerjakannya, Ubay juga tidak yakin bisa mendapatkan nilai bagus di kuis kemarin. Bisa dapat nilai ngepas 55 aja udah syukur, ucap Ubay kemarin saat kelas Biokimia 1 sudah selesai.
“Tapi kalo sesuai yang diomongin Ibu Nita, hari ini materi dari dia aja kan?” tanya Silvia mencoba memastikan kembali.
“Harusnya gitu sih. Tapi, siapa yang bisa nebak kelakuan dia? Bisa aja nanti malah ada post-test habis materi,” sambar Ubay mengutarakan kemungkinan yang akan muncul.
“Iya juga sih. Ibu Nita kan tega. Tugas sama presentasi aja gak masuk ke penilaian, apalagi kalo cuma post-test gitu-gitu,” timpal Leo setuju dengan pendapat Ubay.
“Ya udah kita belajar bentar dulu deh. Biar gua juga gak rugi-rugi amat karena udah ngorbanin waktu santai gua,” ajak Irene. Usulan Irene disetujui oleh yang lainnya dan mereka kemudian belajar bersama.
Untungnya kekhawatiran Ubay tidak terjadi hari ini. Ibu Nita hanya memberikan materi sesuai dengan silabus yang diberikan beserta tugas yang demikian banyaknya itu. Setidaknya hari ini gak ada drama yang aneh-aneh, batin Leo lega walaupun tetap saja menggelengkan kepala saat melihat tugas yang begitu mengerikan jumlahnya. Tidak yakin akan selesai di hari Sabtu karena sudah ada dua tugas lainnya yang menanti untuk dikerjakan juga.
*****
Hari Jumat. Saatnya mengatakan Thanks God It’s Friday. Sayangnya, hal itu tidak berlaku di semester ini. Terlihat dari penjelasan praktikum yang sedang diberikan, sepertinya praktikum kimia analisis ini akan berjalan sulit. Jam praktikumnya saja seharian, dari jam delapan pagi sampai jam lima sore. Macam orang kantoran saja, bedanya ini tidak dibayar. Hari ini memang baru dilakukan briefing praktikum, penjelasan singkat mengenai praktikum yang akan dijalani, sehingga anak-anak tidak terlalu sibuk hari ini. Cukup mendengar ocehan dari dosen pengampu, inventaris alat laboratorium yang hendak digunakan selama satu semester, lalu kumpul bersama kelompok yang sudah ditentukan.
Alam semesta sepertinya hendak menyatukan Ubay, Silvia, Irene, dan Leo. Terlihat dari keberuntungan mereka yang dipertemukan kembali dalam satu kelompok praktikum. Tapi ini juga merupakan hal baik, setidaknya jika ada tugas kelompok, mereka bisa langsung mendiskusikannya karena sudah sering bertemu.
“Wah, sama kalian lagi ya? Asik,” ucap Irene antusias saat sedang sesi briefing dengan kelompok praktikum. Ini adalah kegiatan terakhir mereka setelah mereka sudah mendengarkan pengarahan dari dosen dan juga inventaris alat laboratorium. Omong-omong, setiap mahasiswa di sini mendapatkan satu set alat praktikum sehingga diharapkan saat praktikum tidak ada drama, misalnya seperti rebutan pipet tetes atau pengaduk kaca dengan mahasiswa lain.
“Udah jodoh kayaknya,” kekeh Ubay sambil membuka kembali diktat praktikum yang baru saja diberikan. Hendak meneliti kembali apa yang akan mereka lakukan dalam praktikum kimia analisis di semester ini.
“Halo adik-adik semua. Nama gua Adyth, gua di sini yang akan jadi asisten praktikum kalian semester ini. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik ya, mengingat praktikum analisis itu rada-rada aneh.” Namanya Adyth, mahasiswa semester tujuh yang akan menjadi asisten praktikum kelompok lima, kelompok yang dihuni Leo dan kawan-kawannya.
“Rada-rada aneh gimana maksudnya ya, Kak?” tanya Leo penasaran. Apa bertemu dengan Ibu Nita di semester ini masih kurang aneh sehingga praktikum pun harus sedikit aneh? omel Leo dalam hatinya. Leo awalnya tidak mempercayai anggapan orang-orang bahwa semester tiga adalah semester neraka. Namun, dengan melihat apa yang sudah ia jalani selama satu minggu ini, sepertinya Leo harus mengubah kembali pandangannya bahwa semester ini memang sudah neraka. Semester tiga aja udah neraka, semester lima nanti gimana coba? Udah sampe kerak neraka kali ya, batin Leo lagi.
“Kalian kan nanti praktikumnya ada analisis kualitatif sama kuantitatif tuh. Kalo kualitatif biasanya hampir seharian. Kalo kuantitatif, kebanyakan titrasi. Buat tau detailnya, kerjain jurnal praktikumnya aja deh. Nanti kalian juga ngerti kok,” jawab Adyth dengan sedikit tersenyum. Tersenyum menyeringai karena senang melihat adik-adik tingkatnya ini akan tersiksa berkat praktikum kimia analisis, seperti dirinya dan teman-temannya dahulu rasakan.
“Bentar, bentar. Kak. Ini beneran analisis kualitatif buat jurnalnya aja berlembar-lembar gini? Tabelnya juga ya ampun, panjang banget. Ini bakal dilakuin semua?” tanya Leo saat membolak-balikkan modul praktikum yang baru saja ia terima.
“Tergantung sampel kalian sih. Kan satu sampel pasti ada kation dan anionnya. Kita cobain satu-satu deh. Kationnya dulu atau anionnya dulu, bebas suka-suka kalian. Misalkan mau uji kation duluan, boleh-boleh aja. Kita coba dulu uji pendahuluan, buat dapet gambaran kira-kira gimana. Abis itu, ikutin prosedurnya, sesuai gak. Kalo sesuai, selamat, berarti itu golongan satu. Terus uji spesifikasi deh. Kalo gak sesuai, lanjut lagi ke penentuan golongan dua. Gitu terus sampe dapet yang sesuai. Kalo kalian beruntung, ya sampai golongan lima berarti nanti dicoba satu-satu. Begitupun dengan anion. Nanti kalian coba tentuin deh, senyawa apa yang ada di sampel kalian berdasarkan data yang ada. Seru kan? Kalian berasa jadi anak kimia banget deh,” jelas Adyth sedikit panjang. Terkesan menyeramkan karena cukup panjang langkah-langkahnya. Namun, jika dialami sendiri, menurut Adyth, itu akan sangat menyenangkan karena bisa sambil menebak-nebak senyawa apa yang terkandung di dalam sampel mereka.
“Pantes lab dibuka sampai jam lima sore. Ngeliat cara kerjanya aja udah mau mampus duluan,” rutuk Irene saat mendengar penjelasan Adyth.
“Tapi pas kalian praktikum nanti, bakal terasa seru kok. Ini kan karena kalian baru dengarin teorinya aja. Pas praktik biasanya bakal lebih asik kok karena kalian sambil eksperimen,” balas Adyth mencoba menenangkan anak-anak praktikannya.
“Kalo yang kuantitatif gimana, Kak? Se-suram ini gak?” Kali ini giliran Silvia mencoba bertanya. Melihat cara kerja dari analisis kuantitatif pendek-pendek, sepertinya tidak memakan waktu lama.
“Kalo yang kuantitatif modulnya banyak, tapi cepat pengerjaannya. Kalo kualitatif, ya gitu deh. Cuma, walaupun kuantitatif praktikumnya cepet, namanya juga analisis kan ya. Kalian ya laporannya harus analisis data juga. Ya mirip-mirip kayak kalian pas kelas teori gitu deh, bedanya ini pengolahan data berdasarkan hasil pengerjaan laboratorium kalian,” jelas Adyth kembali. Merasa cukup memberikan wejangan kepada anak-anak didiknya, Adyth kemudian mengingatkan aturan mengenai laporan yang harus anak-anak kerjakan.
“Jurnal sama laporannya kayak biasa ya. Jurnal dikumpul pas hari H kalian praktikum, abis itu pretest. Terus laporannya dikumpul minggu depannya. Kalo telat, ada minus-nya ya. Minus berapanya, gak bisa gua kasih tau. Intinya gak boleh telat ngumpulinnya ya. Kalo misalkan masih ada yang mau ditanya, boleh langsung kirim pesan ke gua aja. Jadi untuk hari ini sudah selesai, kalian boleh pulang, sampai bertemu di praktikum minggu depan ya.”