Hal yang paling ditunggu oleh mahasiswa setelah selesai mengerjakan ujian adalah menantikan nilai keluar. Meskipun hasilnya terkadang bisa membuat sakit kepala karena begitu jelek, namun perasaan itu masih lebih baik ketimbang harus menunggu tanpa kepastian mengenai nilai hasil belajar. Tetapi, dosen-dosen juga sering mengejar deadline saat memberikan nilai karena kesibukan yang sangat padat. Ini membuat akhirnya baik mahasiswa dan dosen sama-sama merupakan pejuang deadline.
“Saya tahu kalian semua tentunya sudah tidak sabar ingin mengetahui nilai UTS kalian kan? Tenang saja. Ujian kalian sudah saya koreksi semua. Nilainya juga sudah saya tempel di papan pengumuman depan laboratorium biokimia. Jadi, jika kalian ingin melihat nilai kalian di sana, silakan langsung saja.”
Tidak seperti dosen-dosen yang senang mengikuti deadline, Ibu Nita cukup cepat dalam mengumumkan nilai ujian mahasiswa. Cukup satu minggu lebih sedikit waktu yang dibutuhkan mahasiswa untuk menunggu nasibnya setelah mengikuti ujian tengah semester. Ibu Nita memberikan pengumuman bahwa nilai sudah tersedia, kelas kemudian langsung ramai karena mahasiswa juga takut untuk melihat nilainya jika ternyata hasil yang diperoleh buruk.
“Oh iya, saya lupa satu hal. Jangan lupa siapkan tisu juga ya, jaga-jaga jika kalian mengeluarkan air mata karena melihat nilainya, entah itu karena terharu atau bersedih.”
Ucapan Ibu Nita membuat mahasiswa kembali bersuara. Umumnya merasa takut karena ucapan Ibu Nita seolah menyiratkan pesan bahwa nilai anak-anak jelek dalam ujian kali ini. Meskipun tetap harus melihat langsung agar bisa percaya, tetap saja mereka tidak bisa tenang kembali. Ibu Nita hanya tersenyum saat melihat mahasiswa masih ribut membicarakan kemungkinan-kemungkinan nilai yang diperolehnya. Setelah membiarkan mahasiswa ribut sejenak, Ibu Nita kemudian memulai kembali pengajarannya.
*****
Tragedi tembok ratapan memang sudah menjadi satu hal yang lumrah terjadi setiap semesternya. Di kelas Ibu Nita, nilai setelah UTS memang akan dipajang di papan pengumuman laboratorium biokimia. Meskipun hanya mencantumkan nomor pokok mahasiswa dan nilainya, tetap saja bisa menimbulkan kesedihan bagi yang melihat nilainya. Karena itu, tembok yang berisi papan pengumuman nilai dinamakan tembok ratapan akibat banyak mahasiswa yang akhirnya hanya bisa meratapi kejamnya kehidupan setelah melihat nilai mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Meskipun ada juga yang berbahagia melihat hasil usahanya dalam ujian, namun umumnya lebih banyak yang bersedih setelah menatap tembok ini.
“Liat nilai yuk,” ajak Ubay. Mendengar nada santai Ubay, Leo langsung menghardiknya. “Lo ngomong santai banget. Panik dikit napa,” omelnya.
“Nanti aja deh. Kita kan udah gak ada kelas lagi. Di mading lab ramai pasti sama anak-anak yang gak sabaran buat lihat nilai. Lihat aja tadi pas ibunya pergi keluar kelas, anak-anak langsung lari kan. Pasti pada gak sabar mau lihat nilai,” balas Silvia. Leo mengangguk, membenarkan ucapan Silvia. “Anak-anak kita emang gak sabaran,” timpalnya.
“Kayak kita juga. Bedanya, kita nahan diri dulu biar nanti gak rame-ramean di sana,” tawa Ubay menanggapi ucapan Leo.