“Ada apaan nih, kok notifikasi dari LINE bunyi mulu ya?”
Leo merasa heran karena notifikasi pesan masuk dari aplikasi pengiriman pesan terus berbunyi. Padahal saat ini sedang libur pergantian semester, sehingga seharusnya tidak ada hal yang bisa membuat notifikasi terus menerus berbunyi. Tiba-tiba, Leo merasa firasatnya sedikit memburuk. Feeling gua mendadak jelek nih. Jangan-jangan ada pengumuman penting lagi, batinnya. Ia pun kemudian langsung membuka aplikasi pesannya.
Kevin: Guys, nilai biokimia satu udah di-publish. Kalian bisa langsung cek di web akademik ya. Detail nilainya juga udah ada di sana, kalian bisa lihat sendiri.
Kevin: Oh iya, sama satu lagi. Ibu Nita nitip pesan ke gua. Katanya, kalo misalkan ada yang mau protes nilainya, chat dulu ke ibunya langsung biar diizinin atau nggak. Katanya, kalo diizinin, protes nilainya baru bisa pas udah ketemu langsung sama ibunya gitu. Waktunya tiga hari doang buat janjian sama ibunya, jadi kalo kalian merasa ada yang perlu ditanyain, chat aja ya. Btw, gak semua anak bakal diizinin langsung buat ketemu, jadi kalo misalkan kalian gak dikasi izin, jangan langsung kecewa ya. Gua kasih tau duluan biar kalian bisa mempersiapkan diri seandainya ibunya nolak buat ketemu langsung sama kalian.
“Nah kan. Jelek bener pengumumannya,” gumam Leo. Rasa penasaran kemudian mulai berkembang di dalam dirinya. Rasa cemas juga mulai menghampiri Leo karena ia merasa tidak maksimal dalam pengerjaan ujian kemarin. Namun, apapun itu, hasilnya sudah ada. Kini yang bisa Leo hadapi adalah melihat kenyataannya.
Leo kemudian perlahan membuka web akademik miliknya. Sambil menjauhkan layar handphone-nya dari wajahnya, karena takut menghadapi kenyataan, Leo sesekali mencuri-curi pandang melihat layar handphone-nya. Tetapi, saat akhirnya Leo harus melihat kenyataannya, Leo hanya bisa tertunduk lemas, lalu ia kemudian menghubungi teman-teman dekatnya untuk meminta semangat.
*****
“Gua dapet 33.5. Gila gak tuh? Ukuran sepatu gua aja 38, anjir.”
“Ya lo mah masih mending. Lah gua, dapet 24.75, seperempat pun gak sampai.”
“Leo dapet bagus nih pasti, makanya langsung ngajakin kita ke sini.”
Leo hanya menghela napasnya mendengar celetukan Irene yang mengatakan dirinya mendapatkan nilai bagus.
“Ya, gimana ya. Masih lebih gedean ukuran sepatu gua sih. Ukuran sepatu gua 42, tapi nilai di matkul ini dapetnya 40.00. Dapet D sih jadinya. Ya seenggaknya gua gak dapet E sih. Walaupun ngulang-ngulang juga, tapi setidaknya gua dapet indeks nilai 1. Nggak kosong-kosong banget deh,” sahutnya. Memang terdengar lebih baik dibandingkan teman-temannya. Namun, tetap saja dirinya tidak lulus di mata kuliah ini.
“Keren juga lo bisa dapet nge-pas kayak gitu.”
“Kalo Ubay? Lo lulus gak?
“Gua dapet 54.95.”
“HAH?”
Semua terkejut saat mendengar Ubay menyebutkan nilainya. Pasalnya, untuk bisa lulus di satu mata kuliah, mereka membutuhkan nilai minimum 55.00 untuk bisa selamat. Ubay hanya kurang 0.05 poin untuk bisa selamat di mata kuliah ini. Dan mereka tidak menyangka bahwa Ubay juga tidak lolos dalam mata kuliah ini. Pantas saja sedari tadi, hanya Ubay yang terlihat lemas seperti orang yang sudah tidak mempnyai masa depan yang cerah.
“Pantes aura lo suram dari tadi.”