Kuliah Kok Gitu?

William Oktavius
Chapter #21

See You Next Year

Usai melihat kepergian dari mahasiswanya, Ibu Nita terdiam sejenak di mejanya. Tangannya terlipat di atas meja, seolah sedang memikirkan apa yang barusan mahasiswanya itu katakan. Jujur, bagi Ibu Nita, itu pertama kalinya ada mahasiswa yang secara blak-blakan menjelaskan mengenai ketidaksukaannya terhadap cara mengajarnya. Terkadang ia membaca evaluasi dosen oleh mahasiswa, tapi ia tidak menganggap itu benar. Bisa saja karena kebencian akibat tidak diluluskan, maka penilaiannya dibuat menjadi jelek. Namun, setelah Ibu Nita melihat ekspresi kekecewaan dari Leo dan teman-temannya, Ibu Nita seperti tidak bisa melupakannya. Apa benar saya sekejam dan se-menakutkan itu sampai anak-anak untuk memberikan pendapat secara langsung saja tidak berani? renungnya. Ibu Nita lalu mengambil catatannya, menuliskan sesuatu yang sempat terlintas di kepalanya.

*****

“Demi apapun dah, heran gua sama Ibu Nita. Dia yang ngasih kesempatan buat kita protes, dia sendiri yang gak mau terima alasan dari kita. Buat apa dong kalo gitu? Mending gak usah aja sekalian kan.” Irene masih ingin memprotes mengenai hasil diskusi mereka berempat dengan Ibu Nita. Meskipun awalnya ia tidak terlalu memedulikan hasil ujiannya, namun setelah melihat langsung apa yang terjadi, Irene juga merasa ikut kesal dengan apa yang sudah terjadi.

“Tapi Ibu Nita juga benar sih. Dia kan ngasih kesempatan buat kita protes, kalo seandainya penilaian dari ibunya ada yang error. Pas kita lihat, ya gak tau juga sih itu benar apa nggak. Habisnya, konsekuensinya berat sih. Kesannya kayak kita sempat meragukan penilaian ibunya gitu loh. Tapi kalo ternyata ibunya yang benar, ya nilai kita dipotong karena udah ragu dengan ibunya. Mending gak usah protes aja sekalian sih benar,” balas Ubay saat mengingat mengenai penjelasan Ibu Nita mengenai maksud dan tujuannya memberikan kesempatan menyanggah nilai.

“Berasa sia-sia ya ke ruangan ibunya. Datang cuma buat ribut doang,” tambah Silvia. Ia merasa lelah setelah mengikuti drama kali ini.

“Mau dibilang sia-sia juga nggak sih. Setidaknya kita berhasil menyampaikan uneg-uneg yang selalu kita pendam langsung ke ibunya kan? Menurut gua, itu udah keren banget sih, gak nyangka juga kita bisa berbuat kayak gitu. Jadi walaupun nilai kita gak berubah, tapi seenggaknya kita udah bisa protes langsung di depan ibunya di hal yang lain,” ujar Leo sedikit bersemangat. Ia sendiri masih tidak menyangka bahwa dirinya bisa seberani itu untuk menyampaikan pendapat di depan dosen seperti tadi. Meskipun tidak berpengaruh terhadap nilainya, tapi setidaknya Leo bisa mengeluarkan uneg-uneg yang sudah ia pendam selama satu semester ini.

So, what should we do nih? Ngulang lagi tahun depan gitu?” tanya Irene. Mencoba mencari kesimpulan setelah semuanya terjadi.

“Ya, mau gimana lagi, gua rasa emang harus begitu. Gak ada pilihan lain. Ibunya juga ngotot gak mau ngasih keringanan kan? Lagian, walaupun ibunya ngasih kesempatan buat protes, kita di mata ibunya kan emang segitu-segitu aja kemampuannya. Emang udah ditakdirin gak bakal selamat sama ibunya. Kayak Ubay aja, kurang 0.05 buat lulus pun gak dikasih keringanan, ya berarti kita emang harus ngulang tahun depan,” balas Leo memberikan kesimpulan atas apa yang sudah terjadi. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kembali, kecuali mengambil kembali kelas biokimia satu tahun depan. Tentunya dengan harapan tidak bertemu dengan Ibu Nita kembali.

“Masih ada waktu buat liburan, guys. Gak apa, anggap aja ini salah satu drama kuliah. Kan gak seru kalo kuliah flat gitu aja. Makanya perlu sesuatu biar feel kuliahnya lebih terasa. Mumpung nilai lainnya belom keluar, kita manfaatin buat hepi-hepi.” Ubay akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa dirinya harus mengulang. Karena itu, sambil melihat sisi lainnya, Ubay merasa dirinya perlu berlibur terlebih dahulu. Melupakan rasa jenuhnya selama perkuliahan dan menikmati waktu bersantai yang ia rindukan. Dan anggota The USIL lainnya juga menyetujui usulan Ubay. Holiday is coming!

Lihat selengkapnya