KULMINASI

Tri Wahyuningsih
Chapter #1

1. Hilang

Sabtu, 10 Maret 2013

Dering telepon dari Radit kembali menyalak tak sabar dan kali ini pun terpaksa kuabaikan. Memang hutan Bukit Soeharto tidak se-horor hutan di kawasan Melak sana. Tidak ada binatang buas seperti babi hutan yang akan tiba-tiba menyerangmu, tetapi tetap saja tidak menutup kemungkinan adanya penjahat atau psikopat yang kebetulan sedang berkeliaran mencari korban. Aku mendengus, kutekan tombol reject kemudian memacu sepeda motorku lebih kencang lagi. Seingatku, sekitar 2 km di depan sana, ada tempat peristirahatan. Beberapa rumah makan dan warung kopi juga tersedia bagi para pengendara yang ingin melepas lelah. Kuharap apapun yang akan disampaikan Radit masih bisa menunggu sampai nanti aku menepi.

Begitu melihat papan nama rumah makan berukuran super besar yang terpampang di tepi jalan aku langsung menepi. Memarkir motorku sembarangan dan bergegas menghubungi Radit. Tidak ada jawaban. Bahkan hingga aku mencobanya lebih dari 10 kali, mengiriminya beberapa sms dan ping messenger. Mustahil Radit marah padaku cuma karena aku mengabaikan panggilan teleponnya tadi. Perasaan tidak nyaman tiba-tiba menyergapku. Bayangan-bayangan buruk yang membuat gentar mulai membanjiri pikiran. Membuat kepalaku pusing dan perutku terasa mual. Tidak, Radit pasti baik-baik saja. Petung hanya sebuah kota kecil di seberang kota Balikpapan. Hanya butuh waktu kurang dari 20 menit untuk menyebrang kesana menggunakan speedboat dari Pelabuhan Semayang. Tanpa berpikir panjang aku berbalik kembali ke motorku dan melompat ke atasnya. Memacunya dengan tidak sabar.


Radit ternyata belum kembali ketika aku tiba di hotel. Kini ponselnya malah tidak bisa dihubungi. Aku harus puas dengan meninggalkan pesan tidak penting di kotak suara. Berharap dia segera memberi kabar. Malam sudah terlalu larut, tidak mungkin dia masih bersikeras menyelesaikan apapun yang sedang dikerjakannya di luar sana. Dia memang penggila kerja, tetapi setahuku tidak separah itu.

Kuputuskan untuk menelepon Dharma, dia Marketing Head yang mendampingi Radit ke Petung pagi tadi. Dan seharusnya dia yang paling tahu dimana posisi Radit berada saat ini. Tetapi saat menjawab teleponku, dia bersikeras telah mengantarkan Radit ke hotel beberapa jam yang lalu.

“Radit belum kembali ke hotel, Pak. Saya sudah memastikan ke resepsionis, key card-nya belum diambil.”

“Mungkin Pak Radit makan malam di luar bersama temannya, Mbak.”

“Radit pasti memberitahu saya, Pak!” bantahku tegas. Lagipula tidak mungkin Radit makan malam sampai selarut ini. Kulirik lagi arloji di tangan kiriku, nyaris jam dua belas malam.

“Kita tunggu saja sampai besok pagi, Mbak. Saya akan membantu mencari Pak Radit kalau malam ini benar-benar tidak pulang.”

Aku mendengus. Mana bisa aku tidur nyenyak malam ini tanpa kepastian kabar darinya.

Lihat selengkapnya