Rabu Sore
14 Maret 2013
17.30
Aku meminta diantar ke Bontang Kuala sebelum menemui Bara di Tanjung Laut. Yuri mengabulkannya tanpa banyak tanya. Bontang Kuala merupakan perkampungan yang dibangun di atas laut. Sarana jalan umum, jalan gang, atau jalan yang menghubungkan rumah satu dengan yang lainnya berupa jembatan yang terbuat dari kayu ulin hitam. Jembatannya cukup kuat dan mampu dilewati oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Tetapi Yuri memilih memarkir Jeep-nya di luar perkampungan. Konon, dari perkampungan disinilah cikal bakal berdirinya Kota Bontang.
Ini kali kedua aku menginjakkan kaki di Bontang Kuala. Kali pertama sekitar enam bulan lalu, Radit mengajakku hunting foto sewaktu dinas di kota ini. Ada banyak wisata kuliner yang bisa dinikmati. Restoran dan kafe yang menyediakan menu masakan dan minuman khas Bontang berjajar di sepanjang sisi perkampungan. Radit begitu tergila-gila pada ikan bakar dan Sambal Gami. Aku sendiri cukup tertarik pada pisang gapit[1].
Di tempat ini, Radit bisa betah berlama-lama tanpa terlihat bosan sedikit pun. Dia seakan tidak pernah puas menjepretkan kameranya kesana kemari. Biasanya, setelah lelah memotret dia akan memilih tempat duduk yang menghadap ke laut. Menikmati pemandangan alam terbuka dan semilir angin dari arah laut lepas sambil menunggu matahari terbenam.
“Sepertinya kamu sudah jatuh cinta pada tempat ini,” Teguran Yuri membawaku kembali pada realitas. Aku tersipu, menggandeng lengannya untuk masuk ke salah satu kafe.
“Aku cemburu, kamu tahu?” guraunya pura-pura memberenggut. Aku hanya tertawa menanggapinya.
Kupilih tempat duduk yang dulu Radit pilih untuk menghabiskan sore disini. Yuri mengikuti. Dia duduk di sebelahku sambil menatap hamparan laut di hadapannya.
“Radit yang pertama kali mengajakmu kesini?” Dia menoleh padaku. Aku hanya tersenyum sebagai jawaban.
“As always ya, Sel? Kamu memiliki tempat-tempat kenangan yang romantis bersamanya,”
Aku langsung menegakkan tubuh. Merasa terganggu mendengar nada bicaranya.
“Jangan merusak suasana yang begini sempurna dengan sindiranmu itu, Yuri.” Aku sengaja memasang wajah tidak suka.
“Aku nggak menyindir, Sel. Faktanya memang begitu kan?” Dia terkekeh sambil membuang muka. Membuatku semakin gemas melihatnya.
“Oke, faktanya memang begitu, kamu puas?”
Yuri tertawa keras dan langsung menarikku ke dalam pelukan. “Ngambeknya jelek banget sih kamu?”
“Just enough, Yuri! Jangan membuat kita menjadi bahan tontonan!” Aku meronta, tetapi dia bersikeras untuk tidak melepaskan. Membuatku merasa jengah, apalagi beberapa pelayan mulai memperhatikan ke arah kami.
“Melepasmu itu hal paling nggak mungkin untuk dilakukan, my sweety!”
Aku nyaris tersedak air liurku sendiri mendengar gombalannya. “Lama-lama aku bisa muntah mendengar gombalanmu!”
Dia tergelak dan kali ini pelukannya sedikit mengendur. Aku langsung menggeliat dan berhasil melepaskan diri.
“Omong-omong, video dari Dharma sudah kamu pelajari, Sel?” Yuri memang paling pintar mencari pengalih yang tepat. Aku menggeleng, membuatnya meringis kecil.
“Setelah kamu selesai mempelajari video itu kita akan menganalisa informasi apa saja yang kira-kira bisa digunakan untuk membawa Jery ke penjara. Dan ingat, kita tidak boleh bertindak gegabah, Sel.” Katanya tanpa jeda.
“Karena bila kita tidak bisa mendapatkan bukti keterlibatannya pada kematian Radit, setidaknya kamu harus bisa menyelesaikan tugas terakhir Radit dengan membongkar skandal kredit fiktifnya.”
Aku tersenyum masam. Idenya terdengar tidak terlalu buruk. Tetapi jujur saja, sebenarnya aku sudah kehilangan minat untuk melanjutkan kasus itu. Biarkan saja perusahaan yang mengurusnya.
Yuri melambaikan tangan memanggil seorang pelayan. Dia memesan pisang gapit, kopi hitam tanpa gula untuknya, dan teh manis hangat untukku. Aku tahu dia sengaja tidak memesan makanan berat karena setelah matahari terbenam nanti kami akan langsung berpindah ke Tanjung Laut menemui Bara.