KULMINASI

Tri Wahyuningsih
Chapter #12

12. Kisah Niar

Kamis Malam

15 Maret 2013

19.00

Lebam di pipi Yuri sudah lumayan samar. Aku memakaikan concelar yang awalnya ditolak mentah-mentah olehnya. Kami akan menemui Niar di kafe tempatnya bekerja, jadi sangat tidak mungkin membiarkan sebelah pipinya membiru seperti lelaki korban KDRT.

Coffee Loffee, tadinya kupikir tidak ada yang istimewa dengan kafe yang terletak di pusat kota Balikpapan ini. Ternyata aku salah, baru malam ini aku menyadari sebuah keunikan dari kafe yang didesain dengan dominasi warna cokelat kayu dan menghadirkan suasana cozy bagi pengunjungnya. Barista peracik kopi disini mayoritas perempuan, padahal di tempat lain posisi itu lebih banyak didominasi oleh kaum adam.

Aku mendekat ke meja kasir, sementara Yuri kuminta menunggu di kursi sudut yang kosong. Aku memesan caramel macchiato dan espresso untuk Yuri. Fla yang kebetulan sedang menyerahkan gelas kopi hasil racikannya ke pengunjung langsung melambaikan tangan dan tersenyum lebar begitu melihatku. Dia menyenggol bahu Niar dan berbisik padanya. Perempuan berambut pirang yang tengah sibuk di depan coffee maker itu langsung berbalik dan menoleh ke arahku. Dia tidak terkejut sama sekali seolah memang sudah menduga kedatanganku. Bibirnya terbuka menggumamkan sebuah kata tanpa suara. Gestur tangannnya memintaku menunggu, dia ingin berbicara denganku. Aku mengangguk dan berjalan menghampiri Yuri. Kusodorkan espresso hangat ke depan mejanya, tanganku masih menggenggam caramel macchiato sambil sesekali melirik ke arah Niar.

“Ada yang ingin dia sampaikan padaku.” Dan sepertinya penting, karena tidak biasanya dia menyambutku dengan sikap yang terbilang ramah.

Tidak berselang lama Niar menghampiri meja kami. Dia menarik kursi di sebelahku dan mendudukinya. Tersenyum sekilas pada Yuri tanpa niat memperkenalkan diri sama sekali. Mungkin Niar memang bukan tipikal orang yang suka berbasa-basi.

“Dia datang kesini malam itu!” Katanya membuka pembicaraan.

Aku cukup terkesan dengan kemampuannya menebak maksud kedatanganku. “Bersama Kris!”

Aku terbeliak. Niar pasti mendapat informasi yang salah dari – entah siapa yang memberitahunya, karena malam itu dia sedang cuti.

“Kris sedang di Samarinda, aku menghubunginya sebelum datang kesini mencarimu.”

Niar menggeleng. “Fla tidak mungkin salah orang, percayalah!”

“Tapi Kris?” Aku ikut menggeleng kemudian melirik pada Yuri.

“Kris tidak mungkin membohongiku.” Suaraku pelan dan terdengar tidak yakin, bahkan oleh pendengaranku sendiri.

Niar hanya mengangkat bahu. Sementara Yuri seperti sengaja tidak mengacuhkanku. Dia menyesap espresso-nya berlama-lama. Aku mendesah. Teringat ucapan Bara kemarin malam. Informasi yang tidak sinkron antara dia dan Kris. Kalau ternyata benar, berarti ini kali kedua aku dibohongi Kris. Kuharap dia memiliki alasan yang tidak terlalu buruk untuk kedua hal itu.

“Apa aku bisa berbicara dengan Fla?”

“Dia sedang bekerja. Kalau kamu bersedia menunggu, aku akan memberitahunya.”

“Berapa lama?” Aku mencekal lengan Niar sebelum dia beranjak bangun. “Apa Radit dan Kris kesini untuk mencarimu?” Berondongku tidak sabar.

Niar melirik jam tangannya sekilas. “Shift kami selesai jam sembilan dan,” Niar menjawab pertanyaanku satu persatu. “Tidak, mereka mengobrol disini sekitar satu jam lalu pergi. Kurasa Fla sudah memberitahu mereka bahwa aku cuti sebelum mereka menanyakannya!”

Aku mengangguk. Kulepaskan cekalan tanganku dan Niar segera beranjak dari kursinya. Dia berbalik kembali sebelum melangkah pergi.

“Kupikir Kris bersamanya sepanjang malam itu, tetapi entahlah,” Niar mengibaskan sebelah tangannya ke udara. Kemudian memutar tumitnya dan berjalan menjauhi meja kami.

Dia kembali ke balik meja tinggi di depan sana, meninggalkanku dan Yuri yang hanya bisa tertegun memandanginya. Berusaha mencerna informasi yang baru saja kami terima.

Aneh rasanya mengetahui fakta bahwa orang terakhir yang bersama Radit malam itu justru Kris, bukan Dharma. Tetapi kenapa dia tidak memberitahuku? Apakah titipan teman yang dibeli Radit di Hero itu maksudnya titipan Kris?

Setelah Fla dan Niar menyelesaikan jam kerjanya, mereka langsung menghampiri meja kami. Aku hanya sempat berbicara sebentar dengan Fla karena dia sudah dijemput pacarnya. Tetapi tampaknya dia cukup meyakinkan. Bukan sekali dua kali dia bertemu dengan Kris, jadi benar yang dibilang Niar, tidak mungkin Fla salah orang.

“Apa malam itu Radit sama sekali tidak menghubungimu?” Aku bertanya hati-hati pada Niar setelah Fla pergi. Kalaupun benar malam itu Kris bertemu Radit, menurut Fla mereka hanya berada di kafe kurang lebih satu jam. Bisa saja setelah itu mereka memang berpisah dan Radit pergi menemui Niar entah dimana.

“Aku sudah memblokir nomernya!”

Aku mendesah. “Lalu pergi kemana kamu malam itu? Aku menunggu di depan kamar kost-mu semalaman.”

Niar mengedikkan bahu. “Aku menginap di rumah sakit. Pacarku kecelakaan, kamu bisa mengeceknya ke Rumah Sakit Siloam kalau tidak percaya.”

Lihat selengkapnya