KULMINASI

Tri Wahyuningsih
Chapter #13

13. Sudahi Saja

Kamis Malam

15 Maret 2013

23.00

Yuri tertawa mendengarku menceritakan ulang bagaimana pembicaraanku dengan Kris di restoran hotel tadi. Jeep-nya sampai berguncang-guncang. “Aku memang sudah lama mengenal Niar, makanya dia tidak memperkenalkan diri waktu melihatku di kafe tadi,”

Aku mengerutkan kening. “Tetapi tidak seperti yang Kris pikirkan, Sel. Aku tidak pernah terlibat pekerjaan dengannya.” Yuri kembali fokus pada jalanan di depannya. “Kami satu kelas waktu SMA dulu.”

“Dan kalian sempat dekat?” Tebakku yang langsung membuat Yuri terkekeh geli.

As you know, Sel. Dia itu pacarku yang ke seratus dua puluh sekian,”

Aku langsung menoyor kepalanya hingga dia tergelak. Memang butuh usaha keras untuk memisahkan Yuri dengan lelucon-lelucon garingnya yang selalu berhasil membuatku menahan tawa.

“Kamu tidak ingin memastikan ke Marsha?” Yuri bertanya setelah berhasil meredakan gelak tawanya. “Maksudku posisi Kris malam itu.”

“Aku akan menelponnya.” Langsung kucari nama Marsha di ponselku dan menekan tombol panggil. Dia menjawabku dengan suara berbisik. Sepertinya dia sedang berada di Masjid karena kudengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran pada backsound-nya.

“Akan kuhubungi sepuluh menit lagi, oke?”

Dia memutus sambungan telepon sebelum aku sempat menjawab. Sepuluh menit yang dijanjikan Marsha adalah satu jam waktu yang sebenarnya. Dia baru menghubungiku setelah aku sampai di kost Yuri. Berganti pakaian dan bersiap tidur.

Sorry, Seli. Tadi aku sedang mengikuti pengajian, apa kamu sudah kembali ke Jakarta?”

Aku menjawab belum, kemudian langsung menanyakan mengenai posisi Kris malam minggu lalu. “Dia di Samarinda, tentu saja!” Jawabnya yakin.

“Kamu bersamanya?”

Marsha tidak langsung menjawab, sepertinya dia tengah berusaha mengingat sesuatu. “Ya, aku bersamanya.”

“Kamu yakin?” Aku mendesaknya karena kudengar nada suaranya yang ragu-ragu.

“Ya, Seli.”

Aku menarik napas berat, sepertinya ada yang disembunyikan Marsha dariku. Tidak biasanya dia menjawab pertanyaanku dengan kalimat sepelit itu. Tetapi percuma juga mencoba mengorek sesuatu yang belum jelas. Apalagi sebenarnya aku pun tidak ingin mencurigai Kris. Dia teman baikku, salah satu rekan kerja yang cukup banyak membantuku selama ini. Dia juga satu-satunya orang yang sepemikiran denganku mengenai kematian Radit yang tidak wajar.

Akhirnya kusudahi pembicaraan dengan Marsha dan langsung merebahkan tubuhku di atas karpet. Menjadikan sebelah paha Yuri sebagai bantal untuk menyangga kepalaku.

“Jawaban Marsha membuatku semakin bingung, meskipun jujur saja aku merasa sedikit lega setelah memastikan Kris tidak berbohong kali ini.” Yuri hanya mendengus sebagai tanggapan. Meskipun kemungkinannya kecil, tetapi bisa saja Fla memang salah orang.

“Aku bukan bermaksud membela Kris,” Aku mendongak sambil mengusap pipi kiri Yuri yang masih tampak lebam. “Dia itu sebenarnya baik, Yuri. Hanya sedikit keras kepala dan agak tempramen memang.”

Lihat selengkapnya