Manusia itu benci dengan pembohong. Tetapi, mereka lupa kalau mereka sering mengatakan kebohongan juga.
"Hmm," Bela mengetukkan jarinya sambil melihat postingan tersebut.
"Lagi ngeliat apaan lu, Bel?"
"Ini Sil," Bela menunjukkan postingan tadi. "Kalo dipikir-pikir, bener juga, ya."
Sisil yang melihat postingan dari Bela tadi ikut mengangguk setuju.
"Eh, lu bosen ga? Jalan-jalan, yuk, ke mana gitu, kek."
"Berdua doang, Bel? Emangnya lu mau ke mana?"
Bela tampak berpikir sejenak. Seketika, ia menelpon seseorang dan menanyakan kesediaannya. Tidak lama mereka berbincang, panggilan itu ditutup oleh Bela.
"Udah, hehehe."
"Lu habis nelpon siapa, Bel?" Tanya Sisil penasaran.
"Gue ajakin si Lori tadi. Besok katanya dia bisa kalo mau jalan-jalan. Lu mau ikut ga, Sil?"
"Aduh, gue pengen ikut, sih, tapi gue takut ganggu kalian nanti."
"Apaan, sih, anjir," potong Bela. "Udah, ikut aja, Sil. Kasian juga Lori, biar dia ga sendirian mulu."
"Hmm, ya udah, deh. Tapi, nanti jangan sungkan-sungkan, ya, kalau ada gue, hehe," balas Sisil sambil senyum-senyum.
"Apaan, sih, orang biasa aja, wei."
"Iya, Bel, iya."
"Lu, tuh. Gimana sama si Raha? Ajakin aja dia sekalian."
Sisil menggeleng. "Engga, ah. Kayaknya dia sibuk, deh,"
"Sibuk apaan, anjir? Sibuk ngejar lu, ya? Cieeee," Bela tersenyum-senyum sambil menggoda Sisil.
"Apaan, sih, Bel. Udah lah, biarin aja. Lagian gue juga biasa aja sama dia."
"Yakin biasa aja, nih?" Tanya Bela sambil masih menggoda Sisil.
Sisil tidak menjawab pertanyaan Bela. Ia malah terdiam dan memainkan ponselnya, mengetikkan sesuatu, entah apa itu.
"Nih, lihat," Sisil menunjukkan ponselnya ke arah Bela. "Dia juga ga bisa kalo gue ajakin besok."
"Yah, sayang banget, ya," ujar Bela kecewa.
"Ya udah, sih ... Eh, gue mau balik dulu, ya. Besok bilangin ke Lori jemput gue di kos aja, ya."
"Okeee. Hati-hati, ya, Sil," Bela mengacungkan jempolnya dan kemudian mengantar Sisil sampai ke depan kosnya.
***
"Weh, Lori, gapapa nih, lu hari ini pergi? Ga ada kegiatan, kan, lu?" Tanya Bela ketika ia sudah berada di mobil Lori.
"Engga, ga ada, kok. Btw, ini kita mau ke mana?" Tanya Lori.
"Ga tau, tuh, si Bela. Lu ada ide ga, Bel?" Sisil menengokkan kepalanya ke Bela yang duduk di depan.
"Lah, ga tau, anjir. Terserah aja gue," jawab Bela singkat.
Lori menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau boleh dibilang, sejujurnya ia merasa bingung juga dengan tingkah mereka. Padahal mereka yang mengajak, tetapi malah tidak tau mau ke mana.
Alhasil, Lori yang memegang kemudi sepertinya harus mengambil inisiatif, mengingat Bela dan Sisil sepertinya tidak bisa diharapkan dalam penentuan tujuan ini. Ditambah, mereka malah asyik bermain ponselnya masing-masing. Lori hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua orang tersebut.
Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Lori membawa mereka ke sebuah tempat perbukitan yang di sana terkenal dengan berbagai macam kedai kopinya. Ditambah dengan pemandangan gunung yang bagus, serta udara yang sejuk, semakin menambah nikmat suasana tersebut. Sebuah tempat yang bagus untuk sekadar bersantai dan menikmati udara alam.
"Akhirnya sampe juga. Pegel banget gue," Bela turun dari mobil sambil meregangkan badannya. Sisil dan Lori yang melihatnya, cuma geleng-geleng saja. Padahal mereka cuma duduk doang.
"Eh, yuk, masuk. Cari tempat dulu yang enak," ajak Bela kemudian.
Setelah menempati meja di lantai paling atas, mereka segera memesan dan menikmati pemandangan tersebut. Yah, tidak bisa dibilang menikmati banget, sih, karena mereka lebih banyak memainkan ponselnya masing-masing. Sesekali, mereka mengambil foto, dan sudah pasti Lori yang diminta untuk memfotokan mereka.
"Hasilnya bagus banget, weh," ucap Bela sambil melihat hasil jepretan dari kamera ponsel Lori.
Sisil mengiyakan perkataan Bela tadi. Sedangkan Lori hanya bisa pasrah karena ponselnya lebih banyak dikuasai oleh Bela.
"Ih, ulang dong, Ri. Gue keliatan aneh banget di sini," Bela menyerahkan ponselnya Lori ke pemiliknya. Dan Lori hanya bisa pasrah menerima kenyataan kalau ia harus memfoto ulang mereka.
"Asyik, gini, dong. Nanti kirim ke gue, ya, Ri," Bela kembali menyerahkan ponselnya Lori setelah puas dengan hasil jepretan Lori yang kesekian kalinya.
"Iya, nanti gue kirim, deh. Ingetin, ya," balas Lori cuek.
"Lu pake hape apa, sih? Hasilnya kok bisa bagus banget?" tanya Bela lagi.
Lori menjelaskan ponselnya yang memiliki logo apel tergigit itu. Ia juga menjelaskan mengenai beberapa fitur kamera yang dimiliki oleh ponsel tersebut. Sisil hanya mendengarkan dari agak jauh, membiarkan Bela lebih berdekatan dengan Lori.
"Keren banget, weh. Apa gue ganti juga, ya?" Tanya Bela.
"Ya udah, ganti aja kalo gitu," balas Sisil.
"Ogah, ah. Duit dari mana, jir," jawab Bela.
Sisil dan Lori hanya menghela nafasnya. Tidak lama, pesanan mereka semua telah datang. Mereka menikmati pesanan masing-masing sambil mengobrol tentang banyak hal.
Yah, walaupun yang lebih banyak mengobrol adalah Bela dan Sisil, sedangkan Lori sepertinya telah terabaikan dan berubah menjadi pajangan di kafe tersebut.
Karena hawa yang cukup dingin, Lori berpamitan untuk ke WC terlebih dahulu. Hanya tersisa Bela dan Sisil di meja tersebut tanpa ada Lori.
"Eh, Bel, gimana kalo lu sama Lori aja? Cocok, tuh."
"Apaan, sih, Sil," jawab Bela sambil senyum-senyum.
"Yaa, coba aja dulu. Siapa tau dia juga suka sama lu."
"Lu aja, deh, Sil, gimana?"
"Engga, ah. Menurut gue, lebih cocokkan lu, sih."
Bela pura-pura cemberut. Sisil hanya tertawa dengan Bela yang sepertinya salah tingkah tersebut.
Tidak lama, Lori sudah kembali dari WC. Bela dan Sisil kembali seperti biasa, seolah percakapan barusan tidak pernah terjadi di antara mereka.
Setelah cukup lama mereka mengobrol, meski hidangan sudah habis sedari tadi, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang, mereka kembali mengobrol banyak hal. Dan sudah pasti Lori yang menjadi telinga ketika kedua orang tersebut sedang berbicara.
"Eh, Lori, ngomong-ngomong, lu lagi deket sama siapa sekarang?" Tanya Sisil tiba-tiba.
"Hah? Tanya Lori terkejut. "Engga, ga ada sama siapa-siapa, kok."
"Ah, bohong, ya, lu," ucap Bela kemudian.
"Dih! Beneran, kok."
"Hahaha, iya, iya, Ri. Santai aja, dong, ga usah marah," ujar Sisil menenangkan.
Perjalanan pulang tidak terasa hingga mereka sampai di kosnya Bela. Sisil juga turun di kosnya Bela karena ia masih ingin mengobrol dengannya. Lori kemudian pamit pulang, sembari Bela dan Sisil juga masuk ke dalam untuk beristirahat.
"Tuh, Bel, lagi ga sama siapa-siapa si Lori. Udah, langsung aja, ga usah malu-malu lagi," kata Sisil.
"Ih, apaan, sih, Sil? Udah, deh, lu kalo suka sama dia, ngomong aja. Gue ga masalah, kok."
"Yakin, nih? Jangan nyesel, loh, kalo nanti dia sama gue."
"Iya, ah," jawab Bela sambil sedikit marah.
"Hahaha, bercanda, Bel. Ga mungkin juga gue sama dia. Masa iya, gue ngambil dia dari sahabat gue sendiri?"