KUMCERPATI

Johanes Prasetyo Harjanto
Chapter #4

Wisuda

"Menurutmu, kalau ambil topik ini gimana? Kayaknya menarik, nih."

Deta menggeser laptopnya sedikit. Brian yang sedang asyik mengutak-atik handphone, menghentikan sejenak kegiatannya, lalu melihat ke arah laptop Deta.

"Lumayan banyak sih, yang udah pernah ngebahas ini. Tapi, aku rasa kalau fokus ke daerah sini, belom ada deh," lanjut Deta.

Brian yang dari tadi masih mengamati layar laptop Deta malah melihat ke atas, lalu kembali melihat ke layar laptop. Tidak lama, ia malah menggelengkan kepalanya, sambil sesekali menunduk. Deta yang melihatnya malah kebingungan, sebab sama sekali tidak ada tanggapan apa-apa darinya.

"Kamu jawab dong kalo aku nanya," kata Deta. "Ini ngapain malah senam, sih?"

Brian yang dari tadi menggerakkan kepalanya, akhirnya berhenti lalu kembali menatap Deta.

"Kalau udah banyak dibahas, kenapa kamu mau bahas juga?" Tanya Brian.

"Ya, kan tadi aku udah bilang. Belum banyak yang bahas itu di daerah sini."

"Tapi, sama aja kan? Kalau udah banyak dilakukan di tempat lain, siapa tahu hasilnya juga bakal sama aja kalau dilakukan di sini? Lagian, apa yang membedakan karakteristik orang-orang di daerah sana sama di sini?"

Mendengar itu, Deta terdiam. Ia kembali memandangi layar laptopnya sambil cemberut. Ia merasa idenya tadi bisa diterapkan. Selain cukup mudah, sudah banyak juga yang membahasnya, sehingga ia tidak perlu merasa kerepotan untuk mencari sumber.

"Besok aja diskusikan lagi dengan dosenmu. Beliau pasti punya banyak ide yang bagus," lanjut Brian.

Deta menghela nafasnya. "Ya udah, deh. Semoga beliau ga sibuk, ya, besok. Soalnya dari kemarin aku coba hubungi, beliau sering banget lagi pergi."

"Iya, gapapa. Harusnya, urusannya sih udah selesai, ya. Jadi, kalau kayak gitu bisa segera kamu kejar."

"Iya, deh. Aku takut aja ga selesai ini. Ngomong-ngomong, kamu sendiri gimana?"

"Masih nyari sumber referensi, sih. Semoga bisa cepet selesai, deh, ya."

"Ish, cepet banget. Tungguin, dong!"

"Hahaha, iya. Makanya, buruan kerjain. Biar nanti kita bisa wisuda bareng, ya."

"Janji?"

Brian mengangguk. Tentu Brian juga ingin wisuda bersama pacarnya sekarang, setelah tiga kali kelulusan dia tidak pernah berfoto bersama cewek manapun. Cerita cintanya sering sekali berakhir pada saat menjelang ujian akhir di setiap jenjang pendidikannya. Dan, semua dengan alasan yang sama, yaitu 'mau fokus ujian'.

Begitu juga dengan Deta. Ceritanya hampir mirip dengan Brian, hanya saja hubungan Deta sering kandas begitu ujiannya telah berakhir. Alhasil, Deta juga tidak pernah memiliki foto berdua yang dirasanya spesial; selain foto bersama kedua orang tuanya.

Beruntunglah bagi Deta dan Brian, keduanya adalah pasangan yang sangat cocok. Walau beberapa kali ada cekcok di antara mereka, tetapi, mereka selalu mampu menyelesaikannya dengan baik. Mereka juga saling mendukung satu sama lain. Sekarang, mereka memiliki tujuan yang sama; foto wisuda bareng.

"Eh, udah malem, nih. Cari makan dulu, yuk? Aku laper," ajak Deta.

"Hahaha, katanya mau diet, non. Batal, nih?"

"Bawel, ah. Otak ini udah perlu asupan nutrisi biar bisa berpikir jernih, tau."

Brian menggelengkan kepalanya. "Susah, ah, ngomong sama anak kedokteran. Dikit-dikit dihubungin ke anatomi. Dikit-dikit ke fisiologi. Ribet, ah."

"Hahaha, dia ngomong anatomi sama fisiologi dong," Deta menepuk pelan lengan Brian.

"Maaf, sis, lagian gara-gara siapa, ya, yang sering ngeluh setiap ngapalin 'anatomi'," balas Brian sambil menggerakkan jari telunjuk dan tengahnya bersamaan. "Kayaknya lama-lama aku juga bakalan hafal, deh, kalo kamu selalu ngomong kenceng-kenceng pas ngapalinnya."

"Ih, sombongnya. Coba sekarang aku tanya kalo gitu. Apa nama tulang paha?"

"Gampang itu," Brian menjentikkan jarinya. "Jawabannya humor."

"Kok humor?"

"Lha, iya. Kan itu, paha hahahaha," jawab Brian sambil tertawa.

Deta menggelengkan kepalanya sambil mencubit lengan Brian. "Nyesel aku nanya. Humormu lebih parah dari humor bapak-bapak malah."

"Hehehe, bercanda aja kali. Yuk, ah, jadi ga beli makan? Naik motor aja, ya."

"Okeee, pak. Oh, iya, aku abis makan sekalian pulang, ya. Tapi laptop kutinggal di sini dulu aja, abis makan baru aku ambil."

Brian mengacungkan jempolnya. Sesaat, mereka sudah berkeliling mencari tempat makan yang menurut mereka cocok untuk dimakan malam-malam begini. Setelah lama berkeliling, akhirnya mereka berhenti di warung bakmi yang terletak persis di sebelah kosnya Brian.

"Kalo ujung-ujungnya makan di sini, kenapa malah muter-muter segala, sih?" gerutu Brian.

"Tiba-tiba aku ngidam bakmi. Udah, ah, makan dulu. Kamu yang kayak biasanya?"

Brian yang langsung duduk, mengangguk dengan pertanyaan Deta barusan. Setelah Deta memesan untuk mereka berdua, tidak lama makanan mereka datang.

Selesai menyantap makan malam, mereka kembali ke kos Brian untuk merapikan barang-barang Deta.

"Aku pulang, yaa. Sampai ketemu besok di kampus!" ucap Deta setelah semua barangnya sudah dimasukkan.

"Ya elah. Buruan, naik. Gaya-gayaan pake pamit segala."

Deta hanya tertawa lalu segera naik ke motor Brian. Sudah menjadi kebiasaan Brian untuk selalu mengantar Deta kemanapun dia ingin pergi. Sekalipun mereka juga berbeda jurusan, tetapi Brian selalu menyempatkan diri untuk menjemput Deta setiap selesai kuliah.

"Daah! Hati-hati, ya, pulangnya. Kalo ada mobil, jangan lupa minggir!" Deta melambaikan tangannya ketika sudah sampai di rumahnya. Brian tertawa, lalu membalas lambaian tangan Deta. Tidak lama, Brian telah melesat untuk pulang ke kosnya.

***

Siang itu, di ruang dosen. Setelah melalui beberapa perdebatan dengan dosennya, Deta senang bukan main, karena penelitiannya berhasil disetujui. Bahkan, Deta langsung diminta untuk mengurus izin penelitiannya agar nanti tidak terhambat.

Tidak mau membuang waktunya Deta segera bertanya persyaratan mengenai izin penelitian dan langsung menyiapkan berkas-berkasnya yang sudah ada.

Saking semangatnya, Deta sampai lupa kalau siang itu ada kuliah. Alhasil, siang itu dia bolos, dan baru menyadarinya ketika dia sudah selesai menyiapkan persyaratan yang diminta.

Seolah tidak peduli dengan absensinya, Deta segera mengabari Brian lewat telepon.

"Ya, beb?" tanya Brian ketika telepon itu sudah diangkat.

"BRIIIAANNN! Aku seneng banget, gila! Akhirnya dosenku udah ngasih persetujuan, terus aku langsung ngurus izin penelitiannya, deh! Aaaa, seneng banget!"

"Hehehe, kan, ku bilang juga apa. Ngomong-ngomong, ini kamu di mana? Aku nungguin di parkir fakultasmu, nih."

"Oh, iya, hehehe ..."

"Deta?"

"Aku langsung pulang tadi ... lupa kalo ada kuliah," Deta malah cengar-cengir.

"Ya elah, pantesan aja, dari tadi orang-orang udah pada bubaran, kamu ga nongol-nongol. Ada yang bisa aku bantu lagi?"

"Ga usah, gapapa. Aku juga udah selesai ngurus semua persyaratannya, sih. Paling nanti kalo udah jadi, aku mau ke puskesmas terdekat untuk minta data gitu."

Lihat selengkapnya