KUMCERPATI

Johanes Prasetyo Harjanto
Chapter #5

Pengganti

Di hadapan laptopnya, ia sedang asyik membaca. Di pojok kampus yang rindang, sepi adalah temannya ketika berlatih. Kini, ia kembali membaca ulang, sambil mencoba melafalkan dari tulisan yang ada.

"GIOOOOO!"

Seseorang datang dari belakang dan menepuk pundaknya. Sontak saja hal tersebut membuatnya terkejut, dan menoleh ke orang yang tanpa malu langsung duduk di sebelahnya itu.

"Kamu lagi ngapain?" Tanyanya tanpa basa-basi.

"Tasya ..."

"Ya?"

"Bisa, ga, sih. Sekali aja. Tolong banget. Jangan ngagetin gue kayak begitu. Lu emangnya mau, kalo semisal tiba-tiba ada foto gue warna hitam putih kesebar di semua sosmed?"

"Hah? Foto hitam putihnya kenapa?"

"Nyetak warna biasa mahal. Pake tinta hitam putih biar lebih murah," jawab Gio sedikit kesal.

"Hehehe, bercanda, ah, Gi."

Gio tidak memperdulikan Tasya yang terus cengar-cengir begitu. Ia berusaha kembali fokus ke laptopnya, menyelesaikan apa yang sempat ditundanya gara-gara dikagetin barusan.

Sayangnya, sekeras apapun Gio berusaha, usaha itu hilang entah kemana. Satu, karena belum sepenuhnya mempraktikkan. Kedua, gara-gara perhatiannya teralihkan tadi. Alhasil, sekarang dia cuma bengong menatap layar laptopnya.

"Kamu lagi ngapain, sih?" Tasya melirik ke arah laptop Gio.

"Ini, lagi baca naskah."

"Oooo," Tasya menganggukkan kepalanya berkali-kali, "Emang, kapan pentasnya?"

"Besok."

"HAH?!" Tasya berteriak kencang, hingga membuat Gio mengelus telinga kanannya.

"Hahaha, ya kali besok. Minggu depan, sih, pentasnya. Cuma, aku tetep perlu nyicil baca, sebelum latihan lagi. Soalnya, kali ini Kak Tobi sutradaranya, jadi, harus bener-bener bagus."

"Wihh, Kak Tobi, ya. Pasti keren, sih, kalo dia yang ngurus dramanya."

"Iya, makanya. Terus, dari hasil casting, aku jadi cadangan pemeran utama, sih. Yah, sebetulnya ga masalah, toh, kan, aku ini yang buat naskahnya. Jadi, tugas utamaku sebenarnya, ya, ngatur para pemainnya.

Tasya mengangguk setuju. Gio kembali berusaha fokus ke laptopnya, namun, tetap tidak ada kemajuan sama sekali.

"Ngomong-ngomong, kamu ngapain di sini?" Tanya Gio setelah tidak lagi merasa fokus.

"Gabut, hehe ..."

Gio memperhatikan Tasya dengan tatapan menyelidik. Melihat Gio yang kayak begitu, Tasya malah menjadi salah tingkah.

"Udah, ah, jangan diliatin terus. Awas nanti suka, loh."

"Yee, bisaan, aja."

"Eh, tapi, kok kamu bisa-bisanya, sih, cuma jadi pemeran cadangan? Harusnya, kamu cocok jadi pemeran utamanya, sih. Dulu, pas kamu main drama yang awal tahun, itu bagus banget, loh. Padahal katamu, itu yang pertama kali, kan?"

"Hehehe, ya, gimana, ya. Bakat."

"Huuuuu," Tasya memajukan bibirnya berpura-pura meledek Gio.

"Jadi, sebetulnya kenapa, Tas?"

Ketika sudah ditanya begitu, runtuh semua pertahanan Tasya. Ia menyandarkan lengannya di meja, lalu tiduran dengan bantal tangannya.

"Soal dia lagi?"

Tasya mengangguk pelan. Gio tersenyum ketika melihat Tasya yang seperti itu.

"Kali ini, kenapa?" tanyanya lembut.

Tasya memalingkan wajahnya dari Gio. Kalau sudah seperti itu, tidak ada yang bisa dilakukan Gio selain menunggu Tasya sendiri yang bicara. Gio tau, Tasya adalah orang yang tidak suka untuk dipaksa. Apapun itu. Jadi, sembari menunggu, Gio kembali mencoba untuk membaca lagi naskahnya.

"Aku putus lagi, Gi," Akhirnya Tasya berbicara.

Gio menengok ke arah Tasya. Kali ini, Tasya juga melihat ke arah Gio.

"Baru beberapa hari lalu, sih. Dan, juga, emang pas ga ada masalah apa-apa. Terus, akhirnya putus."

Ada perasaan berdebar dalam dada Gio. Meski sudah cukup sering mendengar cerita yang sama, kali ini, perasaan itu terasa berbeda.

"Aku capek, Gi. Kayak gini terus, rasanya bikin aku males buat cinta-cintaan lagi," lanjut Tasya.

Gio menghela nafasnya. Berusaha memahami cerita Tasya dengan pacarnya yang sekarang. Seseorang yang mampu memenangkan hati Tasya, di saat yang lain tengah berjuang begitu keras. Termasuk di dalamnya adalah Gio. Tapi, tidak pernah sekalipun ia menunjukkannya ke Tasya.

Ini bukanlah kali pertama Gio menghadapi yang seperti ini. Dengan orang yang sama, sudah tidak terhitung berapa kali Tasya selalu mencari Gio ketika ia sedang mengalami masalah dengan pacarnya. Perkara putus ini juga sudah menjadi salah satu agenda mereka setiap kali mereka bertemu.

Gio hafal betul setiap masalah Tasya dengan pacarnya. Gio juga orang pertama yang tau ketika mereka sedang tidak baik-baik saja. Dan, Gio juga lah yang selalu menemani Tasya ketika ia sedang terpuruk dengan masalahnya. Termasuk masalah putus dengan pacarnya seperti sekarang ini.

"Ya, udah. Nanti aku coba ngomong sama dia, ya," jawab Gio lembut sambil tersenyum.

"Ga usah, Gi. Mungkin, emang ada baiknya kalo aku ga berhubungan dulu sama dia," Tasya kembali menyandarkan kepalanya di meja, sambil melihat ke arah Gio. Gio hanya tersenyum dengan jawaban Tasya.

"Kadang, aku tuh heran sama kamu, Gi," lanjut Tasya kemudian.

"Kenapa?"

"Kamu, tuh, baik, iya. Pinter, iya. Terus, kalo main drama di panggung, karismamu juga jadi beda banget. Bahkan, sekalipun kamu bukan jadi yang utama, kamu itu mirip banget sama pemeran utamanya. Mungkin orang yang pertama lihat, bakalan bingung bedain mana pemeran utamanya kalau kamu yang main, deh."

"Hooo," Gio mengangguk ketika mendengar penjelasan Tasya. "Jadi, kamu bingungnya di mana?"

"Kok, kamu masih betah sendiri, sih? Mau aku kenalin ke temenku yang jomblo juga? Siapa tau, ada yang cocok."

"Hahaha, ga usah, Tas. Lagian, begini-begini, juga, aku udah ada orang yang aku suka."

"Serius?! Kok kamu ga pernah cerita? Siapa, Gi?"

"Rahasia. Hehe."

"Huuu, ga asyik, ah, mainnya rahasia-rahasiaan. Tapi, nanti kamu bakal ngasih tau, kan?"

"Kalo lagi mood, ya."

Tasya berdecak sambil memukul pelan lengan Gio yang malah asyik tertawa. Ketika sedang asyik bercanda, tiba-tiba ponsel Gio berbunyi. Begitu terlihat notifikasinya, buru-buru Gio membuka dan membalasnya.

"Dari siapa?" Tanya Tasya penasaran.

"Kak Tobi. Dia minta besok buat latihan lagi."

"Cepetnya ... emang kamu udah hafal?"

Gio menepuk dadanya dengan bangga. "Bukan Gio namanya, kalau ga hafal. Kan, aku sendiri yang buat naskahnya juga, hehe."

"Hehehe, semangat, Gio!"

Sore itu. Di salah satu pojok kampus. Gio kembali melanjutkan pembacaan naskahnya. Sedangkan Tasya ikut menemani Gio, sambil membawakannya beberapa camilan dan minuman untuk mereka berdua.

***

"Baik, teman-teman sekalian. Mengingat pentasnya minggu depan, maka, gue minta kita latihan dengan serius, ya," ujar Kak Tobi yang memberi pesan sebelum mereka berlatih hari itu. "Dan, satu lagi ... mendadak gue dikabari, kalau Ryan sakit."

Lihat selengkapnya