"Oi, Liam, kisut bener itu muka, gimana kalau gue kenalin sama cewek aja?"
"Emang ngaruh Hans?"
"Kalo cocok, ya, harusnya ngaruh, sih, Mike," ujar Hans.
Begitulah laki-laki, topik obrolannya saat mengobrol dengan teman-temannya tentu tidak jauh dari hal-hal seperti olahraga, wanita bahkan hingga hal-hal berbau dewasa.
Salah satunya adalah saham.
Hal ini juga berlaku untuk Hans, Liam dan Mike, tiga orang yang sudah berteman cukup lama semenjak awal masuk di perguruan tinggi. Pertemanan mereka semakin erat karena memiliki suatu kesamaan yang tidak pernah mereka banggakan, yaitu menjadi seorang jomblo.
"Hans, muka Liam udah kayak centong nasi gitu. Mau dikasih gimanapun, kayaknya ga akan ngaruh, sih," jawab Mike yang diiringi dengan tawa Hans dan Mike. Sedangkan Liam hanya mengepalkan tangannya ke arah mereka.
"Tapi, serius. Mau, ga?" Tanya Hans lagi.
"Emang ada?" Liam bertanya penasaran.
"Ada gue. Nih, fotonya kalau ga percaya." Hans menunjukkan foto seseorang dari handphone-nya.
Mike dan Liam berebut melihat foto yang disodorkan oleh Hans. Seketika terlihat rona berseri di wajah mereka berdua.
"Mau kenalan?" Tanya Hans.
"Wah, cakep juga temen lu. Ini cocok banget sih buat lu, Li! Sikat udah!" ucap Mike sambil menepuk pelan pundak Liam. Liam mengangguk-angguk sambil tersenyum kecil.
"Serius, nih? Siapa namanya?" Tanya Liam sambil masih memandangi foto tadi.
"Lu beneran serius ga, nih? Kalo serius, gue kasih tahu. Tapi kalo nggak, mendingan jangan. Kasihan dia, sering banget dimainin sama yang deketin dia. Atau ga, malah ditinggalin tanpa alasan yang jelas. Jadi, andaikan dia harus mengalami jatuh cinta lagi, gue harap dia bakal sama yang bener-bener serius."
Hans memandangi wajah Liam dengan serius. Ia berharap bahwa temannya ini tidak seperti orang kebanyakan, yang pergi tanpa alasan atau hanya sekadar menjadikannya permainan.
"Secantik ini malah dimainin terus? Gila!" Liam mengucap tidak percaya. Hans mengangguk, masih dengan tatapan serius. Sedangkan Mike masih asik menyedot minuman yang hanya tersisa es batu saja.
"Oke, tenang aja. Kebetulan gue juga lagi mau nyari, sih. Siapa nama temen lu ini?" Tanya Liam.
"Maya," jawab Hans singkat. "Tuh, kontaknya udah gue kasih di chat lu. Nanti kalo ditanya, bilang aja dapet dari gue. Kebetulan dia sekampus sama kita, cuma beda jurusan aja."
"Oke, aman. Terima kasih, Hans. Kalo gitu, gue cabut dulu. Doain berhasil, ya!"
Segera setelah itu, Liam langsung pergi dengan motornya. Sementara Mike dan Hans masih berada di tempat masing-masing, dengan mulut komat-kamit yang entah mendoakan keberhasilan Liam atau kesal karena langsung ditinggal begitu saja setelah Liam mendapat kontak seorang wanita.
***
Enam bulan tidak terasa sejak Hans memberi kontak Maya ke Liam. Sudah beberapa kali pula Liam dan Maya kepergok ketika pergi berduaan. Walau itu sekadar mencari makan, menonton film, ataupun hanya jalan-jalan saja. Menurut rumor yang beredar, belum lama ini mereka telah resmi berpacaran.
Liam menepati janjinya kepada Hans untuk serius dengan Maya. Hal tersebut menjadi suatu kabar yang ingin segera ia bagikan dengan kedua temannya dengan cara mendadak datang ke tempat tongkrongannya, bersama dengan Maya.
"Eh, Maya, apa kabar?" Hans berdiri menyambut Maya, saat melihat Liam dan Maya yang datang bersamaan. Mike hanya cengar-cengir tipis saat melihat Maya yang asli, yang ternyata lebih cantik dibandingkan foto yang dulu ditunjukkan oleh Hans.
"Baik, kok. Kamu gimana? Sudah dapat sama yang itu?" Tanya Maya.
Hans menggeleng. "Ga jadi, deh, kayaknya. Eh, ngomong-ngomong, kamu habis pergi dari mana? Kok ini bisa ada jin ikut di belakangmu?"
"Kurang ajar. Baru datang, sapa dulu, kek, atau apa gitu. Ini malah dicuekin." Liam mengepalkan tangannya ke arah Hans. Mike tadinya ingin ikut mengejek Liam, tetapi, ia lebih memilih untuk menjaga citranya di depan Maya.
"Tumben, main ke tongkrongan, nih? Dari kemarin dicariin absen mulu. Pas datang, langsung bawa cewek. Mana cakep banget lagi ceweknya." Hans memukul pelan lengan Liam. Meski pelan, Liam malah mengaduh kesakitan. Maya hanya tertawa saat melihat itu, sedangkan Mike malah bengong, entah apa yang dia pikirkan.
"Udah pada pesen?" Tanya Liam, tidak menghiraukan pertanyaan Hans tadi.
"Asik, traktiran, nih, ceritanya?" seketika Mike tersadar dari lamunannya.
"Hehehe, sesekali. Kasian juga kalian, muka-mukanya kisut begitu," balas Liam.
Malam itu, mereka kembali berkumpul setelah sekian lama tidak bertemu. Liam memang benar-benar menghilang semenjak perkenalannya dengan Maya, sehingga hanya tersisa Mike dan Hans di tempat nongkrong rutin mereka.
Walaupun sudah lama tidak saling berjumpa, obrolan mengalir begitu lancar di antara mereka, meski ada Maya yang ikut duduk di sana.
"Oh, ya, May, gimana sama program pertukaran pelajarnya? Udah tembus?" Tanya Hans berusaha untuk mengikutkan Maya dalam obrolan mereka.
"Udah. Bulan depan bakal berangkat, nih," jawab Maya.
"Wah, bakal LDR, dong?"