Pesta seharusnya menjadi sebuah acara yang menyenangkan. Namun, tidak untuk orang itu. Di tengah meriahnya pesta, ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja, meski sebenarnya, ada kekosongan yang sedang mengisi perasaannya.
Matanya lirih melihat banyaknya pasangan yang berfoto bersama di akhir acara. Sebisa mungkin, meski terlihat enggan, ia berusaha untuk menunjukkan rona bahagia ketika ada teman-temannya yang mengajaknya berfoto.
Namun, dari banyaknya yang mengajak foto, ia hanya berharap pada satu orang yang akan menemaninya di hari terakhirnya menjadi siswa SMA.
"Asal itu kamu, Na. Aku mau."
Ia memandangi sekelilingnya. Melihat banyak wajah bahagia yang tampak dari teman-temannya yang sedang merayakan pesta kelulusan mereka. Pesta kelulusan menjadi pertanda akan perpisahan yang terjadi setelah ini. Meski sebetulnya, ia bingung bagaimana cara untuk merayakan perpisahan dengan berpesta.
"Heh, Sena, sedih amat muka lu. Masih mikirin dia?" Tiba-tiba ada orang yang menepuk pundaknya.
Sena segera menengok ke orang tersebut. "Eh, Sur! Lu kenapa sih, demen banget ngagetin orang? Untung gue sehat, ya. Kalo gue jantungan, bisa pindah nih jantung ke deket ginjal!"
"Hahaha, santai aja, Sen. Lu ga sendirian, kok."
"Iya, Sur. Kayaknya cuma kita doang ya, yang agak ngenes gini. Tuh, liat," Sena menunjuk ke arah teman-temannya yang sedang asyik berfoto dengan pacar mereka masing-masing. "Lu kapan, Sur?"
"Lu sendiri kapan, Sen? Masa mikirin dia mulu? Move on, dong!"
Kedua orang itu hanya tertawa. Menertawakan keadaan mereka yang sama-sama jones alias jomblo ngenes. Yang satu karena masih berharap pada orang yang sama, sedangkan yang satu lagi karena tidak dapat-dapat. Sungguh kompak nasib mereka.
"Udah, mending kita siap-siap aja. Besok kan mau berangkat ke Bali," kata Surya.
"Oh, iya. Sampe lupa gue. Besok pagi gue hubungi lagi pihak turnya, deh. Thanks, Sur, udah diingetin."
"Yoi. Eh, kira-kira, besok dia ikut, ga?"
Sena mengangkat kedua bahunya. Selain acara perpisahan di sekolah, angkatan mereka juga akan mengadakan jalan-jalan bersama. Siapapun boleh ikut, termasuk beberapa teman angkatan mereka yang sebelumnya telah keluar dari sekolah.
Rencananya, mereka akan berangkat besok sore dengan menggunakan bis. Mereka bekerja sama dengan pihak tur, sehingga beban panitia pelaksana jalan-jalan menjadi berkurang karena mereka lebih banyak terima jadi saja.
"Semoga aja ada keajaiban yang terjadi," gumam Sena dalam hati.
Malam itu, Sena tidak mampu untuk terpejam. Entah karena rasa senang dalam hatinya yang tidak sabar untuk besok pergi ke Bali. Atau karena mengharapkan sesuatu yang tidak pasti akan terjadi. Tidak ada yang tahu apa yang Sena pikirkan saat itu. Bahkan termasuk Sena sendiri.
***
"Semuanya udah kumpul?" Tanya ketua panitia.
Sena melihat keadaan di sekitarnya untuk memastikan tidak ada lagi yang tertinggal. Setelah itu ia memastikan lagi dengan susunan acara yang dari tadi dipegangnya.
"Harusnya aman, sih. Tiap koordinator bis udah aku briefing juga untuk absen orang-orang yang ada di bisnya. Habis itu kita bisa langsung berangkat, deh," jelas Sena.
"Oke. Final check lagi, ya. Lima menit lagi kita berangkat, biar ga kemalaman sampai di tempat makannya."
"Siap, bos. Laksanakan!"
Sena kembali memeriksa di tiap bis yang sudah terparkir rapi di lapangan sekolah mereka. Total ada 4 bis yang mereka gunakan untuk perjalanan ke Bali. Meskipun tiap bis sudah memiliki koordinatornya, tetapi, Sena tetap harus memeriksa ulang untuk memastikan bahwa jumlah peserta yang berada di bis sesuai dengan data yang sudah disetor sebelumnya.
"Aman, bro? Udah lengkap semua kan di sini?" Tanya Sena saat memeriksa bis terakhir.
"Sip, aman. Bisa langsung jalan abis ini?"
Sena mengangguk. Karena semua bis sudah diperiksa, ia akan kembali menuju bisnya yang berada di paling depan. Namun, saat hendak akan turun, Sena melihat seseorang yang ia kenal sedang asik tertawa di kursi bagian belakang.
"Hoi, Sena, ayok turun! Itu Mas Roni udah nyariin lu di bis depan!" Tiba-tiba Surya memanggil dari bawah.
"Eh, Sur. Iya, udah lengkap semua kok. Bisa langsung jalan kita," jawab Sena sambil terburu-buru menuju bisnya.
"Lama banget, sih, di bis belakang. Ada apaan emang?"
Sena menggeleng pelan. "Gapapa, kok. Bukan masalah, hehe. Mas Roni, semua udah siap, kita jalan sekarang, ya!"
Dalam hatinya, Sena masih berusaha meyakinkan dirinya kalau ia memang tidak salah lihat. Seseorang yang ia kira tidak akan pernah bisa ia temui lagi, kini malah kembali hadir. Seseorang yang pernah membuatnya pernah begitu bahagia. Seseorang yang bagi Sena telah mengajarkan bahwa bahagia itu tidak akan berlangsung selamanya.
Sepanjang perjalanan, Sena lebih banyak diam. Ia memandang keluar jendela sambil sesekali menanggapi obrolan teman-temannya. Tetapi, jauh di hatinya, sudah tentu ia merasa sangat girang.
Sena sudah membayangkan apa saja yang akan dilakukannya nanti setelah sampai di Bali. Sena juga memikirkan, apakah mengajaknya nanti adalah keputusan yang tepat? Ia melihat ke arah teman-temannya yang sedari tadi masih asyik mengobrol.
Tak mungkin ia menanyakan masalah ini ke mereka. Karena Sena takut kalau mereka tidak bisa menerimanya, seperti Sena yang akan selalu menerimanya.
Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya rombongan itu sampai ke sebuah tempat makan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, sehingga semua peserta turun dari bis dan segera menuju ke tempat yang sudah disediakan. Sena memilih untuk masuk terakhir, memastikan kalau semua teman-temannya sudah masuk terlebih dahulu.
"Sen, ayo makan. Nanti keburu habis, loh," kata Surya setelah mencuci tangannya.
"Iya, Sur. Ini mau ke sana juga kok."
"Btw, Sen ...."
Surya tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menunjuk ke suatu arah dengan kepalanya. Sena mengikuti arah kepala Surya dan melihat dengan seksama apa yang dimaksud oleh Surya.
"Mantap, ya, Sen," lanjut Surya sambil mengacungkan jempolnya.
Sena hanya tersenyum sambil mengangguk. Ia segera menuju ke tempat makan yang telah disediakan secara prasmanan. Surya yang sebelumnya telah mengambil makanan, berjalan menuju mejanya, diikuti Sena yang baru saja selesai mengambil makanannya.
Setelah makan malam, perjalanan kembali dilanjutkan. Karena sudah cukup malam, dan untuk sampai di Bali juga sepertinya masih cukup lama, sebagian besar dari mereka memilih untuk tidur. Tak terkecuali Sena, yang sudah berusaha berkali-kali tidur sambil duduk, tapi selalu tidak berhasil karena terus-terusan diganggu oleh Surya.
Alhasil, Sena baru bisa tidur sekitar pukul 3 pagi. Itu pun setelah melewati penyebrangan di laut karena Surya tertidur setelah minum antimo akibat mual.
Pagi itu, tak terasa rombongan mereka telah sampai di Bali. Tujuan pertama mereka adalah Tanah Lot. Mereka diberi waktu sekitar 2 jam untuk turun dan menjelajahi pantai di Tanah Lot.
Karena lelah dengan perjalanan, Sena tidak berkeliling terlalu jauh seperti teman-temannya yang lain. Sesekali ia ikut berfoto bersama dengan teman-temannya, dan tidak lupa mengajak seseorang untuk berfoto berdua saja. Meski di tengah-tengah itu, Sena masih saja mencarinya, namun, ia tidak lagi tampak.
Cukup lama Sena berada di pinggiran pantai, ia memutuskan untuk kembali di bis. Dilihatnya Mas Roni sedang mengobrol dengan empat orang yang baru saja dilihat Sena. Tiba-tiba, Mas Roni memanggil Sena untuk ikut berkumpul bersama mereka.
"Nah, Sena, kenalin. Mereka yang akan memandu kita selama perjalanan di sini. Silahkan, kenalan dulu," jelas Mas Roni sambil memperkenalkan empat orang tersebut.
"Sena," ujar Sena ramah sambil melempar senyum. Keempat orang tersebut membalas senyum Sena, sambil memperkenalkan diri mereka masing-masing.
"Oh iya, Sena, sebentar lagi kita mau berangkat. Kamu ke bagian pengumuman, ya, bilang segera berkumpul kembali di tempat parkir bis," kata Mas Roni.
Sena mengangguk. Ia menelpon salah seorang koordinator bis lain dan meminta untuk ke bagian pengumuman. Tidak lama setelah itu, rombongan sekolah mereka mulai berdatangan ke parkir bis dan masuk ke bis masing-masing.
"Habis ini acaranya apa, Mas?" Tanya Sena sambil menunggu teman-temannya masuk ke dalam bis.
"Nanti ke tempat oleh-oleh pertama dulu, terus Bedugul sekalian makan siang, terus ke tempat oleh-oleh kedua sekalian makan malam, baru bisa check in hotelnya, ya."
"Siap, Mas. Ini teman-teman kayaknya udah pada masuk semua, bisa jalan sekarang?"
Mas Roni mengacungkan jempolnya. Setelah kembali memastikan bahwa semua teman-temannya sudah berada di bis masing-masing, rombongan tersebut kembali berjalan menuju destinasi berikutnya.
Sekarang, di masing-masing bis telah bertambah satu penumpang, yaitu orang-orang yang tadi Sena temui bersama dengan Mas Roni. Mereka adalah pemandu lokal yang akan menemani perjalanan Sena dan teman-temannya selama di Bali.
"Halo, semuanya!" Kata pemandu yang berada di bis Sena. "Selamat datang di Pulau Bali! Senang sekali menyambut teman-teman di sini. Perkenalkan nama saya was wes wos was wes wos. Tapi, panggil saya, Bli."