Cinta adalah suatu hal yang boleh kukatakan cukup rumit. Mungkin tidak bagi beberapa orang, namun untukku, itu tetap saja aneh. Bagaimana seseorang bisa jatuh cinta? Apa yang membuat mereka bisa menyukai orang lain?
Atau, mungkinkah seseorang akan tetap cinta, meski ia telah disakiti berkali-kali? Aku tidak tahu. Sungguh cinta itu rumit, walau memang ada sisi menyenangkannya juga.
Sama seperti aku yang selalu berusaha untuk mendapatkanmu. Berbagai cara telah aku lakukan untuk setidaknya memperoleh perhatianmu. Atau setidaknya, kamu menyadari kehadiranku di sini. Melihat ke arahku, mengetahui ada seseorang yang dengan tulus mencintaimu, tanpa melihat kurangmu. Aku yakin, kalau itu adalah aku orangnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, harus berapa lama aku mengejarmu? Harus berapa lama aku berharap agar setidaknya kamu menyadari kehadiranku? Apa yang harus kulakukan untuk bisa membuat kamu menjadi seseorang yang juga mencintaiku? Tolong katakan padaku.
Berbagai upaya telah kulakukan. Aku mengikuti hampir semua saran dari temanku. Mulai dari mengajakmu chatting, makan bersama, nonton film, pergi jalan-jalan, membelikan barang, merawatmu ketika sakit, menemanimu ketika sendirian, dan berbagai hal lainnya. Lantas, apakah ada yang kurang dari semua yang telah kulakukan untukmu?
"Gue ga pernah tahu, kalau selama ini lu ngejar gue."
Aku tercengang. Sedangkan teman-temanku hanya tertawa mendengar jawabanmu itu.
"Tuh, Rehan, dengerin. Pergerakan bawah tanah yang sering lu banggain buat deketin si Mai, malah ga berhasil, kan. Lu galinya kedaleman, sih," sahut Kris.
"Tau, lu. Sok-sokan gerakan bawah tanah, eh, yang ada lu malah kelelep deh," sambung Darma.
"Udah, wei, kasihan Rehan tau," timpal Anya.
"Eh, lu jomblo dari zigot aja, sok-sokan nasehatin gue," kataku kemudian kepada Darma. Kami semua tertawa, kecuali Darma.
Pada suatu malam ketika kami sedang berkumpul bersama, terkadang topik tersebut muncul pada obrolan-obrolan yang tak sengaja keluar.
Semenjak aku yang telah cukup lama menyerah untuk mendapatkanmu, malah akhirnya membuat kita menjadi dekat secara tidak sengaja. Suatu kebetulan yang menyenangkan, kurasa?
Tapi, mungkin akan lebih menyenangkan jika status di antara kita bukanlah hanya sekadar teman.
"Tapi, kalo lu dikasih kesempatan lagi, mau ga?" Tanya Kris tiba-tiba.
Aku melihat ke arahmu. Dan kamu tampak tersipu saat mendengar pertanyaan tersebut.
"Nah, iya. Kalo misal si Mai buka hati buat lu lagi, kira-kira lu mau ga?" Sambung Anya setelah mendengar pertanyaan Kris barusan.
Aku masih melihat ke arahmu. Kamu masih saja tersipu malu, sambil sesekali tersenyum. Aku melihat pipimu sedikit memerah. Mungkinkah ini sebuah harapan untukku?
"Waduh, gimana, ya," kataku sambil kebingungan.
Tapi, kalau boleh dikatakan sejujurnya, jelas saja aku mau. Setelah apa yang kulakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil, mungkin ini adalah kesempatan untukku memperbaikinya; dan kesempatanku untuk mendapatkanmu.
"Lu sendiri gimana, Mai?" Tanyaku ke Mai untuk sedikit mengurangi rasa gugupku.
"Lah, kok tanya gue?" Mai malah balik bertanya. "Hahaha, coba dulu aja. Emang lu masih suka gue?"
"Kalo iya, gimana?"
Aku melihatmu yang malah tertawa dengan gemasnya. Pipimu juga terlihat memerah saat itu. Entah kamu menertawakan rasa yang kupunya, atau kamu tertawa untuk menutupi rasa gugup ketika mendengar jawabanku tadi.
Sebetulnya, aku bertanya seperti itu hanya untuk mengurangi rasa kagetku. Sebab, dalam hati, aku telah yakin kalau kamu memang tidak akan pernah bisa menjadi milikku. Aku hanya mengikuti alur permainan yang diciptakan oleh keisengan teman-temanku ini, yang selalu saja menjodohkanku denganmu, bahkan setelah aku tidak lagi berusaha mendapatkanmu.
Hanya karena aku dulu pernah mempunyai rasa kepadamu, bukan berarti rasa itu akan langsung hilang setelah aku berhenti mengejarmu.
"Asyik, mantep, nih. Nanti kalo udah jadi, kabar-kabar, ya," kata Anya kemudian. Kris dan Darma mengangguk setuju.
Dalam hati, aku mengamini semuanya itu. Seketika, itu membuatku yakin, kalau kesempatan kedua akan datang, meski akan terasa lebih sulit. Apabila memang benar ini kesempatan kedua, tentu aku tidak ingin menyia-nyiakannya.
Aku berharap, pada kesempatan kali ini, kamu benar-benar kudapatkan, sehingga terbayar sudah semua usahaku selama ini untukmu.
Malam semakin larut, dan kamu memutuskan untuk pulang. Tentu saja, aku juga akan ikut pulang kalau begitu. Bukan karena aku ingin mengantarmu pulang, hanya saja tadi kami berangkat dengan mobil milik Kris. Jadi, kalau salah satu dari kami ingin pulang, yang lainnya mau tak mau akan pulang juga.
Sesudah mengantarmu dan Anya ke kosmu, hanya tersisa aku, Kris dan Darma dalam mobil. Malam sebetulnya masih cukup panjang, sehingga Kris memutuskan untuk kembali mengitari kota di malam hari, sekaligus untuk berjalan-jalan.
"Han, lu beneran mau sama si Mai kalau dikasih kesempatan lagi?" Tanya Kris sembari menyetir.
Aku mengangkat kedua bahuku. "Entahlah. Gue bingung juga. Semenjak dulu gue berhenti, sebetulnya gue masih terus merhatiin dia. Sesekali gue pengen gitu, jadi kayak biasa. Tapi, entah kenapa, gue ga bisa. Dan, gimana, ya? Sumpah, bingung gue."
"Ya elah, santai aja. Jangan diambil hati kayak begituan," kata Darma.
Aku tidak menanggapinya. Darma juga tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Kris memilih untuk tidak berkomentar apapun, dan kembali fokus untuk menyetir.
"Lagian, sekarang dia juga deket sama yang lain, kan?" Tanyaku sambil menghela nafas.
Gosip-gosip yang beredar mengatakan kalau kamu sedang dekat dengan laki-laki lain. Seseorang yang menurutku memang memiliki banyak hal lebih dibandingkan aku. Tentu aku menyadarinya, hanya aku pura-pura tidak peduli dengan semua itu. Aku berusaha menahan egoku tentang bagaimana ia denganmu. Apakah ia memiliki nasib yang sama denganku? Atau tampaknya, justru ia berhasil?
Meski dari gosip yang beredar, ia memiliki kemajuan yang luar biasa hebat, dibandingkan dengan yang pernah aku lakukan dulu.
"Oh, itu," sahut Kris. "Udah putus itu."
"HAH!" Aku dan Darma teriak bersamaan. Kris mengelus telinganya karena kaget dengan teriakan kami berdua.
"WOI! Jangan bikin kaget, elah," ujar Kris sambil masih mengelus telinganya.
"Sejak kapan?" Tanyaku, tanpa menghiraukan Kris yang terkaget tadi.
"Mereka pernah pacaran?" Tanya Darma.
"Bukan. Ga pacaran, sih. Itu udah lama banget, kok. Cuma deket, terus jauh. Terus deket lagi, terus jauh lagi. Terakhir si Mai cerita ke gue, dia sekarang udah ga pernah deket lagi sama dia sampe sekarang," jelas Kris.