KUMCERPATI

Johanes Prasetyo Harjanto
Chapter #13

Jurnal Patah Hati

Rupanya, kita tidak lebih dari sepasang asing yang pernah saling mengisi, untuk menghapus rasa sepi. Dua yang menjadi satu, untuk memenuhi rasa dalam kalbu.

Aku pernah berjanji, selepas pergimu aku akan tetap baik-baik saja. Tapi, janji hanyalah janji, katakanlah aku sebagai orang yang suka untuk mengingkarinya. Hanya terucap di mulut, tapi apa daya, itu juga yang membuat hatiku kian kalut.

Ke mana kamu? Selepas pergimu, aku masih saja mencarimu di tiap sudut yang dahulu pernah kita datangi. Berharap, kamu ada di salah satu tempat itu, menungguku untuk kembali menjemputmu pulang.

Orang-orang terus bertanya, "Mengapa kamu masih saja mengharapkannya? Apa lagi yang kamu tunggu darinya?". Mereka hanya tidak tau tentangmu.

"Bodoh," kata mereka. Ya, akulah si bodoh yang akan terus menunggumu. Mencarimu di tiap sudut bumi, berharap bisa menemukanmu sekali lagi. Nyatanya, kamu tidak pernah ada lagi.

Aku kembali melihat ke cermin. Bayangan itu begitu memuakkan; tidak ada lagi harapan dalam tatapnya. Matanya sembab, nafasnya menderu walau tidak terdengar jelas. Meski begitu, dia berusaha memunculkan senyumannya, seperti yang dulu pernah ada ketika sedang bersamamu.

Tidak jarang, pada tiap malamku, aku berteriak memanggil namamu. Akankah kamu mendengarnya? Apakah kamu akan kembali menengok ke arahku, seperti ketika dahulu aku memanggil namamu?

Aku terus berlutut, memohon kepada Sang Kuasa untuk bisa kembali bersamamu. Berharap kali ini, Tuhan mau untuk mengabulkan doaku. Sebuah permohonan yang tidak pernah jemu-jemunya aku ucapkan; entah apakah Yang Maha Pasti merasa jenuh ketika mendengarnya.

Hanya saja, terkadang aku lupa. Aku dengan egoisnya meminta untuk kembali berjalan bersamamu, tapi apakah kamu mau untuk kembali?

Tentangku nanti, apa yang akan kamu ingat? Apakah kamu akan mengingat tentang bahagia yang pernah kita angankan? Atau ternyata pisah yang tidak terelakkan?

Coba kamu tanya itu ke aku. Untukku, kamu adalah kumpulan kenangan yang ternyata harus berakhir menjadi kenangan itu sendiri.

Dan sekarang, kamu menjelma menjadi ribuan pertanyaan yang tidak pernah bisa aku temukan jawabannya, sekeras apapun aku mencoba.

***

Bukan aku yang kamu inginkan, ya? Rasanya, semua ini seperti omong kosong. Bualan belaka yang diciptakan hanya untuk menyembunyikan luka yang terbalut tawa. Seharusnya aku sadar bukan? Tapi, mengapa tidak jua aku beranjak?

Aku pernah begitu bodoh; mencoba untuk menjadikanmu tujuan. Menemukan arah ketika aku lelah bertualang. Menjadikanmu rumah untukku pulang. Kamu adalah sosok di mana tiap langkahku selalu tertuju.

Setiap ada kesempatan, tidak pernah sekalipun aku berusaha untuk melewatkannya. Denganmu, adalah harapan-harapan yang selalu ingin aku wujudkan. Untaian doa yang tidak pernah berhenti terlantun, untukmu adalah angan yang aku selalu inginkan.

Melihatmu bahagia adalah suatu anugerah bagiku. Senyum favoritku; berasal dari bibirmu pada tiap aku berusaha untuk menghiburmu. Sebuah senyum, yang dengan melihatnya saja, aku yakin kalau aku bisa melewati hari ini.

Lihat selengkapnya