KUMOHON JANGAN MENANGIS SESEDIH ITU

Iman Siputra
Chapter #2

KERINDUAN TAK BERNAMA

Satu persatu ku lukis rupanya dengan tinta cinta

Wajah yang rupawan

Hidung mancung menawan

Mata yang menatap tenang

Dan bibir yang tersenyum indah

Hingga akhirnya dia menjadi penghuni hati ini

Tanpa pernah berani ku lafaskan kalimat cinta untuknya didada

Tapi namanya terukir indah dihati

Dan aku mengenalnya

Sebagai khalifah hidupku kala mengarungi cinta…

Puisi itu masih indah. Masih tetap mampu menyentuh hati meski telah berulang kali kubaca. Terukir dalam tulisan bertinta hitam dikertas putih buku catatan harianku yang kini tak pernah lagi kutulis karena aku ingin puisi itu menjadi penutup walau masih tersisa begitu banyak lembaran kosong.

Teman-temanku memperingatkanku untuk berhati-hati bila menjalin hubungan dengan seorang gadis pintar. Dengan seorang gadis yang memiliki ilmu dan pendidikan yang lebih tinggi beserta pekerjaan yang mapan.

Menurut mereka, seorang gadis pintar akan membuat seorang lelaki menjadi lemah. Sulit untuk seorang lelaki yang tak memiliki latar belakang yang sama mengimbangi sosok wanita pintar.

“Suatu saat semuanya akan menjadi beban pada diri lelaki.” Kata temanku. “Karena seorang lelaki itu diwajibkan untuk membimbing seorang wanita. Bagaimana mungkin kita bisa membimbing pasangan kita jika kita sendiri memiliki banyak kekurangan dan kelemahan hingga menyebabkan seolah-olah kitalah yang bergantung hidup pada mereka?”

Aku terdiam. Apakah salah jika seorang istri yang memiliki begitu banyak kelebihan menolong suaminya? Apakah memalukan bila seorang suami yang memiliki kekurangan dan kelemahan mendapatkan bimbingan dari istri mereka yang lebih berilmu dan mengerti tentang suatu hal?

Lihat selengkapnya