Sukarkah itu?
Sulitkah semua itu?
Ketika menghapus namamu tak bisa kulakukan
Dan mengusir bayanganmu dari pikiranku tak kuasa kusingkirkan
Semuanya menjadi semakin menyesakkan
Apa yang harus aku lakukan?
Haruskah aku kembali tenggelam padahal diri ini ingin melupakan?
Meskikah diri ini hanyut sedangkan aku ingin menyadarkan?
Tapi hati tak bisa berbohong
Dan perasaan ini tetap ingin mempertahankan
Untuk sebuah cinta yang ku sendiri tak mengerti
Mengapa begitu ku puja setengah mati….
Aku rindu pada diriku yang dulu. Saat dimana aku pertama kali memutuskan untuk mengenal akrab agamaku. Saat dimana hanya ada perasaan ingin mengetahui, mengenal dan mendekatkan diri hanya pada Illahi. Saat dimana hati ini masih bersih dan murni ingin belajar mencintai Tuhanku tanpa pernah terpikirkan akan berbagi cinta pada makhluk ciptaan Allah lainnya.
Tapi aku gagal menjaga hatiku. Aku akhirnya berlari kebingungan mencoba menghindar dari apa yang kini kurasakan. Aku mencoba menafikan apa yang dirasakan hatiku. Aku mencoba untuk menipu diriku sendiri.
“Rahasia untuk melepaskan kebohongan dalam diri sendiri adalah meletakkan sebuah keyakinan dan keikhlasan dalam hati.”
Aku menatap cici yang menyodorkan segelas teh hangat.
Aku menerimanya.
Cici duduk disamping koko sambil memindahkan dua cangkir teh untuk suaminya dan untuk cici sendiri.
“Maksudnya ci?” tanyaku bingung.
Cici tersenyum. “Tak perlu membohongi dirimu sendiri seakan tidak ada yang terjadi dengan hatimu. Lebih baik jujur pada diri sendiri walau itu terasa menyakitkan daripada terus merasakan kepedihan karena membohongi diri sendiri.”