Deden terkejut melihat selembar kertas tanpa nama di laci mejanya..Sebuah surat tantangan. Siapa kira-kira yang iseng membuatnya?
“Ayo, cepat pulang, Den! Aku takut sebentar lagi hujan.” Aldi muncul di ambang pintu kelas. Deden terburu memasukkan buku ke dalam tasnya. Hari ini dia bertugas sebagai piket. Jadi, dia belakangan pulang ke rumah.
Saat melewati jalan setapak menuju pekuburan kampung, Deden terpaku. Dia hampir melangkah ke sana. Tapi tak jadi, karena Aldi menatapnya heran.
“Ada apa, Den? Aku melihatmu gelisah terus sejak tadi.”
Deden terdiam. Dia hampir tiga bulan belajar pencak silat kepada Kang Kodar. Niat Deden belajar pencak silat, agar tubuh dan otaknya sehat, bukan mau gagah-gagahan, apalagi hendak berkelahi.
Dia menceritakan kepada Aldi perihal surat tantangan itu. Seseorang mungkin tak senang kepadanya. Dia menantang Deden datang ke pekuburan kampung nanti sore. Orang itu tahu kalau dia jago pencak silat. Tapi belum tentu dia jago melawan hantu pekuburan.
“Seram juga kalau nanti sore kau ke pekuburan itu. Jangan-jangan kau akan dimangsa hantu. Aku tak mau ikut-ikutan, Den!” Aldi gemetar. Lututnya goyah.