"Maaf kita harus selesai di sini" Ujar seorang perempuan bernama Laura kepada pacarnya Wahyu di sebuah video call
"Kenapa, Ra? Aku pikir kita saling cinta?" Wahyu menatap lirih seakan tak percaya.
"Maafkan aku" Ujar Laura kemudian seraya menutup Video call yang berlangsung.
***
Isak tangis kemudian membasahi pipi dari perempuan itu. Terisak sendiri di kamar kosan. Dia tahu, batinnya menolak untuk berpisah dengan Wahyu, tapi keadaan memaksanya untuk berpisah.
3 tahun, sudah 3 tahun Laura dan Wahyu menjalin hubungan bersama, dan itu jelas bukan waktu yang lama untuk dilupakan hanya dalam semalam.
Dan Laura pun tahu, kata putus mungkin terlalu kejam untuk Wahyu, ia yang selalu ada menemaninya selama 3 tahun terakhir, semua berakhir dengan kata pisah di suatu malam.
Laura lembali menarik selembar tisu yang dari kotak tisu di sampingnya, lantas ia pun mengambil handphone yang tadi tergelatak di atas kasur selepas ia bertelepon dengan Wahyu.
Lalu, Laura pun mencari satu kontak, Mauri, sahabat dekatnya. Hal yang sudah menjadi hal lumrah di kalangan perempuan adalah bercerita ke sesamanya selepas putus. Berbeda jauh dengan laki-laki.
"Halo, ri! Boleh bicara?" Ujar Laura di sebuah telepon, sebuah pertanyaan aneh karena nyatanya mereka memang sedang berbicara.
Mendengar sahabatnya terisak tangis, Mauri pun langsung merespon.
"Ra, lu kenapa? Kok nangis??" Ujar Mauri di seberang sana menghiraukan pertanyaan awal Laura.
"Gua.. gua putus sama Wahyu, Ra!." Jikalau ini adalah pertemuan langsung, mungkin Muari dengan senang hati akan langsung memeluk sahabatnya itu, namun, pandemi yang muncul di tahun ini memaksa orang-orang untuk berkomunikasi secara virtual untuk sementara.
"Ya Allah, Ra. Ikutan sedih gua dengarnya yaa.. Tapi ini yang terbaik.. semoga"
Beberapa hari lalu Mauri memang memberikan saran kepada Laura untuk putus dengan Wahyu setelah mengetahui sebuah fakta. Awalnya Laura menolak, tapi akhirnya setelah dipikir masak-masak selama satu hari penuh, akhirnya ia pun mengiyakan, dengan berat hati.