Seorang pemuda bernama Kevin berdiri di tepi jurang yang curam. Dia menarik napas dalam, sudah berniat sekali ingin lompat dari sana. Lalu, seorang lelaki yang terlihat seumuran datang dari belakang.
Lelaki itu menepuk bahu Kevin sampai dia terkejut dan hampir terpeleset ke jurang. Kevin bahkan menjerit keras, suaranya menggema.
"Sialan, lo! Bikin orang jantungan!" bentak Kevin.
Pemuda itu tertawa. "Mau mati ngomong 'Anjay' yang bener aja, ah."
"Lagian, ngapain si, ngikutin gue?"
"Karena gue tau lo bakal ke sini! Nggak punya ide yang menarik apa?! Bunuh diri kok loncat ke jurang."
"Dafa, lo nggak ngerti!"
Dafa menghela napas. "Yaudah, gini deh. Sebagai sahabat elo yang paling kece. Gue pengin kita sebat buat terakhir kali. Gimana?"
Kevin terlihat berpikir, sampai akhirnya dia melihat Dafa mengeluarkan bungkusan roko.
"Oke," jawab Kevin.
"Sekarang gini, anggap gue si Nadia."
Kevin menatap temannya tajam. "Nadia udah nggak ada, Vin!"
"Oke. Kalau gitu, anggep gue malaikat maut, gimana?"
"Itu lebih baik."
"Sialan! Nadia nggak mau, malah malaikat maut mau."
Kevin hanya menyunggingkan senyum.
"Oke deh, sekarang gue sebagai malaikat maut mau ngajak ngobrol sambil ngeroko. Di akherat nggak ada yang jualan roko soalnya, Vin." Dafa memberikan sebatang roko pada Kevin.
Mereka lantas duduk di tepi jurang. Memandang lembah yang masih berkabut.
"Kalau lo malaikat maut, gue mau lo minta cabut nyawa gue, sekarang," ucap Kevin setelah beberapa kali menghisap asap roko.
"Kenapa? Buru-buru amat."
"Meninggal kayaknya lebih enak, Daf."
"Sok tau!"
"Emang lo pernah mati?"
"Lo sendiri?"
Kevin terdiam.