KUN

Yusnawati
Chapter #2

BAB 1: PETUALANGAN DI KEBUN KARET

Aroma petrichor menguar hingga memenuhi seluruh ruangan. Membuat penghuni rumah merasakan aroma kesegaran yang menyesap masuk ke dalam olfaktorium. Rumah yang terbuat dari anyaman bambu ini sangat peka terhadap segala macam bau. Udara sejuk di luar, bisa dengan mudah masuk. Karena struktur bambu memiliki celah yang tidak terlalu rapat.

Hampir tiga jam, hujan membasahi tanah di desa Sukamaju. Membuat suhu udara di pagi hari terasa jauh lebih dingin dari biasanya. Meskipun dingin, aktivitas pagi bagi perempuan desa tetap harus berjalan. Tak ada yang bermalas-malasan, apalagi meringkuk di kamar untuk melanjutkan mimpi indah. Dengan cekatan mereka menyalakan kayu bakar, memasak nasi, menyiapkan sarapan pagi dan bekal yang akan dibawa saat berangkat bekerja. Tak lupa menyajikan secangkir kopi panas untuk sang suami.

Warga di desa ini rata-rata bekerja menggarap sawit dan menjadi petani karet. Bengkulu Utara salah satu wilayah terbesar penghasil kelapa sawit. Stuktur tanahnya baik untuk pertumbuhan dua tanaman ini.

Cukup mudah untuk menjadi petani karet. Menanam bibit karet terlebih dahulu, kemudian menunggu empat hingga lima tahun. Barulah bisa mendapatkan hasil. Meskipun kebun karet ini bukan milik mereka. Tetapi mereka tetap bertahan. Hanya pasrah, jika sewaktu-waktu sang pemilik lahan mengambilnya.

Getah karet yang mengental, diambil satu persatu. Kemudian dijual. Tiap warga bisa mendapatkan satu sampai dua wadah karet. Harga perkilonya sangat murah, hanya tujuh ribu lima ratus rupiah. Total pendapatan satu bulan yang diperoleh warga adalah kisaran empat ratus ribu rupiah. Sebuah angka yang sangat kecil. Sangat jauh dibandingkan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk kehidupan sehari-hari.

“Sudah siap, Kun. Ayo kita berangkat.” Gadis kecil itu menganggukkan kepala. Ia berjalan beriringan bersama kedua orang tuanya. Pagi ini, kedatangan mereka sedikit terlambat dari biasanya, karena hujan di pagi hari. Belum lagi harus menempuh perjalanan kurang lebih satu jam untuk sampai ke tempat tujuan.

Bagi gadis kecil seusia Kun, ikut bekerja menjadi hal yang menyenangkan. Bisa bebas bermain di sekitar area perkebunan. Rata-rata para orang tua membawa serta anak-anaknya bekerja. Apalagi semenjak perkenalannya dengan seorang teman baru. Membuatnya semakin betah. Selau ada hal baru yang diceritakan. Ia menyebutnya dengan bocah si petualang. Bersamanya, Kun mengenal banyak tempat rahasia. Namanya Junaidi. 

“Lama sekali kau Kun. aku sudah menunggumu sejak tadi.” Bocah laki-laki itu tampak sumringah, saat melihat Kun datang bersama kedua orang tuanya.

“Ayo, kita lanjutkan petulangan yang tertunda. Ada banyak tempat menarik yang ingin kutunjukkan. Kau pasti terkejut melihatnya.” Kun gembira mendengar ajakannya. Tak butuh waktu lama, untuk memutuskan mengikuti bocah itu. Ia merasa ketagihan dengan dongeng-dongeng yang diceritakan selama berpetualang.

“Kun, jangan bermain jauh-jauh. Jangan sampai pergi ke hutan.”

“Baik Bu.” Kun melambaikan tangannya kepada sosok perempuan muda yang memakai topi bundar. 

Petualangan pun dimulai, sepertinya ini menjadi pengalaman yang seru buat Kun. Junaidi sudah mempersiapkan dengan baik untuk petualangan ini, bocah kecil itu sudah mirip seperti penjelajah sejati. Membawa busur panah lengkap dengan tempatnya yang diikatkan di lengan. Katanya sih, “untuk berjaga-jaga dari serangan harimau ganas."

Membawa topi dan tas kecil berisi makanan dan minuman untuk bekal saat berpetualang. Dan lucunya, Kun selalu percaya dengan apa yang dikatakan Jun. Termasuk kisah tentang angsa merah, kurcaci di tengah hutan, dan rumah tua.

Lihat selengkapnya