Pak Indra dengan suara lantang dan sungguh-sungguh mengucapkan ijab qabul di hadapan wali dan saksi. Napasnya terasa nikmat setelah berjam-jam menanggung ketegangan. Dia sudah mampu kembali bernapas normal.
Semua keluarga dari pihak wanita yang hadir, memberikan selamat kepadanya dan Ilya yang kini sudah resmi menjadi pendamping hidupnya. Kalimat syukur terus dia lantunkan di dalam hati. Apakah benar sekarang aku telah beristri? Rasanya hampir seperti bermimpi. Untung dia tidak berminat untuk meminta Faisal mencubit tangannya. Karena dia tahu apa yang akan terjadi.
"Selamat kawan!" Faisal memeluk tubuh sahabatnya keras-keras. Membuat pengantin pria hampir terjengkang. Dan semua orang menyaksikan pemandangan itu. Mereka tertawa terpingkal-pingkal.
"Kau membuatku malu saja." Pak Indra mendorong tubuh Faisal.
"Aku berbahagia untukmu," ucap Faisal unjuk gigi.
Bumi seolah berhenti berputar saat Ilya menghampiri Pak Indra yang mematung. Wanita yang kini telah menjadi istrinya tersebut didampingi oleh kedua orang tuanya.
Ilya mengenakan gaun yang sangat indah. Berwarna putih, dihiasi kelap-kelip permata. Wajahnya tetap tertutup oleh kain cadar dengan warna senada. Pak Indra merasa sangat beruntung mendapatkan istri yang amat cantik. Dan kecantikannya itu benar-benar dipersembahkan hanya untuk sang suami.
***
Saat malam tiba, sepasang suami istri tampak kikuk di dalam kamar. Setiap kali Ilya tersenyum, sang suami dimabuk kepayang. Binar-binar kebahagiaan sudah tak mampu lagi terlukiskan.
"Dik Ilya, mari berbicara dengan ibuku. Dia pasti sangat bahagia bisa melihat menantunya," bujuk Pak Indra untuk menumpas kebisuan di antara mereka.
"Mana istrimu, Ndra?" Bu Hajah dalam layar video call tidak sabaran melihat sang menantu yang cantik.
"Sebentar." Pak Indra menyerahkan ponsel miliknya kepada Ilya.
Ilya memberi salam kepada ibu mertua. Bu Hajah terus memuji kecantikan menantunya. Mereka lalu tenggelam dalam obrolan yang begitu hangat. Pak Indra berperan menjadi translator untuk kedua wanita yang dicintainya.
Setelah menutup telepon, jantung Pak Indra kembali berdegup kencang. Dia bingung harus melakukan apa lagi. Melihat paras istrinya yang rupawan membuatnya menenggak ludah beberapa kali.
Awalnya Ilya terus tersenyum malu-malu. Namun, dia melihat suaminya seperti tidak peka. Dia menarik tangan Pak Indra sampai jatuh ke dalam pelukan. Laki-laki itu berada di atasnya dan dia sontak mencium bibir suaminya lembut.
Indra merasa kaget. Namun, perlahan dia menjadi amat peka. Lampu dimatikan dan keduanya menikmati malam pengantinnya.
***
"Kau akan sangat sibuk di sini. Nikmatilah hari-harimu." Faisal menepuk-nepuk pundak sang sahabat. Dia hendak pamit pulang ke Indonesia.
"Sal, ingatlah pesanku. Kau harus menjadi kepala baru di sekolah itu."
"Akan kupertimbangkan."
"Kalau boleh aku meminta tolong, sering-seringlah main ke rumah dan tengok keadaan ibuku." Pak Indra mengeringkan sudut matanya yang basah.
"Berhentilah menjadi laki-laki cengeng! Aku berangkat sekarang."
"Jaga diri baik-baik, Sal!"
"Kau juga." Faisal menaiki mobil taksi dan melesat tanpa meninggalkan jejak.
Hati Pak Indra hancur berkeping-keping ditinggal pergi sahabatnya. Sepekan ini, sahabatnyalah yang selalu mendampinginya.
Tiba-tiba ponsel dalam saku celananya bergetar. Pak Indra buru-buru mengangkat telepon sang ibu. Dia menempelkan benda pipih itu di telinganya.