Tini melangkah dengan sangat tergesa-gesa. “Ayo anak-anak! Kita harus cepat. Tiara di rumah sendirian.”
Nanda, Nindi, Reina dan Reino setengah berlari mengikuti ibu mereka dari belakang. Nindi menelan ludah ketika melihat tukang es cendol membunyikan lonceng untuk memanggil pembeli.
“Bu, Nindi haus. Mau minum itu.” Gadis berwajah imut itu menunjuk ke gerobak es cendol.
“Sebentar.” Tini membuka isi dompetnya dengan perasaan sedih. Hanya ada selembar uang yang mengisi ruang kosong dalam dompetnya.
"Permisi, Pak. Saya ada uang lima ribu. Kira-kira dapat berapa bungkus?" Tini menyambangi tukang es cendol dengan wajah ragu.
"Dapet dua, Bu," jawab tukang es cendol. Dia mengenakan topi bundar di kepalanya. Tubuhnya kurus kering. Kulitnya hitam.
"Baiklah. Nanti tolong berikan pada anak-anak itu." Tini menunjuk Nanda dan Nindi yang berdiri tidak jauh darinya.
"Nanda dan Nindi, kalian tungguin es cendolnya. Ingat, jangan diminum dulu, ya! Nanti kita bagi jadi empat di rumah Tiara."
Dua bocah kecil itu hanya mengangguk.
Tini bergegas menuju kamar Tiara bersama Reina dan Reino. Dia ketakutan anak majikannya akan kabur lagi seperti waktu itu. Sekalipun sudah dikunci dari luar, bisa saja anak itu menemukan kunci cadangan.
Akhirnya, Tini dapat menghela napas lega saat menemukan gadis kecil itu sedang asyik membaca majalah anak-anak.
Tini kemudian ke dapur mengambil empat gelas kosong. Dua bungkus cendol itu dibagi menjadi empat. Tiara hendak mengambil minum di lemari es. Gadis kecil itu tidak sengaja memergoki Tini yang sedang menuang dua bungkus es cendol menjadi empat gelas. Dia berinisiatif menggunakan uang jajannya untuk membelikan mereka es cendol yang sama.
“Anak-anak, ibu punya kue cokelat loh. Siapa yang mau?” Anak-anak Sartini saling berebut kue cokelat. Tini tersenyum melihat keceriaan mereka semua.
Diam-diam Tini menyelundup mengikuti jejak langkah Tiara yang keluar dari kamarnya. Wanita itu melihat anak majikannya membuka pintu gerbang. Pikirannya sudah macam-macam.
“Tiara ....” Suara Tini kalah cepat dengan langkah anak majikannya. Tiara sudah menghilang di balik gerbang. Pengejarannya terhambat saat telapak kaki kirinya tidak sengaja menginjak potongan duri kaktus yang terlepas dari pohonnya. Cukup lama dia bergelut dengan duri hingga akhirnya dapat dicabutnya.
Langsung saja Tini berlari kembali mengikuti Tiara pergi. Walaupun dengan kondisi kaki yang masih sedikit terasa nyeri. Saat membuka gerbang,Tini kaget bukan main, tukang es cendol membawa enam bungkus dan diberikan kepadanya. Lengkap dengan sedotan.
“Siapa yang membelinya, Pak?” tanya Tini tidak mengerti. Bukankah uang yang diberikannya tadi hanya cukup untuk membeli dua bungkus saja.
“Gadis kecil yang memakai piyama itu yang memesannya." Tukang es cendol menunjuk Tiara yang sedang berjalan menuju rumahnya. Kemudian tukang es itu melenggang pergi setelah semua es cendolnya sudah berpindah ke tangan Tini.