“Besok giliran siapa yang ikut nemenin ibu?” tanya Tini pada anak-anak.
“Reino, Bu,” kata Nanda menunjuk pada kembarannya yang sedang asyik membuat pesawat dari kertas.
“Besok hari Minggu, memang Ibu berangkat kerja?” Reino menyahut dengan pertanyaan. Menerbangkan pesawat kertas ke udara.
“Oh, iya benar. Ibu lupa. Tapi besok ibu tetap turun ke kota buat berjualan. Mau ikut?”
Reino menggeleng. “Reino mau di rumah aja main sama Nanda, Bu.”
“Baiklah, kalau begitu besok di rumah semua. Tapi ingat pesan ibu jangan bermain terlalu jauh. Besok ibu ada pengajian di dekat rumah Tiara. Belum tahu sampai kapan pulangnya. Untuk itu, kalian harus bertanggung jawab terhadap rumah.”
“Ibu tenang aja, Nindi sama yang lainnya pasti bisa jaga diri. Dan rumah kita nggak akan kenapa-kenapa.” Gadis kecil itu menyungging senyum. Matanya berbinar memancarkan ketulusan.
Tini Tertawa geli mendengar celoteh putrinya. Si kembar tiga turut tersenyum melihat ibunya bisa tertawa lepas. Lain dari biasanya.
Langit di luar begitu terang. Titik-titik bintang berkeliling menghiasi angkasa. Tini mengajak anak-anak keluar halaman. Di pelataran rumah mereka, terdapat bangku panjang terbuat dari bambu. Ayah dari si kembar yang dulu membuatnya. Mereka berlima duduk berjajar menyaksikan keindahan langit malam.
“Nak, apa yang kalian lihat di atas sana?” Tini menunjuk ke atas. Kemerlap bintang memancarkan cahaya yang cantik.
“Di sana ada langit yang bagus. Ditemani bintang-bintang. Eh, ada juga sinar rembulan.” Reina begitu mengagumi suasana malam ini. Mereka jarang melakukan hal ini.