Di tempat lain, Tini sedang membereskan ruang kerja yang biasa digunakan Pak Bram dan Bu Intan. Akhir-akhir ini ruangan kerja tidak pernah digunakan oleh pemilik rumah. Mereka lebih sering melakukan pekerjaan di ruang tamu atau kamar.
Saat menyapu kolong meja, Tini tidak sengaja menyapu sebuah dokumen yang tercecer. Dia buru-buru membersihkan debu yang menempel pada kertas-kertas yang kelihatannya penting. Tini berpikir itu adalah dokumen milik Bu Intan. Dia langsung saja berinisiatif mengantar ke kamarnya.
Tini sampai terkaget-kaget saat mengetahui yang membukakan pintu untuknya adalah Bu Hajah Nurjanah.
“Ada apa, Nak?” tanya Bu Hajah pada Tini.
“Maaf, Bu. Saya tidak tahu kalau ada Ibu di sini. Saya mau menyampaikan beberapa dokumen yang tercecer di ruang kerja. Siapa tahu ini dokumen penting milik Bu Intan.”
Bu Intan melotot mendengar perbincangan Tini dan mertuanya. Dia buru-buru bangkit dari duduk.
Dokumen itu hampir saja jatuh ke tangan Bu Hajah. Bu Intan cekatan merebutnya dari Tini. Dari situlah ibu dari suami Bu Intan itu mencium gelagat mencurigakan menantunya.
“Makasih. Bu Tini, kembali bekerja saja.” Kalimat Bu Intan masih tetap sinis tapi intonasinya lebih rendah. Kemungkinan karena ingin menjaga image di depan ibu mertua.
“Baik, Bu.”
Tanpa permisi Bu Hajah langsung merampas dokumen penuh tanda tanya itu dari tangan menantunya. Hal itu membuat Bu Intan mendadak sesak napas. Keringat dinginnya keluar. Jelas, dokumen itu menyimpan rahasia yang tidak ingin diketahui orang lain. Beberapa kali terlihat Bu Intan memijat-mijat kepala.
Karena tidak membawa kacamata, terpaksa Bu Hajah membawa dokumen itu pulang.
"Bu, mau dibawa ke mana? Itu punya saya."
"Akan kukembalikan setelah selesai mengeceknya."
Wajah Bu Intan merah padam. Kepalanya uring-uringan. Tangannya mengepal dan ditinjukannya ke udara. Amat geram.
Tiara masih saja mengintil sang nenek di belakangnya. Reino juga ikut di belakang Tiara. Akan tetapi, anak laki-laki itu hanya berdiri di depan rumah dengan halaman luas dan ditumbuhi banyak tanaman hias. Dia memperhatikan Tiara dan neneknya hendak masuk ke rumah itu.
"Ayo masuk, Reino!" ajak Tiara pada sahabatnya.
Reino menggeleng. "Aku belum bilang sama ibu."
Reino memilih kembali ke rumah Tiara setelah temannya masuk ke dalam rumah neneknya. Dia takut ibunya akan mancari-carinya.
Sementara itu kesabaran Bu Intan sudah diambang batas. Dia naik pitam. Menyambangi Tini yang masih memegangi gagang sapu.
“Bu Tini, keterlaluan kamu. Pembantu kurang ajar! Biang masalah!” Bu Intan mendorong tubuh kurus Tini kuat-kuat.
Tini sungguh merasa kaget. Tubuhnya hampir jatuh menabrak meja makan.
Reino yang baru tiba membantu ibunya berdiri. Dia merasa takut mendengar suara Bu Intan seperti bom yang hampir meledak.