Kuncup Berlian

Ais Aisih
Chapter #40

Bagian 40

Untuk pertama kalinya, Pak Indra merasakan kekecewaan dalam hidupnya. Pertama kali juga dirinya melamar seorang wanita. Dan ditolak.

Bukan hanya sekadar permasalahan perasaannya saja. Ini terkait dengan sang ibu yang banyak melamun setelah penolakan Sartini sepekan lalu. Dia begitu terpukul melihat Bu Hajah yang mendadak seperti orang pikun.

"Apa Ibu menyalahkan dan membenci Bu Tini?" tanya Pak Indra yang sedang duduk di depan Bu Hajah di ruang makan.

Bu Hajah tampak kaget. Menyadari bahwa ada sang anak di situ, dia menggeleng pelan. Tentu saja dia tidak membenci wanita itu. Yang terjadi adalah sebaliknya. Karena Bu Hajah mengagumi Sartini terlalu berlebihan membuatnya terluka.

"Bu, jangan terlalu banyak makanan manis, ya. Ibu kan ada keturunan diabetes dari kakek. Pola makannya harus diganti dengan yang sehat." Pak Indra memperingatkan.

Namun, dalam seminggu ini yang bisa masuk ke dalam lambung Bu Hajah hanya makanan-makanan manis saja.

Melihat ibunya tidak ada perubahan, membuat Pak Indra menjadi amat khawatir. Dia sangat sibuk untuk memaksa ibunya agar mau memakan makanan bergizi seimbang.

Saat pagi, siang dan malam. Pak Indra selalu menyiapkan menu yang berbeda-beda. Akan tetapi, sang ibu menolaknya. Buah, sayur dan berbagai macam daging diabaikannya. Ibu selalu saja memakan dan meminum yang memiliki rasa manis. Hal itu berangsur selama beberapa bulan.

"Ibu boleh makan manis, tapi yang tidak mengandung gula. Seperti buah pepaya, apel dan pisang. Lagi pula ibu beli banyak kue dan makanan instan itu di mana sih, Bu?"

"Nak, hidup sudah terlalu pahit. Masa makan beberapa kue manis saja tidak boleh." Bu Hajah tersenyum dan bangun dari duduknya. Memasukkan sisa donat yang masih berjajar rapi di dalam kotak ke dalam lemari es.

Pak Indra tertegun. Dia semakin khawatir dengan kondisi ibunya. Bukan satu atau dua buah saja yang sang ibu makan. Namun, sudah terlalu sering dan dalam jumlah yang tidak sedikit.

Kecemasan Pak Indra menjadi berkali-kali lipat ketika dia harus meninggalkan rumah saat harus pergi mengurus sekolah. Dia tidak bisa mengawasi Bu Hajah selama dua puluh empat jam.

Ponsel milik Pak Indra berdenting saat sebuah pesan masuk. Dari sahabat lamanya.

"Ndra, ada kerjaan enggak? Sepulang dari Turki, aku nganggur."

Kedua alis Pak Indra saling bertaut. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja. Dia tampak berpikir, nomor baru yang mengiriminya pesan WhatsApp tersebut siapa?

Selang beberapa menit, Pak Indra baru mengingat sesuatu. Dia langsung menghubungi nomor tanpa identitas tersebut melalui sambungan telepon.

"Halo, assalamu'alaikum. Faisal?" tembak Pak Indra tanpa basa-basi kepada lawan bicaranya. Siapa lagi sahabatnya yang pernah tinggal di Turki selain dia.

"Wa'alaikumussalam. Ya, Ndra. Ternyata kau masih mengingatku."

"Apa kabarmu? Bukannya kamu masih di Turki? Kenapa nanyain kerjaan?"

"Aku udah balik ke Indo. Sebulan lalu. Seminggu lalu aku nikah."

"Apa? Dan undangannya enggak sampai ke sini?"

"Sorry, bro. Acara dadakan. Cuma keluarga besar yang hadir."

"Oh, selamat kalau begitu. Ngomong-ngomong soal kerjaan, aku belum ada nih, Sal. Kalau ada pasti aku kabarin."

Obrolan itu terputus karena Pak Indra harus buru-buru berangkat ke sekolah.

Di sekolah, tak banyak yang dikerjakannya. Lagi-lagi pikiran Pak Indra tertuju kepada sang ibu tercinta. Tiba-tiba ada sebuah ide brilian yang muncul dalam benak lelaki berparas tampan itu.

"Sal, siapa tahu ada info. Aku lagi butuh asisten rumah tangga buat ngerjain tugas rumah dan mengawasi ibuku."

Pak Indra berharap secepatnya bisa menemukan seorang asisten rumah tangga yang dapat merawat dan menjaga sang ibu ketika dia tidak ada di rumah. Agar pikirannya bisa lebih tenang. Dia mengirimi Faisal pesan WhatsApp.

Hal yang sama dilakukan oleh Faisal saat menerima pesan dari Pak Indra, dia langsung menelepon sahabatnya itu. Mereka sudah bersahabat sejak kuliah dulu. Satu kampus dan satu jurusan.

Lihat selengkapnya