"Sal, lantas bagaimana kau bisa dijodohkan?" tanya Pak Indra menatap sejenak kepada lawan bicaranya. Kemudian dua netranya kembali tertuju pada sepasang manusia yang sedang memutari lapangan dengan motor bebeknya.
"Sebenarnya aku akan menikah dengan gadis Turki yang cantik. Tapi rupanya keluargaku sudah menyiapkan bidadari lokal." Faisal tersenyum.
"Apa kau bersedih karena tak jadi menikah dengan bidadari pilihanmu sendiri?"
"Hey, aku bukan kau. Sedihku hanya sebentar. Semua sudah suratan takdir. Aku bisa apa? Yang aku tahu, sekarang tugasku adalah menjadi seorang suami bagi seorang istri yang baik."
Keduanya termenung. Rumput-rumput yang secara tidak sengaja dicabuti Pak Indra sudah terkumpul cukup banyak dan menggunung.
"Apa keluargamu tidak senang kalau kau menikahi gadis Turki?" lanjut Pak Indra. Masih banyak stok pertanyaan yang ingin dia ajukan.
"Enggak ada yang setuju. Tapi bukan berarti tanpa alasan. Hal itu karena ada sebuah konsekuensi yang tak dapat diingkari. Jika aku menikah dengan orang Turki, syaratnya adalah aku akan menetap di sana."
"Kenapa?" Alis Pak Indra terangkat sebelah.
"Karena kedua orang tua gadis itu sudah sangat tua. Dia harus merawatnya. Tapi permasalahannya tidak semudah itu. Orang tuaku tidak ingin merasa kesulitan saat ingin menemuiku kapan saja. Setidaknya, aku pernah merasakan menjadi rebutan. Aku merasa bangga akan hal itu," ucapnya penuh percaya diri.
Pak Indra menepuk pundak sahabatnya.
"Eh, kenapa tidak kujodohkan kau dengannya saja?" Tiba-tiba ide itu muncul begitu saja dalam benak Faisal. "Aku yakin kau akan sangat menyukainya."
"Apa maksudmu? Kenapa kau tampak begitu yakin?"
"Jandamu itu sudah pasti kalah telak dengan gadis Turki-ku."
Pak Indra menepuk paha sahabatnya keras-keras. Seolah tidak terima dengan kalimat yang baru dilontarkan Faisal. "Jaga bicaramu!"
Faisal mengaduh. "Seorang Indra jatuh hati sama seorang janda. Sampai segitunya."
"Hey, kau mau ke mana?" Pak Indra mengejar Faisal yang melenggang pergi. Menepuk-nepuk celananya yang kotor oleh rumput.
"Aku akan meminta izin ibumu. Untuk memberimu seorang istri," teriak Faisal tanpa melihat lagi ke belakang.
Saat keduanya meninggalkan lapangan, pasangan yang tadi duduk di atas sepeda motor juga terlihat menyudahi aktivitasnya. Mereka ikut pergi.
***
Saat langit Kota Purawa berubah menjadi hitam. Bu Hajah, Pak Indra dan tamunya sudah berkumpul di meja makan. Bu Neneng sudah menyiapkan menu makan malam.