Ku mohon, tolong jaga batasan. Sebab aku suka lupa diri jika cemburu. Dan aku takut kalau sampai menyakitimu.
*****
Sesibuk apapun dengan pekerjaan, aku selalu memantau kegiatan Intan. Selama ini aku memang benar mengerahkan salah satu anak buahku untuk mengawasi Intan, memantau segala kegiatannya, serta menjaganya saat dia tidak bisa kujangkau.
Namun, aku tetap berusaha agar Intan tidak tau, lebih tepatnya tidak ingin dia merasa terkekang dan tidak leluasa.
Ya, selama ini aku menyuruh anak buahku memantaunya jarak jauh. Selain ingin mengetahui segala aktivitasnya, aku juga takut kalau kalau Intan berada dalam bahaya.
Namun, hari ini, saat sedang sibuk dengan beberapa dokumen di kantor. Tiba-tiba ponsel berdering, orang suruhan untuk memantau Intan ternyata, dia memberitahukan suatu hal yang janggal tentang Intan.
Sial!
Seketika darahku mendidih, aku benar-benar emosi dibuatnya. Melihat foto Intan sedang duduk dengan seorang laki-laki yang kuterka seumuran dengannya bukanlah hal yang kuinginkan.
Anak buahku memberitahukan kalau posisi mereka sedang di kantin kampus.
Mood untuk bekerja seketika lenyap. Aku tidak boleh sampai kecolongan. Jatuh cinta untuk pertama kali dan langsung patah hati itu tidak lucu sama sekali.
Uang dan kekuasaan bukan lagi hal yang penting buatku, jika pun sampai hilang, aku bisa mencarinya lagi.
Tapi jika kehilangan Intan, aku harus gimana, Intanku cuma ada satu di dunia ini, yang lain KW semua.
Aku memberitahukan Monika, sekretarisku, untuk membatalkan semua jadwal hari ini.
"Monika, tolong batalkan semua jadwal saya hari ini, pindahkan ke hari yang lain, ada hal penting yang harus saya tangani." Perintahku saat melewati mejanya.
"Baik, pak." Jawab Monika.
Mobilku melaju membelah jalanan, kok hari ini rasanya lama banget ya sampe kekampus Intan.
_________
Di Kantin
Darahku mendidih, hatiku terbakar api cemburu. Pemandangan di depan sana benar-benar tidak baik untuk kesehatanku.
Bagaimana tidak, aku melihat Intan asik tertawa dengan laki-laki lain. Denganku saja yang sebentar lagi akan jadi suaminya, dia tidak pernah seperti itu.
Meskipun disana mereka tidak hanya berdua saja, melainkan ada seorang perempuan yang duduk disebelah Intan, tapi aku tetap tidak suka. Intan milikku, tidak ada laki-laki yang boleh menatapnya sedemikian dekat selain aku, Riky Revandra.
Tatapan laki-laki itu untuk kekasihku, bukan tatapan biasa seperti untuk perempuan yang ada disebelah nya. Aku tahu arti dari tatapan itu, sebab aku juga akan memiliki tatapan yang sama sepertinya jika sedang bersama Intan.
'kenapa sih Sayang, kamu suka banget menguji kesabaranku, stok sabarku engga banyak Sayang'
"Intan." Panggilku datar sambil mencoba menahan emosi.
Sesaat dia menoleh kearahku, dia terkejut tapi, segara bersikap normal kembali seolah-seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kak Riky, kok Kakak disini, sedang ada keperluankah?" Dia sedang mencoba bersikap biasa saja. Padahal, iris matanya menunjukkan kegugupan, rasa takut, seperti sadar sudah melakukan kesalahan.
'Matamu tidak bisa berbohong sayang'
Ada guratan bingung di wajah dua orang yang sedang bersamanya, apalagi dengan lelaki itu, dia menatapku penuh tanda tanya.
Aku berjalan menghampiri mereka, emosiku benar-benar meluap kali ini. Tahan Riky tahan. Jangan sampai Intan melihat sisi kejamku.
Aku menarik tangan Intan dan memaksanya berdiri.
"Pulang!" Aku menatap tajam kearah laki-laki yang duduk didepan Intan.
Seketika dia berdiri menghampiri kami, dengan raut wajah emosi.
"Maaf, Anda siapa ya, kok kasar gitu sama perempuan? Tolong lepaskan tangan Intan, Anda bisa menyakitinya."
Berani sekali laki-laki ini memerintahku. Ingin ku tonjok wajahnya seketika. Aku harus sabar, tidak boleh terpancing dengan bocah.