"Kumohon Syahidah?” Nia merapatkan tangannya sambil menatap penuh harap kepadanya. Syahidah yang masih bingung dengan permintaan temannya itu menatap Nia heran, ia berpikir temannya mungkin kejedot sesuatu.
“Kau bercanda kan?”
“Sya, sudah kubilang Papa akan membawaku ke Paris jadi aku memutuskan melanjutkan kuliah disana, dan untuk tiket kuliah di Jepang aku serahkan kepadamu ya? Aku tahu ini bodoh tapi Papa akan menyelesaikan semuanya, masalah biaya,.”
“Tidak mungkin Nia! Yang mendapat tiket itu kamu! Aku gagal dalam ujiannya, mana mungkin urusan serumit itu bisa diselesaikan dengan mudah, dan satu lagi bukannya ini kemauanmu kan? Bisa kuliah di Jepang? Melihat langsung Gunung Fuji? Kenapa kau lepaskan begitu saja?” Syahidah semakin heran melihat sikap temannya. Bukankah sebulan yang lalu Nia sangat antusias dengan tes ujian masuk Universitas Jepang, berharap bisa menikmati pemandangan disana, melakukan ini itu, tapi kenapa sekarang begitu berbeda?
“Syahidah sayang, aku memang menginginkannya, tapi itu dulu Sya, dulu aku tidak tahu kalau Papa ternyata mendapat tiket gratis ke Paris, dan asal kamu tahu, Paris adalah tujuan pertamaku, sejak dulu aku menginginkan pergi kesana, dan aku merasa bahagia harapan itu bisa terwujudkan, kamu bisa mengerti aku kan Syahidah?” Nia menjelaskan perasaannya dengan mengebu-ngebu.
“Aku masih belum mengerti Nia, kenapa kamu serahkan tiket ini kepadaku? Aku mengerti jika kamu tidak ambil tiket ini sekolah kita akan didiskualifikasi, dan,..”
“Tidak Syahidah, Papa termasuk orang yang berpengaruh di Jepang sana, dan sebenarnya aku juga gagal dalam tes itu Sya, maafkan aku, semua itu kebohongan, Papa yang memberiku tiket ini.”
Syahidah terkejut mendengar jawaban Nia, lalu kenapa dia susah-suasah ikut ujian denganku?
“Sebenarnya aku ingin mewujudkan keinginanmu Sya, aku termasuk orang yang tidak paham makna kerja keras, semua keinginanku bisa langsung terwujudkan cuma dengan meminta, dan kamu? Keinginanmu harus dibaluti kerja keras dulu untuk menggapainya, jadi aku memutuskan untuk..” Nia menunduk, ia tahu cara ini tidak baik, tapi semua ini untuk sahabatnya.
“Maaf Nia, aku menolak”
Jawaban yang tidak disangka-sangka, Nia menatap Syahidah, Kenapa?
“Sya, kumohon Sya!”
“Tapi jika kamu mau meminta ujian ulang untukku aku akan menerima tiketnya.” ujar Syahidah sambil menatap Nia.
Seketika wajah Nia kembali terang.
“Kamu serius akan menerimanya? Jangan khawatir aku akan bicara dengan Papaku, Alhamdulillah!” Nia bersorak senang, ia langsung memeluk Syahidah erat.