Akhirnya waktu untuk acara reunian tiba. Fatimah benar-benar merasa ragu, ragu untuk datang ke sana. Ia berulang kali meyakinkan hatinya, ini hanyalah reuni kenapa dirinya harus ragu? Harus takut? Jika pun di sana dirinya mendapat hujatan ataupun ejekan teman-temannya untuk apa di pikirkan. Bukankah dirinya sudah terbiasa di sakiti? Sudah terbiasa dihujat dan di ejek orang karena dirinya menjadi perawan tua? Lalu apa lagi yang membuat dirinya ragu datang ke acara reunian? Entahlah.
Saat ini, Fatimah tengah termenung. Menyenderkan kepalanya di muka jendela. Dia punya Allah, dia punya iman. Kenapa dia harus kalah dengan ejekan dan hinaan orang? Dia percaya, Allah SWT selalu memberikan segala hal yang terbaik untuk setiap umat-Nya. Dan ... dirinya seperti ini karena Allah SWT tahu ini yang terbaik untuk dirinya. Bukankah bergantung harapan pada Allah SWT itu lebih utama? Daripada bergantung pada manusia yang akan berakhir dengan rasa kecewa.
Tring ... tring ...
Bunyi handphone menyadarkan angan Fatimah. Fatimah menggelengkan kepala guna menghilangkan pikiran-pikiran buruk nan penuh keputusasaan. Fatimah berjalan ke arah nakas, di mana handphone miliknya berada. Tertera nama Feby di layar handphone lalu Fatimah menggeser ikon telepon warna hijau itu.
"Hallo, assalamualaikum, Feb," ucap salam dari Fatimah.
"Waalaikumsalam, Ima. Hari ini jadikan datang ke reunian?" tanya Feby to the poin dari seberang sana.
"Jadi, kok. Tenang aja."
"Kalau gitu, nanti aku jemput, ya. Kita bareng ke sana!"
"Enggak usah, Feb. Kamu kurang kerjaan banget jemput aku. Asia Plaza ke rumahmu kan deket, kalau jemput aku sama artinya kamu puter arah. Ngabisin waktu sama bensin," tolak Fatimah.
"Kapan, sih, kamu mau ngerepotin orang?"
"Haha, orang lain enggak mau direpotin orang, lha, kamu malah mau."
"Aku emang enggak mau. Ini terkhusus buat kamu, aku rela direpotin, kok. Masa aku aja sih yang ngerepotin kamu terus," keluh Feby. Sebab semenjak bersahabat dengan Fatimah belum pernah sekali pun dibuat repot, yang ada dirinya saja yang selalu merepotkan Fatimah.
"Beneran, kamu enggak usah jemput. Aku berangkat sendiri saja."
Terdengar suara decak dari bibir Feby.
"Ya, udah, iya. Aku tunggu kamu di sana, ya? Jangan lupa dandan yang cantiiiiik banget. Biar mereka tahu primadona sekolah masih tetap sama cantiknya."
"Berlebihan!"
"Ih, dibilangin. Ya udah, ya. Aku tutup dulu. Bye. Assalamu'alaikum."
"Bye. Waalaikumsalam."