Setelah beberapa hari berlalu kini Erlan dan Erisa berpamitan pulang, Erisa memberikan satu baju bekas import untuk Aina, tidak ingin menolak pemberian seseorang, Aina menerima dengan senang hati walaupun tak ingin mengenakannya sama sekali.
Bukan merasa jijik tapi ia merasa direndahkan karena Erisa mengatakan bahwa Aina tidak akan sanggup membeli barang bagus dari luar negri seperti dirinya maka Erisa terpaksa memberikan satu pakaian yang ia punya untuk membuat kakak iparnya itu merasakan memiliki pakaian bagus seperti dirinya.
Beruntung hari ini Intan ikut menginap di rumah Erisa beberapa hari jadi Aina dapat bernapas lega dalam beberapa hari ini.
Aina akan keluar rumah untuk membeli gawai bekas pakai dengan uang tabungannya yang sudah ia simpan bertahun-tahun lamanya karena Aina hanya menyimpan dua puluh ribu setiap Azam memberi uang bulanan dua ratus ribu.
"Kita jalan-jalan keliling ya, Sayang," lirih Aina sambil menatap kedua putranya dalam gendongannya.
Saka dan Suga tak pernah keluar dari dalam rumah jadi Aina merasa sedikit takut dan khawatir membawa kedua anaknya itu keluar rumah karena kemungkinan besar mereka akan rewel.
Baru beberapa langkah Aina berjalan Azam sudah memanggilnya.
"Jangan bawa anak-anak kalau mau jalan sama pacar kamu, aku tidak mau anakku menjadi jalang sepertimu," ucap Azam yang masih berdiri di ambang pintu tengah.
Apa lagi kalau bukan fitnah. Intan selalu mengatakan jika Aina keluar dari rumah untuk bertemu dengan seseorang yang selalu memakai masker di ujung jalan dan terkadang di pasar.
"Ya tuhan, Bang. Aku ini istrimu kenapa kamu sampai hati mengatakan hal yang tidak pernah aku lakukan?" Mata Aina berkaca-kaca. Ia merasa dirinya seperti tidak ada artinya lagi di mata Azam.
"Halah. Tidak usah menyangkal!" Azam meludah di lantai tanda meremehkan istrinya yang masih mematung menatapnya.
"Bang!" Suara Aina meninggi. Ia benar-benar kesal dituduh seperti itu padahal Aina selalu menjaga Marwah sebagai seorang istri.
"Apa? Ibu selalu bilang padaku kalau kamu keluar hanya untuk bertemu dengan laki-laki di luar sana. Alasan saja kamu belanja padahal untuk selingkuh," papar Azam kemudian mengambil Saka dan Suga dari gendongan Aina.
Jadi kini Aina paham kenapa Azam memberikan kepercayaan penuh pada ibunya untuk berbelanja kebutuhan bulanan mereka.
"Ouh karena itu kamu berubah, Bang?" tanya Aina dengan air mata menggenang di matanya.
"Bukan hanya itu. Aku menyesal tidak mendengar perkataan ibu dulu, aku juga menyesal memberikan mahar seratus juta namun nyatanya tidak dapat aku pinjam lagi darimu, Aina!" sentak Azam.
Aina hanya mampu mengelus dadanya pelan. Ia tidak menyangka bahwa Azam sampai hati mengungkit-ungkit apa yang telah ia berikan pada Aina selama ini.
Sekarang Aina tahu seberapa kejam perlakuan Azam, tidak hanya kekerasan pada fisiknya namun juga pada batinnya. Aina menhela napas kesal lalu meninggalkan Azam dan kedua putranya walaupun ada rasa tidak sampai hati meninggalkan kedua bocah kecil itu bersama ayahnya.
"Kamu akan menerima atas perlakuan burukmu semua, Bang," batin Aina lalu meninggalkan rumah.