Mimpi apa pria itu semalam sehingga bertemu dan berurusan dengan cewek aneh yang hampir saja membuat tensi darahnya naik. Lebih baik mengalah dan menukar tempat duduk daripada berdebat yang ujung-ujungnya menjadi pusat perhatian penumpang lainnya. Syukurlah dia sudah terlatih untuk mengontrol emosi, kalau tidak mungkin saja gadis itu sudah habis di tangannya. Mengerikan sekali.
Pria itu kemudian mulai menaikkan dua tas besar berwarna hijau tua itu ke tempat penyimpanan yang ada di kabin. Ketika ia hendak menaikkan tas, tiba-tiba ia tersandung dan hampir saja terjatuh menimpa gadis yang sedang bermain game.
Pria itu berdecak kesal, “Ck! Ya ampun! Mbak? Tolong dong tas besarmu ini letakkan di atas! Ini mengganggu loh!” ucap pria itu kesal.
Sedangkan gadis itu tidak memperdulikannya, ia tetap cuek dan meneruskan bermain game di ponsel pintarnya.
“Tolong Mas saja yang angkatin tasnya. Tasnya berat aku nggak kuat," ucap gadis itu cuek sedikit memerintah.
“Hah???” Pria itu kaget mendengar jawaban dari gadis itu. Membuat pria itu kehilangan akal.
‘Siapa dia? Berani sekali memerintahku seperti itu! Cantik sih cantik, tapi kalau begini caranya lama-lama eneg juga. Ya allah kenapa aku harus bertemu makhluk seperti ini?’
Pra itu berkacak pinggang di depan Mentari. Berkali-kali ia menggosok wajahnya kasar. Menatap tajam Mentari yang acuh dan sama sekali tidak peduli. Lagi-lagi ia harus mengalah daripada masalah ini semakin panjang urusannya.
“Buset! Ini tas isinya apaan sih berat banget!” Refleks pria itu menggerutu hingga terdengar di telinga Mentari.
“Bom. Puas! Lemah! Cowok apaan ngangkat gitu aja nggak kuat!” ucap Mentari bernada mengejek.
Pria itu terkejut setengah mati mendengar ucapan gadis aneh yang keluar begitu saja tanpa disaring terlebih dahulu. Berkali-kali ia berdecak kesal, napasnya mulai memburu. Bukan karena lelah habis mengangkat barang-barang itu, melainkan rasa kesal bercampur marah diperlakukan tidak sopan seperti itu.
Pria itu menatap tajam gadis yang rupanya sudah tertidur. Pria itu tersenyum pahit, sepertinya dia harus menyiapkan stok kesabaran selama perjalanan ini. Lebih baik ia membasuh wajahnya di toilet untuk mendinginkan otaknya.
***
Mentari baru saja tiba di sebuah rumah kontrakan. Dia kembali membaca dan mencocokkan secarik kertas yang berada di tangan kanan. Sedangkan di tangan kirinya memegang tote bag yang berisi bingkisan untuk seseorang yang ia cari.
Perlahan Mentari mendekat ke sebuah pintu kayu yang catnya sudah mulai memudar. Menarik napas panjang untuk mengumpulkan keberanian mengetuk pintu itu. Mentari sengaja tidak memberitahu Hendrik soal kedatangannya yang tiba-tiba ini, sengaja ingin memberi kejutan kepada kekasih hatinya.
Berkali-kali Mentari mengetuk, tetapi tidak ada tanda-tanda penghuni di dalamnya. sampai pada akhirnya, seorang ibu-ibu tua berdaster keluar dari sebelah rumah kontrakan itu.
“Cari siapa, Nduk?”
“Apa pemilik rumah ini ada?” tanya Mentari sopan.
“Wah kalau jam segini dia nggak ada di rumah. Biasane ada di studio, latihan,” jawab ibu berdaster itu kental dengan logat jawanya.