David mengawali pagi itu dengan penuh semangat. Tidak ada pagi yang tak cerah baginya. Pagi adalah matahari bagi hidupnya. Angin yang basah dan dingin, mendung, kabut bahkan hujan, tak pernah menjadi penghalang baginya menyongsong pagi dan matahari hidupnya. Pagi yang selalu cerah tanpa kemurungan dan kesedihan.
“Selamat pagi, Tante!” sapa David pada Bu Ellen.
“Selamat pagi juga. David.. ?! Lho, katanya nggak bisa berangkat bersama Tasya?” balas Bu Ellen.
“Iya Tante, saya tidak jadi menjemput saudara ke bandara,” jawab David.
“Tante, apa Tasya sudah berangkat sekolah?” lanjut David.
“Aduh.. iya, Tasya barusaja berangkat. Mungkin dia mengira kamu tidak bisa menjemputnya, maaf ya.. ” jawab Bu Ellen.
“Iya, nggak apa-apa Tante,“ timpal David.
“David, kenapa kamu tidak menelepon Tasya dulu?” tanya Bu Ellen.
“Sudah Tante tapi HP nya tidak aktif,” jawab David.
“Ya… kamu ini, telpon rumah kan juga bisa,” tukas Bu Ellen.
“O iya Tante, saya lupa, tadi itu memang saya terburu-buru karena bangunnya kesiangan hehehe.. ya sudah nggak apa-apa Tante, kalau begitu saya pamit berangkat kuliah dulu,” balas David tersenyum.
“Iya, hati-hati di jalan ya, ingat, jangan ngebut,” ucap Bu Ellen.
“Baik Tante. Hmm.. Tante ini ada-ada saja, sepeda saya kan sepeda tua, butut, jadi mana mungkin bisa ngebut hehehe.. “ tukas David yang dibalas tawa oleh Bu Ellen.
“David, kamu sarapan dulu sana, Tante tadi baru masak makanan kesukaan Tasya dan pasti kamu juga suka.. nasi goreng orak arik telur, ” kata Bu Ellen menawarkan David untuk sarapan dulu.
“Wah enak sekali, tapi tadi saya sudah sarapan, terimakasih Tante, kapan-kapan boleh deh dibuatin lagi hehehe.. “ gurau David menolak.
“Tante, David permisi dulu,” pamit David seraya meraih jemari tangan kanan Bu Ellen dengan penuh hormat.
“Iya, silahkan, hati-hati, ingat pesan Tante tadi ya..“ balas Bu Ellen tersenyum.
Kemudian David memutar balik sepeda motornya. Setelah membuka pagar, David mengeluarkan sepeda motornya, kemudian menutupnya kembali dan bersama sepeda motor bututnya meninggalkan rumah yang cukup asri tersebut.
Meski butut dan tua tapi sepeda motornya cukup mampu melaju kencang di jalanan, David ingin segera sampai di kampus dan tidak terlambat untuk hari ini. David merasa tidak enak dengan sikapnya semalam pada Tasya.
Sesampainya di kampus, karena jam kuliah masih cukup lama, dia duduk di sebuah bangku taman dekat gedung perpustakaan sambil membaca buku, sambil sesekali melihat jam yang melingkar di tangan kirinya dan mengamati HP miliknya.
“Hmm.. kemana Tasya ya, biasanya dia sering menghabiskan waktu di sini,” gumam David.
“Aku di sini! Hahaha..!” tukas Tasya tiba-tiba hingga mengagetkan David.
Dan tanpa diduga, dari arah belakang, Tasya tiba-tiba sudah duduk bersandar di punggung David. Sesekali David melirik ke belakang, ke arah Tasya.
“Tasya!” panggil David.
“Iya, ada apa?” sahut Tasya.
“Maafkan aku ya.. “ ucap David kemudian.
“Maaf untuk apa, memangnya kamu salah apa padaku?” tanya Tasya.
“Itu.. masalah semalam,” jawab David.
“O itu.. sudah nggak perlu dibahas lagi, aku sudah melupakannya,” seloroh Tasya sambil tersenyum.
“Vid, nanti tolong bantu aku ngerjakan tugas kimia ya.. please!” ucap Tasya manja.
“E.. ternyata ada maunya nih anak.. akh aku sudah bisa menebak hehehe.. memang kan biasanya semua aku yang ngerjakan, bukan hanya bantu tapi sepertinya sudah jadi tugasku,” celoteh David dengan memasang raut wajah cemberut.
“Hehehe.. sekali ini saja deh.. please!” rayu Tasya.
“Ini sama saja aku yang kuliah, mengambil mata kuliah itu lagi, makanya kamu yang rajin, biar tidak mengulangi lagi!” tukas David.
“Yah kamu ini.. kita kan sudah bersahabat sejak kecil.. masa kamu perhitungan denganku hehehe.. katanya kamu sayang padaku!” bisik lirih Tasya menggoda David.