Tiga jam kemudian, Tasya nampak sudah rapi, menenteng tas warna pink kesayangannya, bersiap mau jalan. Kemudian dia menghampiri Bu Ellen di ruang depan.
“Ma, Tasya mau jalan dulu,” ucap Tasya pada ibunya.
“Mau kemana lagi kamu?” tanya Bu Ellen.
“Ke toko buku, Ma.. “ jawab Tasya.
“Tasya, kan sudah malam, apa nggak sebaiknya besok saja? Kenapa nggak tadi siang sekalian saat pulang kuliah?” ucap Bu Ellen sembari melepas kacamata bacanya, menatap heran ke arah Tasya yang masih dengan senyum manjanya.
“Lupa, Ma.. “ sahut Tasya.
“Lupa kok dipelihara.. Tasya, seharusnya kamu catat segala sesuatunya! Hari ini agendamu apa saja, bukan selalu bikin repot David terus!” tukas Bu Ellen.
“Lho Mama kok tahu?” seloroh Tasya.
“Ya Mama tahu lah.. siapa lagi yang setia bantu kamu kalau bukan David? Tasya, seharusnya kamu kasihan sama David,” lanjut Bu Ellen.
“Yaah.. David sendiri yang mau, kok justru Mama yang marah sih?” timpal Tasya lirih.
“Kamu ini, kebiasaan. Tasya, janganlah kamu selalu tergantung dengan orang lain. Iya sekarang ada David yang bisa semau kamu untuk disuruh ini itu. Coba jika suatu saat nanti jika David pergi, jauh darimu?” jawab Bu Ellen.
“Ma, memangnya David mau pergi kemana? Pindah kemana, Ma?” tanya Tasya berat dengan wajah gelisah.
“Tuh.. kan.. ditanya begini saja sudah bingung!” tukas Bu Ellen.
“Tasya serius, Ma!” sahut Tasya ingin tahu.
“Seandainya David benar-benar pergi darimu, masa kamu tidak bisa jalan sendiri? Kasihan David, justru di saat ini, ibunya sangat butuh perhatian dari David, coba sedikit mengertilah!” kata Bu Ellen.
“Tapi bukannya Mama pernah bilang, jika masalah orang tua David, hanya Mama yang tahu dan David pun nggak diberi tahu,” ujar Tasya menimpali.
“Iya, tapi bukan berarti kamu itu bisa perlakukan David semaumu saja, biarkan dia juga ada waktu untuk dirinya sendiri dan keluarganya,” jelas Bu Ellen.
“Ah, Mama, kan Tasya nggak setiap malam ngajak jalan David. Masa sih Mama tega membiarkan anak gadisnya jalan malam begini sendirian? Tadi Tasya minta tolong David untuk ngantar Tasya pergi ke toko buku, karena ada tugas yang harus dikumpulkan besok pagi,” sanggah Tasya membela diri.
“Tugas untuk besok baru kamu kerjakan malam ini?” tanya Bu Ellen sedikit kesal, sementara tasya hanya tersenyum kecil.
“Hmm.. tenang saja, Ma!” tukas Tasya.
Tidak berselang lama dari halaman depan rumah terdengar suara mesin sepeda motor. Tasya melonjak senang. Kemudian Tasya pamit dan mencium pipi Bu Ellen, dan bergegas keluar rumah. Bu Ellen menatapnya hingga meneghilang di balik pintu.
“Tasya, jangan pulang larut malam!” teriak Bu Ellen.
“Iya, Ma!” jawab Tasya.
Sejenak kemudian, Tasya dan David sudah beredar di jalanan menuju toko buku yang di maksud oleh Tasya.