KUTITIPKAN RINDU INI

DENI WIJAYA
Chapter #16

LOVE IN CAMPUS #16

Kabut gelap membuat sejuk asri pagi ini kian terasa. Burung-burung bernyanyian bersahut-sahutan. Cerahnya suasana pagi ini. Suara burung berkicau merdu di pagi hari awali dunia baru yang cerah dengan senyum semangat yang menghiasi di suatu perguruan tinggi.

Dengan cekatan Andini mengayunkan kakinya langkah demi langkah menuju kampus. Singgasana ilmu yang paling menyenangkan dan membanggakan karena tidak setiap orang bisa berkesempatan untuk merasakan pendidikan di bangku perguruan tinggi.

Dan kini resmi sudah Andini menyandang sebutan mahasiswi setelah melalui suka duka OSPEK yang sempat membuatnya terlibat cinta lokasi dengan kakak panitia. Dingin menusuk tulang tidak menyurutkan semangatnya yang terlanjur hangat. Meskipun sesekali Andini tergigil dengan suhu kota Malang bulan Agustus yang sangat rendah. Tetdengar nyanyian burung berkicau bersaut-saut ria. Tetesan bening kabut buta terkeling manja menyentuh bunga merah jambu dan membuatnya merekah mewah.

Masa-masa Andini yang sekarang mungkin bagaikan anggur yang baru menampakkan buahnya. Setiap hari mengumbar senyum segar tanpa ada beban yang terlihatkan. Bangga. Selalu terisi dengan kebahagiaan. Kalau ada yang mengatakan masa paling indah itu masa masa SMA, mungkin itu adalah ungkapan yang tidak selamanya benar karena bagi Andini justru masa-masa kuliah adalah masa yang paling indah.

Di bangku kuliah ini juga Andini menikmati masa remajanya. Masa-masa di mana dia mengenal sebuah cinta. Yang membuat tidur malamnya serasa tidak nyaman dan membuatnya gelisah ingin terus memandangnya. Sosok pria ganteng yang telah mengacaukan lalu lintas akses otaknya. Senyumannya bagaikan sensor magnetik yang membuat hatinya meleleh over load. Hal itu lah mungkin yang membuatnya menjadi pangeran yang terlihat paling tampan di kampus. Ya ini lah yang di rasakan orang yang sedang jatuh cinta, buruk pun akan selalu terlihat sangat indah.

Masa-masa OSPEK di tingkat fakultas pun berakhir setelah beberapa hari lamanya. Rasa lelah karena OSPEK fakultas pada akhirnya hilang seiring dengan dimulainya hari pertama kuliah. Rasa lelah yang ada berganti dengan perasaan senang karena pada akhirnya aku bisa merasakan hari-hari pertama belajar sebagai mahasiswa.

Kenangan-kenangan saat OSPEK dulu mulai menghilang seiring dengan kesibukannya sebagai mahasiswa baru, karena ternyata setelah melewati masa orientasi di tingkat fakultas, di hari-hari awal masa perkuliahan mereka pun masih harus mengikuti kegiatan OSPEK di tingkat jurusan.

Namun ada satu kenangan yang membuatnya sulit untuk melupakannya. Semenjak kejadian di OSPEK itu dan sejak itu pula Andini mengaguminya. Seusai OSPEK, perasaan itu semakin menjadi-jadi menghantui pikirannya, namun tidak sekalipun Andini berani bertatap muka dengannya. Hal ini bukan karena dia seorang yang phobia, tapi memang dia tidak cukup kuasa menahan pesona nya yang baginya sungguh sangat istimewa.

Sebatas melihatnya tersenyum, dan memperhatikan setiap gerak-geriknya sudah cukup membuatnya selalu tidak pernah malas ke kampus. Ya mungkin bisa di bilang sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.

Tanpa sadar hari demi hari terus berganti. Tapi apa yang dia rasakan kepadanya tidak sedikitpun ada perubahan. Jantungnya selalu berdetak tidak karuan setiap bertemu dengannya. Selalu salah tingkah dan seakan tidak bisa mengendalikan nalarnya sendiri. Ternyata resonansi cinta itu amat sangat kuat. Bila bertemu malu, tapi bila tidak ada akan tersiksa karena merindu. Pagi itu aku sengaja melewati gedung E4 yang biasanya berkerumun para mahasiswa jurusan Teknik Elektronika menunggu waktunya jadwal kuliah pertama dimulai. Dengan hetakan kaki terbirit birit Andini berjalan.

”Hei… cewek!” sapa Totok lirih.

Tentu Andini kaget, karena meskipun dia sering lewat di depannya tapi tak sekali pun dia menyapanya.

“I… ii… iyaa ??” Andini menjawabnya dengan terbata.

Namun setelah menoleh, justru perasaan gundah yang dia dapati. Ternyata yang dia harapkan tidak terjadi. Kenapa pria yang dia harapkan untuk menyapanya ternyata diam saja.

”Huft… Sebel! Kenapa dia diam saja. Malah Kak Totok yang menyapaku..” Andini menggerutu dalam hati.

******

 Siang ini Andini menghabiskan waktu istirahat pertamanya, di sela jeda waktu jadwal kuliah kedua di taman perpustakaan kampus. Sementara itu, Lidya, soulmate nya sudah bersiap-siap mengajaknya ke kantin, tapi kali ini Andini sepertinya harus mempersiapkan sejuta alasan untuk menolak karena dia belum merasa lapar. Di taman perpustakaan itu Andini sering menghabiskan waktu dengan membaca dan sesekali ditemani dengan beberapa ekor kupu-kupu kertas yang terbang di antara bunga-bunga tulip yang sedang mekar. Entah apa yang membuatnya betah berlama-lama bercengkrama dengan sekumpulan kupu-kupu kertas itu.

Siang itu rencananya dia ingin membaca sebuah novel yang baru saja dia beli di toko buku kamarin malam, bahkan dia sudah menenteng novel itu sejak keluar dari dalam kelas. Namun apa hendak dikata, pikiran Andini justru disibukkan dengan bayangan wajah David. Melamun dan berandai-andai tentang kelanjutan rasa sukanya pada pemuda itu, akankah berlanjut dan bersemi? Akankah suatu saat dia bisa memiliki David? Entahlah.. mengapa setiap memikirkan David, hatinya selalu berdebar. Sepertinya pemuda itu telah telah begitu mengeruk rasa cintanya semakin dalam.

Andini celingak-celinguk seperti seorang detektif. Dia baru menyadari, hari ini tidak seperti biasanya, tidak banyak mahasiswa yang menghabiskan waktu di taman depan perpustakaan. Saat asyik celingak-celinguk, sepasang lensa matanya menangkap sosok pemuda yang selama ini telah membuatnya gila akan cinta. Pemuda itu sedang berjalan dengan gayanya yang khas dan santai.

Dan sepasang mata Andini sepertinya tak rela untuk melepaskan pemuda itu dalam sekejap pun, pandangannya terus mengikuti kemana pemuda itu pergi, ternyata dia menuju ke perpustakaan. Andini ingin mengikutinya, tapi dia kan baru dari perpustakaan.

Tapi meskipun dia berfikir seribu kalipun, sepertinya keputusannya hanya satu yaitu ikut masuk ke dalam perpustakaan. Andini tidak mau melewatkan kesempatan yang langka itu. Dan sepertinya tidak ada salahnya jika dia mengikuti pemuda pujaan hatinya itu ke perpustakaan, tak perduli dengan tatapan aneh sang petugas perpustakaan... mau dihafal... so what. Yang penting kan bisa melihat pemuda pujaan hatinya dari dekat. Akhirnya dengan mantab Andini melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.

Pemuda itu sedang mencari-cari buku di rak kimia. Wow.. pikir Andini. Waktu kosong saja masih sempat-sempatnya mikir pelajaran. Kalau Andini sih malas sekali, lebih enjoy baca novel. Apalagi apa tuh? Kimia? Tidak.

''Hai, sedang mencari buku apa Din ?'' tegur David tiba-tiba.

Lihat selengkapnya