Malam itu, mereka mengadakan malam keakraban dengan nuansa api unggun. Seru juga sambil menyanyikan lagu-lagu slowpop. Sayup-sayup terdengar mereka menyanyikan lagu milik Cryse, Damai Bersamamu dengan iringan alunan musik gitar akustik. Di bawah hamparan langit malam yang bertaburan bintang dengan sosok rembulan yang menampakkan diri sebagai penguasa malam, Andini membawakan suatu puisi dengan diiringi petikan senar gitar, alunan musik petik yang mampu membawa siapapun yang mendengarnya untuk larut dalam suasana malam yang semakin hening dan romantis.
“Vid, kira-kira sosok laki-laki yang dimaksud Andini dalam puisinya itu siapa ya, pasti dia juga kuliah di kampus kita?” tanya Totok.
“Jadi penasaran saja, sepertinya Andini begitu menyukainya,” sambung Totok. David hanya menggelengkan kepalanya. Tatapan matanya jauh menembus langit malam yang gelap, entah apa yang sedang bergelayut dalam benaknya.
Sementara itu, di akhir bait-bait puisi yang dia bacakan, tatapan matanya beradu pandang dengan mata seorang pemuda yang berada di antara kerumunan para panitia OSPEK. Cukup lama. Dan seolah pandangan mereka menjadi media untuk menyampaikan perasaannya masing-masing.
Pada hari ketiga acara camping yang diadakan panitia OSPEK fakultas teknik. Suatu saat menjelang senja...
Langit di ufuk barat bukit Panderman mulai memerah, menghapus jejak kuning yang semula begitu terang. Selapis awan tipis yang awalnya tampak menyala kuning garang mulai menghitam. Semburat merah kekuningan tampak menghiasi cakrawala. Nuansa lukisan sang pencipta di kaki langit. Cuaca cerah membuat sang surya terlihat indah ketika akan melangkah kembali ke singgasananya semakin menambah romantisme senja. Kala sang surya tenggelam di balik bukit Panderman membawa keindahan bagi siapa pun yang sang penikmat senja.
Senja yang riuh dengan cecet burung-burung yang pulang ke sarang. Merangkai jalinan cerita senja yang syahdu, menukikkan jiwa yang merindu pada sang kekasih. Senja selalu punya cara merekam setiap jejak manusia dan pergumulannya, menyimpannya dan menyampaikannya kembali di lain waktu sebagai kenangan yang tidak pernah terlupakan. Pada senja ada derai bahagia, pada senja pula ada air mata. Sungguh senja adalah sebuah harmoni hidup.
Sementara itu David dan Tasya duduk menikmati pertunjukan warna langit yang Tuhan pertontonkan saat menjelang malam. Pertunjukan langit yang saling berharmonisasi dalam lukisan alam. Meskipun sering kali mereka lewati hari dengan menikmati senja, tak secuil pun ada rasa bosan karena sepertinya Tuhan begitu cekatan meramu pertunjukan senja dengan cerita yang tak pernah sama.
“Vid, malam ini baru aku menyadari panorama senja di bukit Panderman sangat indah ya..,” ucap Tasya.
”Iya. Tasya, lihat burung-burung yang terbang beriringan itu. Dengar suara candanya, seolah mengisyaratkan kegembiraan saat waktu pulang ke sarangnya,” timpal David sambil pandangannya menerawang jauh entah kemana.
“Tentulah mereka sangat bahagia,” sahut Tasya lirih.
Untuk sesaat matanya menatap wajah pemuda yang ada di sampingnya itu. Sejenak mata mereka beradu dalam kebisuan kata, hanya hati mereka yang berbicara.
Tak ada keraguan, dengan cepat dia raih tangan kanan Tasya dan mengurung dengan dua tangannya, seolah dia hendak menyampaikan isi hatinya yang selama ini terpendam. Sejenak Tasya menatap tajam wajah pemuda di sampingnya itu.
“Vid, tolong tatap mataku (mengambil nafas dalam-dalam), katakan kalau kamu mencintaiku dan tidak mencintai Andini!” kata Tasya memberi pilihan.
Mendengar ucapan Tasya tersebut, David hanya diam sementara matanya masih beradu pandang dengan sepasang mata indah gadis cantik di depannya itu.