Malam telah larut, udara dingin menusuk tulang tetapi Tasya masih belum dapat memejamkan kedua matanya. Terbayang di pelupuk kedua matanya, kedua sosok pria yang telah sama-sama menggoreskan perasaan cinta di hatinya. Sama-sama bisa membuatnya merasa nyaman bila di sampingnya. Sungguh perasaan yang sangat dilematis.
Waktu pun berlalu tanpa kepastian, tanpa keputusan, penuh keraguan, bimbang dan kegalauan. Namun pagi itu, Tasya dikejutkan oleh suara nada panggil dari ponselnya. Tasya cepat-cepat meraih ponselnya.
“Boby! Kenapa dia tak henti-hentinya mengusikku?!” Tasya setengah terpekik. Jantungnya berdetak lebih cepat lagi. Hampir tak terkontrol. Dia mencoba menguasai dirinya.
“Bagaimana dengan Clara?!” gumamnya dalam hati.
“Halo,” jawab Tasya.
“Halo! Ini Tasya ya ..?” tanya Boby.
“Iya. Bob, ada apa kamu menelponku?” jawab Tasya terbatah.
“Kamu di mana?” lanjut Boby.
“Aku masih di kampus!” jawab Tasya jutek.
Sebenarnya saat itu pikiran Tasya berkecamuk.
“Tasya, aku mau minta maaf. Kuakui aku memang egois, hanya memikirkan diriku sendiri! Tapi tolong kembalilah padaku!” ucap Boby mencoba untuk mengawali pembicaraan. Sementara Tasya masih saja diam tanpa kata.
“Tasya, apakah kamu masih memikirkanku?” lanjut Boby.
Tasya masih terdiam.
“Bob, tolong lupakan aku. Kita berteman saja. Lupakan semua yang pernah terjadi di antara kita,” jawab Tasya.
”Aku nggak rela jika kamu meninggalkanku karena dia, laki-laki brengsek itu?” kata Boby.
"Siapa yang kamu maksud?” tanya Tasya.
“David!” sahut Boby kasar.
“Bob, jaga ucapanmu. Kamu jangan mencari-cari alasan dan menyalahkan orang lain. Jangan libatkan David dalam urusanmu denganku. Dia nggak ada hubungannya dengan ini semua!” sangkal Tasya jengkel.
“Kedekatan kalian sepertinya bukan sebagai sahabat. Kamu jangan bohong. Tasya, aku juga seorang laki-laki!” tukas Boby.
“Aku nggak bohong! Sudah, jangan panjang lebar. Sekarang apa yang kamu mau dariku? Aku merasa kamu masih mencintaiku. Kamu jangan membohongiku!” tanya Tasya langsung pada pokok pembicaraan.
“Sok tahu!” sahut Tasya.
“Tasya, aku ingin kita kembali seperti dulu!” jawab Boby.
“Lalu bagaimana dengan Clara?” cecar Tasya.
“Untuk sementara aku break dulu sama dia!” jawab Boby datar.
“Enak saja, aku nggak mau. Bob, seharusnya kamu mikir sedikit dong, coba mengerti sedikit tentang perasaan perempuan! Kamu jangan mempermainkan perempuan seenak perutmu sendiri! Dasar egois!” jawab Tasya.
“Aku juga nggak mau berurusan dengan Clara. Dia menuduhku telah merebut kamu darinya. Padahal, cowoknya sendiri yang bermain api!” lanjut Tasya.
“Tasya, kamu masih marah padaku?” tanya Boby.
Tasya tidak langsung menjawab. Banyak yang ingin dia katakan. Tapi rasanya percuma, hanya buang-buang waktu saja, pikir Tasya. Dia tidak ingin membuat kesalahan untuk yang kedua kalinya.
“Tasya, aku mencoba pergi tapi sepertinya aku tidak bisa terlalu lama jauh darimu karena aku masih mencintaimu. Sekarang aku baru merasa bahwa kamu adalah cintaku !” ucap Bahtiar merayu.
Kembali Tasya masih terdiam. Diam karena dia merasakan beban perasaan yang begitu berat. Cinta yang terkadang selalu memberikan solusi yang sulit diterima. Karena ketika jatuh cinta, begitu mudahnya berjanji tak saling menyakiti, namun seiring berjalannya waktu, terkadang juga begitu mudah mengingkarinya.
“Bob, sebaiknya kamu kembali pada Clara!” kata Tasya.
“Tasya, apa menurutmu saat ini mungkin aku bukan lagi Boby yang seperti dulu. Bukan lagi Boby yang bisa memberikan kenyamanan, memberikan ketenangan dalam meraih mimpi manismu?” balas Boby mencoba untuk membujuk Tasya.
Untuk beberapa saat, pikirannya kembali melayang menelusuri setiap kenangan yang dia lewati bersamanya.
“Tidak, Bob. Sekarang aku baru menyadari jika saat itu aku merasa menjadi perempuan terbodoh yang mau menerimamu. Sementara ada perempuan lain yang merasa tersakiti olehku!” ucap Tasya.
"Aku sadar, mungkin terlalu naif jika aku kembali padamu. Sudah lupakan saja. Kembalilah pada Clara!” lanjut Tasya.
“Kamu sudah tidak mencintai aku lagi, ya?” cecar Boby merasa dipermainkan oleh Tasya.
“Iya, aku tidak mencintaimu lagi!” jawab Tasya.
Boby bisa memahami arah pembicaraan Tasya. Namun sepertinya dia tidak begitu saja mau melepaskan Tasya darinya. Ada rasa dendam bergemuruh di dalam hatinya hingga membuat sesak rongga dadanya.