Tanpa sadar, aku berlari sampai rumah.
Lelah dan lemas sama sekali tidak kurasakan.
Aku hanya merasa sesak di hatiku.
Kulihat di depan rumah terdapat beberapa orang dewasa.
Siapa mereka?
Apa yang mereka lakukan di depan rumah?
Salah seorang dari mereka mengetuk pintu rumah.
Kulihat ibuku membukakan pintu untuk mereka.
Sebelum ibu menjelaskan apapun, mereka memaksa masuk rumah.
Bahkan memegangi ibuku yang berusaha melawan.
Apa-apaan mereka itu...!?
Tentu saja aku marah melihat ibuku yang diperlakukan seperti itu.
Aku berlari menuju mereka.
Salah seorang dari mereka melihatku.
Perawakan orang itu seperti seorang bangsawan.
Pakaiannya terlihat mewah.
Badannya gemuk, sangat kontras dengan orang-orang di sekitarnya.
“Ah, kau pasti anaknya kan!? Tangkap dia juga!”
Seketika beberapa orang lainnya mengejarku.
Secara refleks, aku berlari menjauh dari mereka.
Aku berlari dan terus berlari sekencang mungkin.
Tapi dengan mudah orang-orang itu menangkapku.
Tak lama kemudian, aku melihat ayahku ditarik paksa keluar dari rumah.
Badannya dihempaskan ke tanah.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Kenapa keluargaku diperlakukan seperti ini?
Lalu siapa orang-orang ini?
Kenapa mereka begitu kasar pada kami?
Aku dibawa ke dekat orangtuaku.
Badanku dihempaskan ke tanah.
Sakit sekali merasakan badanku berbenturan dengan tanah.
“Ohok... Ohok!”
Aku terbatuk-batuk.
“Hentikan! Jangan lakukan apapun pada anakku!”
Terdengar suara ayah membelaku.
“Aku akan mempertanggungjawabkan perbuatanku, tapi jangan sakiti keluargaku!”
Mempertanggungjawabkan apa?
Apa ayah melakukan sesuatu pada orang-orang ini?
“Hah! Beraninya memerintahku!? Seret mereka semua!”
Setelah pria bangsawan tadi mengatakannya, yang lain segera mengikat kami bertiga lalu menarik kami dengan paksa.
Keributan itu mengundang perhatian dari seluruh penduduk desa.
Tidak, kami tidak salah. Tolong kami!
Kulihat para penduduk yang tadi sore mengucapkan hati-hati di jalan berbisik-bisik sambil memandangi kami dengan ekspresi jijik.
Kenapa?
Kami tidak melakukan apapun!
Kami nggak salah apapun!
Kenapa kalian memandangi kami dengan pandangan seperti itu!?
Hentikan!
Hentikan!!
Tanpa sadar, aku berteriak.
“Ahhh! Berisik! Tutup mulutnya!”
Mulutku disumbat dengan seutas tali. Aku hanya bisa mengerang-erang.
Kami sekeluarga dibawa menjauh dari rumah.
Entah mau dibawa ke mana kami.
Kami sampai di lapangan tempat biasa aku bermain dengan teman-teman.
Di situ sudah berkumpul banyak penduduk.
Apa yang akan dilakukan mereka?
Kenapa kami dibawa ke tempat ini?
Kenapa banyak penduduk yang berkumpul?
Terlalu banyak pertanyaan dalam kepalaku.
Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Aku tidak mengerti juga dengan apa yang akan terjadi.
Orang-orang tadi menyeret kami ke panggung di lapangan.
Panggung itu biasanya digunakan saat festival atau saat ada pertunjukan.
Di panggung itu, kami dipaksa berlutut di hadapan banyak orang.
“Saudara-saudara sekalian, para penduduk Desa Millstone!”
Bangsawan tadi berseru pada para penduduk.
“Orang-orang ini, mereka telah melakukan kejahatan yang tidak dapat dimaafkan!”
Kejahatan? Siapa yang melakukan kejahatan?
Kejahatan apa maksudnya?
“Novel, kau adalah seorang perampok yang sudah berkali-kali melakukan perampokan di Regia! Kau sudah menimbulkan banyak keresahan di provinsi ini selama bertahun-tahun!”
Ayah... merampok?
Tunggu, ini pasti sebuah kesalahpahaman.
Ayahku tidak mungkin merampok.
Aku melihat ayahku yang terlihat pasrah.
Tidak, tidak mungkin ia melakukan hal itu.
Ayahku itu orang yang paling jujur.
Masa orang yang selalu melarangku mencuri melakukan perampokan?