“Jadi, itulah mengapa aku bisa sampai di sini. Setelah itu aku belajar bahasa sini dan sempat bekerja di bawah seorang bangsawan.”
Kisah yang benar-benar panjang.
David sudah mengalami banyak lika-liku dalam hidupnya.
Aku yakin dia pasti sangat kesulitan saat terkirim ke sini secara tiba-tiba.
“Lalu... Mengapa pak guru tidak pulang? Pak guru masih punya keluarga kan di sana?”
Wajahnya yang biasanya ceria berubah menjadi muram.
“Kalau saja aku bisa, sudah kulakukan dari dulu.”
Kenapa?
Kan ada kapal yang bisa menyeberang ke sana.
Maksudnya kalau bisa?
“Maksud pak guru? Bukannya ada kapal yang bisa menyeberang ke utara?”
David menggosok-gosok rambutku.
“Ada, tapi jarang sekali. Ombak lautan di sini sangat ganas. Sangat sedikit kapal dari utara yang mau berlabuh di dermaga Regia. Tapi aku mendengar ada orang Ceres yang mampu sampai kemari. Aku mencari tahu bagaimana ia menyeberangi lautan dan sampailah aku di kelompok ini. Sampai sekarang, aku masih menunggu kesempatan untuk bisa menyeberang ke utara.”
“... Sembari membantu kelompok ini?”
David tersenyum lalu mengangguk.
“Ya. Kelompok ini juga berjanji untuk memulangkanku kalau ada kesempatan.”
Orang yang luar biasa.
Dia masih bisa tersenyum bahkan tertawa lebar meski beban masalah yang ia pikul cukup berat.
Bahkan terus berharap meski kesempatan yang muncul sangat kecil.
Kalau aku mungkin tidak akan sanggup jika bernasib sama sepertinya.
“Kalian sudah selesai berlatih?”
Ayah menyela pembicaraan kami berdua.
“Oh, Novel. Iya, sudah dari tadi. Ada apa?”
“Bisakah kalian berdua ikut denganku?”
Ada apa?
Tumben sekali ayah memanggil kami berdua.
Maksudku, tumben sekali ayah juga mengikutsertakanku.
Biasanya aku selalu disuruh ke ruangan istirahat atau latihan sendiri sampai David kembali.
“Ada apa, yah?”
“Nanti kau akan segera tahu, Ndre.”
Wajah ayah terlihat serius.
Sepertinya ini bukan main-main.
Kami bertiga lalu pindah ke ruangan lain.
Bukan ruangan utama yah...?
Tumben dua kali.
Biasanya kelompok ini selalu memakai ruangan utama untuk merapatkan hal penting.
Atau ini bukan hal penting?
Aku makin penasaran, apa yang sebenarnya mau dilakukan?
“Andre, kau masuklah duluan.”
Ayah menyuruhku masuk.
Kubuka pintu, tidak ada cahaya sedikitpun yang keluar dari ruangan itu.
Kulangkahkan kaki perlahan.
Gelap sekali, memangnya ada apa?
POP!
POP!
POP!
Lampu menyala begitu suara itu terdengar.
“SELAMAT ULANGTAHUN, ANDRE!!!”
Ulang... Tahun...?
Ah, sekarang hari ulangtahunku ya.
Aku sendiri sampai tidak mengingatnya.
Bibi Valeria, Paman Igor, lalu beberapa orang lain...
Mereka menyiapkan ini untukku?
“Selamat ulangtahun, Andre. Maaf kalau tidak sesuai dengan harapanmu ya.”
Ayah memberi ucapan selamat padaku.
“Ahahahaha, jadi ini toh yang kalian siapkan diam-diam tempo hari. Selamat ulangtahun, muridku.”
David memberi selamat ulagtahun juga padaku.
“Andree, selamat ulangtahun ya. Ini untukmu.”
Bibi Valeria memberiku sesuatu.
Sebuah kotak kecil yang sudah dibungkus oleh kain pembungkus.
“Buka saja, Andre.”
Aku membuka perlahan kain pembungkus kotak itu.
Sebuah kotak kayu dengan ukiran yang indah.
Kubuka kotak kayu itu.
Sebuah liontin berwarna perak.