Kutkh

Alexandro Pradeska Gunawan
Chapter #28

Bandit Gunung (2)

Uugghh... Apa yang terjadi...?

Sesaat tadi aku merasakan pukulan keras di kepalaku.

Pusing sekali sekarang rasanya.

Kubuka mataku perlahan.

Gelap...

Apa sudah malam?

Kalau iya, berarti sudah lama sekali aku pingsan.

Kuraba kepalaku.

Ugh...!

Ada satu bagian yang sakit saat kuraba.

Bagian itu agak halus.

Kenapa halus...?

Apa pukulan itu membuatku botak di satu bagian itu saja?

Kucoba beranjak dari tempatku duduk.

Kutopang badanku dengan tangan kananku.

Baru kusadari, ternyata aku tidak duduk di tanah.

Permukaannya kasar, tapi lumayan hangat.

Di mana ini sebenarnya...?

Aku jadi teringat saat berada di persembunyian di hutan dekat Millstone

...

Apa ini di tenda...?

Aku melihat sekitar.

Percuma, terlalu gelap.

Aku tidak bisa melihat apapun kecuali sebuah titik cahaya kecil.

Aku mendekati titik cahaya tersebut.

Ini... retakan dinding...?

Bisa kupastikan setelah meraba dinding batu yang mengelilingiku.

Kucoba mengintip dari retakan dinding itu.

Retakannya sangat kecil, tapi aku bisa mengintip sedikit dari celah itu.

Kulihat orang-orang yang tadi siang menyerang kami berlalu-lalang.

Ada yang duduk di sekitar api unggun juga.

Apa... aku ditangkap...?

Seketika ketakutanku muncul.

Kenapa aku ditangkap?

Bukannya mereka ini hanya mengincar harta benda kami?

Apa yang akan mereka lakukan padaku?

Apa mereka berniat menjualku sebagai budak?

Budak...

Kengerianku bertambah saat aku berpikir demikian.

Selama ini aku hidup dengan nyaman bersama ayah dan ibu.

Meski saat itu ibu terbunuh, tapi ayah masih bisa menyediakan kehidupan yang layak untukku di kelompok “Gagak regia”

Tidak bisa kubayangkan kalau aku hidup sebagai budak.

Akan sangat beruntung kalau aku bisa bertemu dengan majikan yang baik.

Tapi itu sangat langka.

Kebanyakan budak diperlakukan dengan semena-mena.

Ayah... David... Paman Fyodor...

Apa mereka baik-baik saja...?

Akankah mereka datang menyelamatkanku?

 

Krieettt...

 

Suara pintu terdengar dari arah belakang.

“Hoo... Kau sudah bangun rupanya.”

Kulihat sosok yang masuk ke ruangan ini.

Badannya tidak terlalu besar.

Perawakannya seperti ayah, tapi lebih kurus.

Tubuh dan wajahnya juga penuh dengan luka-luka.

Ekspresi wajahnya sangat tidak mengenakkan.

Dia ini kan... bandit yang melawan ayah tadi.

Sial... Apa yang harus kulakukan...?

Dia sepertinya tidak punya niatan baik.

“A-apa maumu...?”

Dengan suara gemetar, aku menanyakan tujuannya di sini.

Kusiapkan badanku dengan kuda-kuda siap bertarung pula.

“Whoaa... Tenang. Aku tidak mau bertarung.”

Ya kau memang tidak mau bertarung. Aku yang mau membela diri.

Kuda-kudaku sama sekali tidak kuturunkan.

Orang itu menghela napasnya.

“Hahh... Ya sudah, sini.”

Orang itu menantangku.

Badannya sama sekali tidak bergeming.

Ia bahkan tidak memasang kuda-kuda apapun.

Celahnya banyak sekali.

Apa kuserang saja dia?

Tunggu dulu...

Menurut David, aku harus bisa menganalisis gerak-gerik musuh sebelum menyerang.

Kuperhatikan lagi dia dengan lebih saksama.

Dia sama sekali tidak bergerak.

Matanya juga tidak melihat ke arahku yang dari tadi bergerak mencari-cari celah terbaik.

“Kenapa diam saja? Ayo serang aku.”

Dia benar-benar menantangku.

Dengan cepat kulancarkan tendanganku ke arah lehernya.

Tapi dengan cepat ia segera menangkap kakiku.

“Ketangkap kau. Ayo ikut aku.”

“He-Hei!! Lepaskan aku!”

Orang itu membawaku keluar.

Oh tidak, apa yang akan ia lakukan?

Membawaku layaknya barang seperti ini.

Ia membawaku ke dekat api unggun.

Lihat selengkapnya