Akhirnya sampai juga di markas prajurit...
Tempatnya terlihat cukup besar dari depan.
Ada 2 patung prajurit gagah di sisi kanan dan kiri gerbang utama.
“Oke, stop.”
David menghentikan langkah kami.
“Nanti, kau harus bisa sampai sini dari kedai Pak Kirill. Aku akan mengantarmu ke sana sekali, lalu kembalilah kemari. Saat kembali, aku akan tetap menemanimu, tapi aku tidak akan memberi petunjuk apapun mengenai jalannya, aku hanya akan mengikutimu. Kalau kau tersesat, kita akan tersesat bersama.”
Jadi, David tetap menemaniku saat kembali ke sini?
Syukurlah, kalaupun aku benar-benar tersesat kan tinggal mengandalkan David.
Tidak mungkin kan kalau David membiarkanku tersesat sampai ‘betulan tersesat’, pastilah nantinya dia akan menunjukkan jalan pulang.
“Siap?”
“Siap pak!”
Begitu aku menjawab, kami segera berbalik dan berjalan menuju kedai Pak Kirill.
David tidak berbicara sepatah kata pun saat kami berjalan, membuatku jadi tidak berani untuk bicara juga, wajahnya nampak sedikit serius.
Sesekali aku melihat-lihat sekitar, berusaha menghapalkan jalan.
Oke, sampai di persimpangan ini harusnya belok kiri...
David berjalan lurus.
Tunggu... Bukan ke kiri?
Bukannya kedai Paman Kirill ada di sebelah sana?
“Anu, pak guru... Bukannya kita harusnya ke kiri?”
“Hah...? Kamu mau ke mana ke kiri?”
Lah, nggak ke kiri?
Berarti tadi aku salahnya mulai dari sini?
Aku terdiam dan mengingat-ingat lagi.
...
...
Harusnya benar lho ke kiri...
Ini kenapa lurus...?
Sebentar, kenapa bangunannya terlihat asing semua di sini?
“Anu, pak guru... Ini jalan yang benar kan?”
“Tenang saja, yang penting hafalkan jalannya.”
Kalau tidak salah... jarak antara kedai Paman Kirill dengan markas prajurit hanya sekitar 1,5 Steza. Harusnya tidak terlalu jauh. Tapi kenapa kami rasanya berjalan jauh sekali...?
Ini juga kenapa kita melewati menara jam?
Perasaan tadi juga nggak ada deh...
Setelah berjalan lumayan lama, kami akhirnya sampai di kedai Paman Kirill.
“Bagaimana? Sudah hafal?”
Aih... Aku tidak yakin...
Dan lagi, kenapa jaraknya jadi jauh sekali?
Perasaan tadi pagi waktu berangkat bersama Paman Fyodor tidak sejauh ini...
Aku malah jadi bingung dengan jalannya.
Boro-boro hafal, sepertinya sebagian besar jalan juga baru pertama kali aku lihat.
“Oke, kalau tidak jawab aku anggap kau sudah hafal. Sekarang, mohon bantuannya untuk menunjukkan jalan tercepat menuju markas ya!” Kata David sambil mengatupkan kedua tangannya dan tersenyum lebar padaku.
“A-anu...”
Tunggu...
‘Jalan tercepat’?
Apa mungkin tadi kami berjalan memutar?
Kulihat wajah David.
David masih memasang wajah tersenyum, seakan mengejekku.