KUTU BUKU & DOKTER SEMUT

Tri Wijayanto
Chapter #2

SEBUAH JANJI

Setelah senam pada hari jumat, biasanya guru-guru melakukan olahraga voli. Ada juga beberapa siswa yang melakukan permainan, seperti bola basket, sepak bola, softball dan sebagainya. Biasanya aku mengisi waktu sehabis senam dengan olahraga voli bersama dengan guru.

“Tri, ayo main voli”. Ajak Adi

“Ayo,,,semangat aku hari ini di”. Sahutku

“Dirimu kalo olahraga pasti lari”. Jawabnya singkat

Kami segera menuju lapangan bola voli. Disana sudah tampak beberapa guru dan beberapa siswa sedang melakukan pemanasan. Kami ikut bergabung dengan mereka melakukan pemanasan.

“Di, kamu tahu cewek yang kemarin gak?” tanyaku

“yang mana Tri?” Tanya Adi

“yang kemarin waktu kita Perjusami, yang mandi tempat Ustadz itu” sahutku

“oh ya ya, ingat aku. Emang ada apa Tri?” Tanya Adi

“unik ya, udah sholeh, rajin lagi. Kapan ya bisa bertemu lagi?” tanyaku

“tumben kamu nanya soal cewek Tri”. Sahut Adi

Akupun hanya membalas dengan senyuman kecil.

Setelah melakukan olahraga voli, dilanjutkan dengan kegiatan belajar. Waktu itu, pelajaran PPKn. Guru kami, pak Sukirman menginformasikan bahwa akan ada lomba debat PPKN antar sekolah. Maka aku dan Adi ikut mendaftar perlombaan tersebut.

         Hari yang dinantikan telah tiba. Perlombaan debat PPKn antar sekolah se-Kabupaten dilaksanakan. Disaat menunggu waktu debat, aku kembali bertemu dengan gadis anak ustadz tersebut. Ketika dia sedang bersama teman-temannya. Aku menghampirinya.

“Asslamualaikum ukhti, gmn kabarnya?”. Tanyaku

“Baik mas, gimana kabar sampean?’ tanyanya balik

“baik juga, boleh ngobrol sebentar gak ukhti sambil menunggu perlombaan”. Tanyaku kembali

“boleh akhi”jawabnya.

Tiba-tiba Adi mengambilkan tiga buah kursi, aku, Tisa dan Adi duduk dibawah pohon dekat dengan ruang panitia.

“ukhti, boleh tau namanya siapa?”tanyaku

“Tisa Nurjanah, panggil saja Tisa. Kalau mas?”. Tanya dia kembali

“Tri Wijayanto. Biasa dipanggil Tri”. Jawabku

“Tisa, yang dirumah itu orang tuanya ya?” Tanya Adi

“bukan mas, itu kakak aku. Ayah aku sudah meninggal saat aku masih kelas 3 SD. Dulunya Ayahku adalah pendiri pondok pesantren Desa Gayau Sakti itu mas”. Jawab Tisa

“Owh, gitu ya..trus Ibu sekarang dimana?” tanyaku kembali

“Ibu di Seputih Banyak mas”. Jawabnya singkat

“Kuq ibu di Seputih Banyak, gak disini aja to?

Kan lebih deket dengan sekolah?” Tanya Adi

         Aku terdiam dan memandang ke arah anak-anak yang sedang bermain bola basket tak jauh dari kami duduk. Aku hanya berpikir dalam benakku, kok Adi ngomong sperti itu, kira-kira nyakitin perasaanya tidak. Tapi tiba-tiba …

“Gak mas, ibu nikah lagi dengan orang Seputih Banyak. Cukup banyak penderitaan yang aku lalui bersama ibuku mas”. Jawab Tisa sambil menundukkan kepala.

Kulihat secara sepintas air mata yang akan jatuh dari kelopak matanya. Aku biasanya membawa sapu tangan dalam tas ku. Segera kulihat dalam tas, ternyata aku tak lupa membawanya.

“Maaf ukhti”. Sahutku.

 Aku memberikan sapu tangan tersebut kepada Tisa. Dia membasuh matanya dengan sapu tangan tersebut. Tanpa kata, dia langsung pergi meninggalkan kami berdua.

Tak lama dari kejadian tersebut, panitia mempersilahkan kepada peserta lomba debat untuk masuk ruangan.

“Tri, ayo masuk ruangan !”. ajak Adi

“nanti dulu di, aku beli minum dulu” kataku

Aku bergegas menuju kantin terdekat, sambil berjalan aku mencari Tisa. Siapa tau dia belum masuk ke ruang lomba, dan aku bisa meminta maaf atas ucapan Adi barusan. Kutengok ke kanan ke kiri tapi tidak berjumpa, akhirnya aku memasuki ruang debat.

Lomba debat pada tahun ini berlangsung sangat seru. Semua peserta mempertahankan argumennya masing-masing, tidak terkecuali dengan kelompok kami. Sesuai dengan motto kelompok kami, “pokoknya harus menang” maka kami berjuang keras memeras otak kami untuk memenangkan lomba ini.

Lihat selengkapnya