“Pakaian ini terbuat dari sutra terbaik dari timur, Paduka pasti sangat cocok jika mengenakannya.” Kata salah seorang dayang istana.
“Lihat, Paduka, mahkota ini bertabur permata dan Mutiara. Sangat serasi dengan pesona Paduka yang tiada tara.” Sela dayang kedua.
“Dengan minyak wangi ini, wanita, atau bahkan pria mana pun akan terpikat dengan Paduka.” Bujuk dayang ketiga.
Tapi Pangeran Rama tak bergeming dari tempatnya. Pemuda itu menampik semua pakaian, pernak-pernik dan wewangian yang disodorkan kepadanya. “Orang-orang akan menertawakanku jika aku mengenakan pakaian itu untuk berpesta.”
“Tapi Paduka harus menghadiri—” Kata-kata dayang pertama tercekat di kerongkongan tatkala Sang Pangeran mencekik lehernya.
“Aku tidak mau pergi ke pertemuan kerajaan yang membosankan itu. Lagi pula, aku tidak pernah dibutuhkan dan diharapkan di sana.” Katanya, lalu menghempaskan cengkramannya dari dayang yang seketika jatuh terhuyung.
“Nah, jika kalian tidak ingin melewati malam yang menyakitkan, lebih baik kalian segera menyiapkan apa yang benar-benar aku butuhkan.” Kata Pangeran Rama sembari menelengkan kepalanya pada cambuk dan temali yang berserak di sekeliling ranjang.
Dayang istana yang ketakutan segera bangkit berdiri, dan pergi untuk mengambilkan keperluan Sang Pangeran. Mereka menyiapkan pakaian, hidangan, hingga beberapa kantung berisi keping emas.
“Sepertinya, hari ini adalah hari keberuntunganku.” Katanya sambil memandangi pantulan bayangannya dalam cermin. “Aku akan kembali tengah malam. Tidak ada yang tahu aku akan menang atau kalah. Kalian tahu benar bagaimana aku jika sudah mabuk. Jadi pastikan untuk menyiapkan segalanya dengan benar. Wajah-wajah baru akan membuatku bahagia.” Katanya sebelum meninggalkan ketiga dayang istana dengan seringai yang begitu mengancam.
Seperti biasanya, sore itu Pangeran Rama akan meninggalkan istana. Pergi ke tempat perjudian dan baru akan kembali tengah malam. Tapi sesampainya di istana pun, ia tidak akan langsung tidur. Pangeran biasanya membawa beberapa teman dan dan wanita dari tempat perjudian untuk berpesta sampai pagi.
Meskipun banyak punggawa istana yang resah dengan kelakuan Pangeran Rama, tapi mereka hanya diam, tidak berani menegur. Raja Rona telah menobatkan Pangeran Rama sebagai Putra Mahkota semenjak usianya masih sangat belia. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun bangsawan, maupun punggawa kerajaan yang berani menyentuhnya. Bahkan, untuk sekadar mengingatkan.
Ibunya, Ratu Maya telah meninggal sesaat setelah melahirkan Pangeran Rama. Sementara itu ayahnya, Raja Rona, terlalu sibuk dengan urusan kerajaan yang seolah tidak pernah ada habisnya.
Maka tidak heran, Pangeran Rama merasa sangat kesepian. Hanya di tempat perjudian yang sengak akan bau arak, dia bisa mendapat banyak teman. Hanya dengan menggelar pesta yang tiada henti, dia bisa merasakan lembutnya sentuhan wanita. Baginya, Istana merupakan tempat yang dingin dan hampa. Selama ia masih tinggal di sana, aapun akan ia lakukan demi mendapatkan kesenangan. Bahkan jika harus berbuat kasar kepada orang lain.