Kutukan Perawan

VelouRa
Chapter #1

Pergi ke Pulau Impian


Tiba-tiba nafasku tertahan saat membaca email yang baru saja masuk ke ponselku. Email yang berisi pemberitahuan dan sudah lebih dari 3 bulan lamanya kunantikan hingga nyaris tak lagi berharap, akhirnya datang juga.

Perlahan, senyumku mengembang setelah beberapa kali membaca, bahwa aku diterima bekerja menjadi seorang social worker di daerah Indonesia timur. Sebuah tempat yang sebenarnya ingin kutuju untuk liburan, namun ketika melihat peluang untuk bekerja sambil pelesiran, aku pun tak ragu untuk melamar. Meski bertolak belakang dengan latar belakang pendidikanku.

“Ma, Kirai keterima kerja!” Aku memekik bahagia setelah keluar dari kamar, lalu berjalan cepat menuju mama yang sedang duduk di sofa ruang tengah.

Aku yakin orang tuaku pasti senang dengan berita itu. Pasalnya, aku baru sebulan yang lalu selesai sidang skripsi dan bahkan belum resmi lulus kuliah sudah mendapatkan pekerjaan.

Orang tua siapa yang tak senang? Kuyakin begitu!

Mama memandangiku disertai senyum yang mengembang perlahan. “Kerja di mana, Ki?” tanyanya dengan penuh sukacita, tak jauh beda denganku yang tak sanggup melenyapkan senyuman di wajah.

“Itu loh, Ma ... yang program lingkungan hidup punya ibu pejabat!” jawabku masih dengan kebahagiaan tiada tara.

“Di daerah mana itu kerjanya?” Mama bertanya antusias, tanpa melepaskan pandangannya dariku.

“Kupang!” sahutku cepat tanpa beban, dan sontak raut wajah mama berubah bagai orang yang sedang melihat malaikat maut!

Mama mematung, masih dengan pandangan menuju padaku, hingga aku merasa tak berani menarik nafas di hadapannya. Seakan-akan putri keduanya ini baru saja melakukan kesalahan!

“Kenapa Kirai sukanya nyari tempat yang jauh-jauh?” protes mama dengan nada tertahan, dan kusaksikan di pelupuk matanya bulir demi bulir mulai membuat genangan air yang siap meluncur kapan saja. “Kirai kuliah jauh dari rumah. Masa kerjanya juga jauh dari rumah?” Air mata mama pun meluruh.

Sejenak, aku tak mampu berkata apapun!

Mataku kemudian berjalan-jalan menyisir rumah seperti sedang mencari sesuatu. Aku paham sepenggal kalimat tanya yang mama ucapkan. “Kontrak kerjanya cuma setahun kok, Ma! Kalau sudah selesai, ya langsung pulang! Balik lagi ke Jakarta,” ucapku setelah berpikir keras dalam sepersekian detik untuk menemukan kata-kata yang dapat membuat mama mau mengeluarkan restunya—mengizinkanku untuk kembali merantau!

“Papa nggak setuju!” Tahu-tahu dari ruang makan papa menyahut. “Kalau mau kerja yang jauh, Kirai harus nikah dulu! Papa udah nggak sanggup jagain anak gadis Papa!” berangnya yang langsung membuatku merasa bumi ini seketika berguncang!

Rasa senangku atas pekerjaan yang kuimpikan dan akhirnya kudapatkan, terbang melayang tanpa jejak setelah melihat papa begitu marah.

Jujur saja, aku merasa tanggapan orang tuaku terlalu berlebihan. Aku tahu kalau sebenarnya papa dan mama ingin menjodohkanku pada anak temannya. Dan sengaja memarahiku guna menahanku supaya tak jadi memenuhi panggilan kerja itu.

“Setahun aja, Pa! Setelah itu Kirai pulang dan nggak cari kerja yang jauh dari rumah lagi,” janjiku pada papa tepat di tengah netranya, kemudian berganti melihat mama demi menambah keyakinan kedua orangtuaku.

Di keluarga besarku, kami memiliki tradisi untuk menjodohkan anak perempuan yang baru saja lulus kuliah. Aku menyaksikan sendiri bagaimana kakakku dijodohkan dan harus cepat-cepat nikah.

Sedangkan, aku tipe perempuan yang cukup pemilih dan ribet untuk urusan pendamping. Dan terlebih sakitnya patah hati karena diselingkuhi, membuatku trauma dan sangat tidak siap untuk menjalin hubungan dengan laki-laki!

“Oke, satu tahun! Dan nggak ada tawar-menawar. Begitu kontrak selesai langsung pulang!” tegas papa dengan nada yang mulai melunak.

Aku tersenyum tumpul.

Meski aku senang akhirnya diizinkan untuk pergi, namun akibat amarah papa dan mama yang menangis, membuatku tak tenang!

Entahlah.

Kelakuan papa dan mama membuat ganjalan dalam hati yang tak tahu wujudnya seperti apa dan bagaimana pula ukurannya.

Satu minggu setelah permintaan izin untuk bekerja itu, akhirnya waktu keberangkatanku pun tiba.

Dari Soekarno Hatta International Airport, aku berangkat seorang diri menuju Bandara El Tari di Kupang. Setibanya di Kupang, seorang staf perwakilan dari LSM tempatku bekerja menjemput. Aku sudah diberitahu soal itu.

Lihat selengkapnya