Makan malam bergengsi yang Leo janjikan tiba. Pagi-pagi sekali sebuah pesan singkat masuk ke notifikasiku. Leo mengingatkanku untuk tidak lupa bahwa malam ini kami akan makan di tempat bergengsi.
Sudah lama ku nantikan hari ini datang dan aku begitu grogi. Sejak menerima chat itu pula, aku langsung izin untuk tidak masuk kerja kepada bos yang masih kerabat mendiang ayahku.
Aku sibuk memilih-milih baju yang akan ku gunakan nanti. Tempat bergengsi itu apa? aku juga belum tahu, mungkin pakaian kasual saja sudah cukup, ayolah aku tidak perlu pakai gaun gala dinner kan?!
Aku mencoba berbagai macam make up yang sudah lama tidak pernah ku coba lagi setelah kehilangan mantan pacarku yang meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Seperti orang bodoh aku mengambil banyak sekali gambarku dalam berbagai macam make up dan busana. Aku mengambil yang paling bagus dan mengirimkannya ke Leo.
"Apa boleh pakai baju dan dandan seperti ini nanti?" tulisku dalam pesan singkat.
Leo membalas, "Jangan menor-menor, make up yang natural saja, dan baju kasual sudah cukup kok. Tempat makan kita tidak se-mewah yang kamu kira."
Akhirnya aku hanya menggunakan baju kasual biasa, hanya saja hari itu aku mengenakan legging hitam panjang karena aku mengenakan mantelku yang cukup panjangnya sampai ke lutut.
***
Senjamenjelang, Leo telah menungguku di depan restaurant yang akan kami kunjungi. Sebuah restaurant teppanyaki masakan jepang yang mempertunjukan keahlian sang chef di depan pengunjungnya dan mereka juga menjual ramen ku kira.
Leo mengeluarkan selembar kertas dengan gambar dan kode-kode di sana dan menyerahkannya kepada pramusaji.
Mereka mengantar kami dengan perlakuan yang sangat sopan. Aku penasaran kertas apa itu tadi?
"Apa itu tadi?" tanyaku kebingungan.
"Kertas itu?"
"Iya."
"Voucher diskon." jawabnya terkekeh, aku bisa melihat taringnya yang gingsul lagi. Ia terlihat tengil sekaligus manis jika sedang nyengir seperti itu.
"Oh jadi itu potongan harga ya dan kita bisa membayar sisanya?"
"Tidak perlu karena aku sudah melunasi tagihannya duluan." ucapnya tertawa kecil, "Aku memesan makanan dengan kertas, aku hebat kan? Kita sebut saja itu sihir. Mereka akan mengantarkan kita makanan ke sini dan kita cukup membayar dengan kertas. Hebat kan?" Ia tampak bersemangat menjelaskan ini dan itu kepadaku. Tentang bagaimana proses mendapatkan kertas ajaib itu dan bagaimana sebenarnya Leo telah membeli paket makan dengan diskon kemudian memproses pembayarannya di sebuah situs web.
Aku tahu ia menggodaku tapi aku menyetujui apa yang ia katakan. Menurutku ini menarik, aku baru tahu ada metode membayar dengan kertas seperti itu selain dengan uang dan kartu tentunya.
Caranya tersenyum dan tertawa saat berhasil menggodaku membuatku bahagia juga entah bagaimana caranya.
Makanan tersaji banyak sekali, aku bingung harus mulai dari mana. Mana bisa kami berdua menghabiskan ini semua.
"Kita akan makan ini semua? Banyak sekali..." ucapku yang hampir tidak bisa menutup mulutku karena melongo melihat makanan masih terus berdatangan memenuhi meja makan kami.
"Aku sudah bilang kita akan makan makanan bergengsi kan?"
"Tapi ini banyak sekali."
"Makan saja jangan berpikir apa-apa." perintahnya sembari menyerahkan sumpit kepadaku.
Kami sedang sibuk dengan makanan masing-masing ketika dia mulai memperhatikanku. Leo akhirnya tidak tahan untuk berkomentar.
"Aku tidak suka kamu pakai celana yang terlalu ketat seperti itu. Jangan dipakai lagi ya?”
Aku hampir tersedak mendengar ia berkata demikian. Nadanya begitu halus, tapi seolah-olah terdengar seperti memerintahku.