L.I.B.R.A

Septiani Nurhayati Effendi
Chapter #2

2

Maka dari itu aku telah membiarkan seorang Libra menggangguku, ia akan datang dan pergi menemuiku seminggu sekali hanya untuk berbagi cerita. Kadang-kadang ia akan membawakan makanan atau camilan, kadang kala kami berdua pergi ke suatu tempat atau sekedar jalan-jalan biasa menghabiskan minggu pagi bersama.

Jika aku merasa terlalu lelah maka pilihan terbaik hanyalah berdiam di kost, membuat masakan baru dan memakan hasilnya bersama-sama. Aku juga sangat suka memasak dan sering sekali iseng mencari resep-resep yang terdengar aneh dari seluruh dunia untuk dicoba.

Paling tidak hari liburku jadi dipenuhi oleh seorang Libra, ia akan dengan bersemangat wara-wiri di dekatku meski tanpa pernah ku minta.

Selain itu kami juga sering berkomunikasi dengan intens. Aku akan membagikan cerita-cerita dari hari yang telah ku lalui. Kebanyakan masalah pekerjaan dan Libra akan dengan sabar mendengarkan semua keluh kesahku. Ia selalu seperti biasa, akan punya jawaban untuk segala situasi.

Yang membuatku senang adalah Libra orang yang selalu lebih banyak mendengar. Ia akan mendengarkan apa saja dariku dan akan bereaksi dengan tepat. Jawaban, saran dan kritik yang ia sampaikan begitu hati-hati untuk tidak menyinggungku. Ku rasa aku jadi begitu nyaman dengan kehadirannya.

Untuk kedua kalinya aku merasa begitu hidup. Ia benar-benar mirip dengan seseorang dari masa laluku. Tingkahnya yang lucu juga sangat mirip, kelakuan jenakanya, humornya yang canggih dan bagaimana Libra telah membuat sebuah usaha untuk menemani kekosonganku. Bukan cuma aku, ku rasa semua orang akan mudah jatuh cinta kepadanya dengan sikap yang seperti itu.

Aku berusaha menahan hatiku. Libra bisa melakukan itu kepada siapa saja.

Kepada Aries, kepada Tama bahkan kepadaku.

Ia bisa bicara persis sama, aku menyadarinya entah bagaimana.

Ia memang ramah dan bersemangat jika sedang berbicara dengan siapa saja. Ku kira itu memang sifatnya dan telah menjadi sesuatu yang melekat dalam pribadinya sejak lama.

Aku yang baru saja mampir melihat-lihat di hidupnya seharusnya tahu diri.

Sedikit perasaan bersalah menyelinap di hatiku, dulu ku kira Libra adalah orang yang terlalu senang mencari perhatian orang-orang di sekitarnya. Berbuat seenaknya, berisik, menyebalkan dan suka mengganggu orang tanpa alasan yang jelas. Rupanya itu sudah menjadi bagian hidupnya. Aku sendiri selalu curiga kepada orang-orang yang memiliki energi menggebu-gebu semacam itu, sering ku pikir bahwa orang yang paling kencang tawanya adalah orang yang paling kencang pula tangisnya. Ku kira semua orang ceria adalah penipu yang ulung.

Peristiwa Libra meminum obat dan mengaku bahwa ia tengah menderita sakit mental entah kenapa mampu menyentuh sesuatu di dalam diriku. Aku tidak pernah merasa sepeduli ini pada siapapun sebelumnya. Aku sendiri tidak pernah paham perasaan apa yang ku miliki kepadanya. Yang ku tahu, ia hanya berbeda dari orang-orang yang pernah ku temui dalam hidupku.

Seiring dengan lamanya waktu di mana aku mengenalnya, pada akhirnya membuatku dapat memakluminya. Otomatis pikiran dan waktuku banyak dihabiskan dengan Libra secara intens. Berbicara di sosial media, saling berbagi hal-hal yang kami kira akan menyenangkan satu sama lain, saling curhat semakin dalam tentang permasalahan hidup masing-masing.

Suatu hari saat aku mengantar kawan kantorku berbelanja ke suatu pusat perbelanjaan, entah kenapa aku tertarik melihat sebuah souvenir dan satu orang yang ku pikirkan akan cocok mendapatkannya hanyalah Libra.

Sebuah hiasan berupa boneka teru-teru bozu yang terbuat dari porselen. Dalam mitologi Jepang boneka ini dipercaya akan membawa cuaca yang cerah dan dapat menghentikan hujan serta awan gelap. Aku tanpa sadar telah membelinya ketika aku mengingatnya. Benda ini sangat cocok untuknya.

“Untuk apa kamu membeli benda itu, Leo?”

Kawanku protes sembari memandangi benda yang baru saja ku beli.

“Oh aku membelikan ini untuk kawan baikku, hiasan ini mengingatkanku padanya.” jawabku singkat.

Baiklah memang benar ini bukan terlihat seperti aku sekali. Aku tidak akan membuang uang atau waktuku untuk seseorang jika orang itu tidaklah berharga bagiku. Dan kawanku tahu sekali tentang itu.

“Untuk pacarmu ya?” godanya lagi.

Aku menyikutnya namun kemudian tersenyum, “Untuk seseorang yang mendedikasikan banyak waktunya bersamaku.” kataku lagi diplomatis.

Memberi sesuatu kepada seseorang adalah sifat yang lumrah bagiku. Orang-orang akan tahu bahwa aku peduli kepada orang tertentu dengan cara memberi hadiah, dan bukan tidak mungkin bahwa kawanku itu juga merasakan perubahan besar ini.

Tapi pacar bukanlah apa yang benar-benar ku butuhkan saat ini. Aku hanya nyaman dengan kehadirannya dan berusaha berterima kasih tentang itu.

Seperti dugaanku, Libra begitu senang mendapatkan benda tersebut. Ia tidak bisa menyembunyikannya karena binar di matanya saja sudah cukup memberikan bukti-bukti penting bahwa ia sangat bahagia. Setiap kali ia memandang hiasan gantung itu, ia akan senyum-senyum sendiri. Aku mendengarnya memberi nama Teru-chan pada benda itu 

Hari-hari selanjutnya aku sangat sibuk dengan pekerjaanku, hampir tidak ada waktu di mana aku bisa berkomunikasi dengan Libra. Paling hanya mengirim satu dua sapaan dan meminta maaf bahwa aku sedang sangat sibuk di kantor.

Jadwalku untuk keliling outlet guna mengecek keuangan dan barang-barang memang sering dilakukan tiap sebulan sekali. Lebih dari 20 cabang outlet yang harus didatangi dan dibagi dalam waktu yang sangat singkat. Targetku sehari harus membereskan 3 outlet jika keadaannya baik-baik saja, namun akan menjadi lebih kompleks jika ada outlet yang bermasalah dengan alur keuangan mereka.

Tentu saja aku tidak bisa memprotes bagaimana pun letihnya aku, posisiku berada langsung sebagai tangan kanan manajer keuangan dan sebagai seorang budak korporat, aku hanya bisa menuruti semua tugas yang dibebankan padaku.

Awal bulan kadang kala menjadi sangat mengerikan bagiku dan hal itu harus terus berulang. Kadang aku merasa tingkat stress-ku bertambah seiring waktu. Tantangan pekerjaan semakin berat dan beberapa outlet bermasalah mulai sulit untuk diajak kerjasama dalam pengecekan alur keuangan. Bahkan beberapa diantaranya lebih memilih berbohong dan saling menutupi kesalahan satu sama lain sampai aku dapat mengungkapnya.

Lihat selengkapnya