***
Rasa penasaran Liana tidak terbendung. Dengan langkah mengendap-endap, Liana mengikuti sosok mirip Rhino. Cukup dekat sebenarnya, hanya beberapa meter di belakang Rhino, tetapi kehadiran penguntit seperti Liana tidak disadari. Padahal jika di sekolah, lelaki itu pasti bisa menemukannya. Rasanya aneh bagi Liana.
Lorong panjang diapit dinding putih disertai suara tapak kaki memekakkan telinga, memantulkan gelombang suara pada marmer di sepanjang jalan. Tingkahnya mungkin mencurigakan sebab setiap orang yang melihatnya di belakang lelaki itu pasti akan mengernyit. Firasat aneh saat berpapasan dengan remaja yang lebih pantas dikira penjahat, dan Liana hanya menundukkan kepala-malu.
Tak apa, Li. Abaikan saja mereka.
Liana berucap pada diri sendiri, menguatkan. Lamunan sebentar Liana itu menjauhkan jarak antara dirinya dan Rhino, dia pun mempercepat gerakan kaki, menyusul.
Rhino semakin tidak menyadari Liana di belakangnya. Sikapnya aneh seolah berada di dunia sendiri. Beberapa kali dia hampir bersinggungan dengan orang dari arah seberang, tapi dia tidak peduli, langkahnya terus melaju sesuai tujuan.
Setelah melewati lorong panjang, Rhino berbelok ke arah kanan melewati meja perawat dan masuk ke salah satu pintu ruangan.
Ruang perawatan Anyelir, 307.
"Ngapain Rhino kesana? Siapa yang sakit?" Liana bergumam sendiri sembari melihat melalui pintu kaca ruangan.
Di sana, di pinggir ranjang dekat pintu, Rhino berdiri kaku. Tatapan nanar pada seseorang yang terbaring di atas ranjang penuh alat penunjang kehidupan.
Sepuluh menit berlalu, Rhino hanya memandang tanpa berucap sepatah kata. Lima menit selanjutnya tangannya menadah meminta doa masih tanpa suara. Setelah selesai dia mendekati sisi ranjang, membungkukkan badan beberapa detik, lalu berdiri lagi. Dan tiba-tiba dia sudah ada di ambang pintu.
Kedua mata coklat muda itu bersitatap langsung pada dua mata lain milik Liana. Membeku, tersihir Liana dibuatnya. Liana tidak sempat menghindar apalagi sembunyi dari target yang terus diamati. Liana pikir dia akan mendapat cercaan, tapi diluar dugaan, Rhino hanya menatap sebentar lalu pergi begitu saja tanpa sapaan, seolah tidak mengenal.
Hampir Liana memanggil ketika bersamaan dering ponsel di sakunya terdengar.
Kiara's calling
"Halo?"