***
Pukul 23.50
Cahaya mulai meredup pelan. Menyisakan secercah sinar kecil dari sebuah lilin yang bergantung di dinding. Liana mengerjap beberapa kali, meyakini bahwa sekarang ia tidak berada di alam mimpi walaupun pencahayaan sangat minim.
Liana kebingungan karena dirinya kini berada ditempat entah berantah dalam kondisi gelap gulita. Karena tak ada petunjuk arah Liana memutuskan tetap duduk di atas pembaringan, bingung harus berbuat apa.
Saat dirinya tengah menoleransi kebingungan yang semakin memuncak, sebuah suara terdengar memanggil namanya.
“Liana... Liana...” suara yang tak asing di telinga Liana. Suara sendu khas milik Ibu. Ia yakin 100 %, itu adalah suara sang Ibu. Namun, ditengah kegelapan yang melingkupi sekelilingnya ia tak bisa melihat dimana Ibu berada.
Beberapa detik kemudian suara lain menggema memanggil namanya kembali, “Liana... Ini Kak Kiarra. LIANA...” kali ini dengan nada yang terdengar lebih lirih. Sepertinya orang yang berbicara itu sedang menangis sedih. Dan suara itu juga menyebutkan identitasnya, jelas itu adalah suara Kak Kiarra.
Lalu sekarang dimana mereka? Sebenarnya, Ibu dan Kak Kiarra hanya sebuah imajinasi ataukah karena ia berada di tempat lain yang tidak terlihat oleh mereka?
Senyap dirasakan Liana saat suara-suara itu tak lagi memanggil namanya.
Setelahnya Liana bangkit dari tempat pembaringan, berjalan perlahan mendekat ke arah lilin yang menerangi ruangan itu. Lilin bergantung itu ia ambil dan diarahkan ke sekeliling ruangan. Benar dugaannya, ruangan itu kosong, dan ia sendiri saja disana. Pun tidak ada jendela dimanapun. Ruangan kedap udara, seperti di luar angkasa.